Bambang Soesatyo

Jakarta (Metrobali.com)-

Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tidak siap menghadapi kekalahan dan perubahan, menanggapi dibentuknya DPR tandingan.

“Bukan hanya mengganggu ritme kerja DPR, manuver membentuk pimpinan DPR tandingan memperlihatkan perilaku KIH sebagai kekuatan politik yang menolak kesetaraan eksekutif-legislatif serta tidak dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi, bahkan cenderung ingin menguasai semua dari hulu hingga hilir,” kata Bambang melalui siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Minggu (2/11).

Padahal, menurut dia, untuk mengikis perilaku korup para oknum birokrat sekaligus mewujudkan “good and clean governance” (GCG), kesetaraan eksekutif-legislatif menjadi syarat mutlak. Sehingga dikatakannya, DPR kini tidak boleh berada di bawah pengaruh pemerintah lagi agar bisa efektif menjalankan fungsi pengawasan.

Menurut dia, semangat Koalisi Merah Putih (KMP) untuk mewujudkan kesetaraan eksekutif-legislatif itu ditentang oleh KIH.

Dengan membentuk pimpinan DPR tandingan, menurut dia, KIH tidak ingin DPR bisa efektif menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintahan.

Bambang berpendapat, peta kekuatan di DPR saat ini sudah ideal dalam mewujudkan kesetaraan eksekutif-legislatif.

Dalam sistem pemerintahan presidensial, dibutuhkan legislatif yang kuat agar efektif mengawasi pemerintah. Menurutnya, banyak cabang kekuasaan berada dalam genggaman presiden. Bahkan, presiden pun memiliki hak prerogatif dalam lingkup eksekutif.

Jika DPR tidak bisa efektif melaksanakan fungsi pengawasan, akan ada banyak masalah yang berpotensi tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh presiden.

“Skandal Bank Century, praktek kartel minyak dan kartel-kartel komoditi lainnya adalah beberapa contoh kasus paling faktual yang sampai sekarang tidak bisa dipertanggujawabkan oleh pemerintah, karena kekuatan DPR dalam melakukan pengawasan terus dipreteli oleh pemerintah,” katanya.

Ia menegaskan bahwa kesetaraan eksekutif-legislatif hingga saat ini belum pernah terwujud.

“Sepanjang era Orde Baru, DPR hanya menjadi tukang stempel. Bahkan 10 tahun periode kepresidenan SBY pun fungsi check and balances sama sekali tidak efektif karena DPR dipreteli oleh Sesgab pendukung pemerintah,” ujar anggota Komisi III DPR ini. AN-MB