Denpasar (Metrobali.com)-
Dewan Pengurus Daerah Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali (DPD Prajaniti Bali) bekerjasama dengan Pusat Kajian Akademisi Pancasila (Pusaka Pancasila) menggelar webinar nasional hari Sabtu 29 Mei 2021 dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila 1 Juni 2021. Seminar virtual ini juga dirangkaikan dengan peringatan hari ulang tahun Prajaniti Hindu Indonesia yang akan jatuh nanti tanggal 19 Juni 2021 mendatang.
Pada webinar yang mengusung tema “ Pancasila: Memperkuat Akar dan Pohon Peneduh Nusantara” tersebut menghadirkan para narasumber yaitu: Dr. Ir I Ketut Puspa Adnyana, MTP (Akademisi STAH Batara Guru Kendari, Sultra yang juga seorang Widyaiswara Ahli Utama), Patrick Lumbanradja, seorang tokoh muda dari Sumatera Utara, aktif sebagai pengelola Geosite di Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark. Narasumber berikutnya adalah Prof. Dr. I Putu Gelgel, S.H.,M.Hum, Wakil Rektor I dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hindu Indonesia, Denpasar. Acara yang merupakan sinergi DPD Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali dengan Pusat Kajian Pancasila dihadiri sekitar 100 peserta secara virtual dan disiarkan secara live oleh salah satu aplikasi media sosial, dimoderatori oleh I Made Dwija Suastana, S.H.,M.H.
Ketua Umum DPP Prajaniti Hindu Indonesia dalam sambutannya yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan Kesatuan Bangsa, Gede Narayana, menyambut baik diselenggarakannya webinar ini. DPP Prajaniti sangat mengapresiasi upaya DPD Prajaniti Bali dalam mengingatkan segenap komponen bangsa akan urgensi pembumian nilai-nilai Pancasila ditengah situasi covid-19 ini. Lebih lanjut Gede Narayana yang mewakili Ketua umum menegaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara, harus terus digelorakan ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang terkenal majemuk ini. Gede Narayana yang juga Ketua Komisi Informasi Pusat ini, menyitir tema webinar, yakni Memperkuat Akar dan Pohon Peneduh Nusantara, lebih lanjut dia menandaskan, saat ini, nilai-nilai Pancasila harus diperkuat kembali untuk membawa bangsa ini keluar dari pandemic covid-19 dan krisis multi dimensi.
Sementara itu, Ketua Pusaka Pancasila, Drs. I Nengah Suriata, S.H.,M.H menyampaikan bahwa Pusat Kajian Akademisi (Pusaka) Pancasila ini lahir atas kepedulian para dosen/akademisi yang mengampu mata kuliah Pancasila khususnya di Bali. Melalui Pusaka Pancasila ini, diharapkan para akademisi di mata kuliah terkait untuk bersama-sama menyatukan langkah dan membuat kajian-kajian terkait Pancasila. Kajian tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi bagi para pengambil kebijakan dibidang pendidikan baik pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut Nengah Suriata menegaskan bahwa saat ini muncul kekhawatiran kalangan akademisi, akan digerusnya mata kuliah Pancasila dalam kurikulum wajib di kampus. Bahkan menurutnya, berdasarkan PP No 57 Tahun 2021 tentang standar Pendidikan Nasional, tidak secara gamblang disebutkan salah satu mata kuliah/pelajaran wajib itu Pancasila, namun dengan istilah Kewarganegaraan. Hal ini menurutnya dikhawatirkan dapat mendegradasi pengenalan dan pemahaman secara jelas publik pembelajar tentang falsafah negara Indonesia tersebut. Pada kesempatan yang sama Ketua DPD Prajaniti Bali, Wayan Sayoga dalam sambutannya menegaskan nilai-nilai Pancasila jangan sampai hilang dalam kurikulum pendidikan dalam semua tingkatan. “Istilah Pancasila harus jelas disebut dalam kurikulum, dan mata kuliah ataupun mata pelajaran”, tegas Wayan Sayoga. Dia menambahkan para founding father bangsa sudah sedemikian rupa menyiapkan dasar negara ini dengan nilai-nilai luhur yang digali murni dari bumi Indonesia. “Pemerintah dan segenap stakeholder harus berada pada posisi yang jelas, bahwa Pancasila adalah harga mati bagi bangsa Indonesia,Wayan Sayoga mengingatkan.
Dalam webinar tersebut, Dr. Ir. I Ketut Puspa Adnyana, MTP, membawakan materi yang sangat menarik yakni tentang “Kearifan Lokal Nusantara, Perekat Akar Negara Pancasila, Studi Kearifan Lokal Bali di Sulawesi Tenggara”. Dalam pemaparannya, Ketut Puspa Adnyana menyitir penelitian yang dilakukan oleh Cyrus Network yang menyatakan hanya 70.3 % responden yang menerima ideologi Pancasila. “Ini tentu mengkhawatirkan, ujar Dr. Ketut Puspa Adnyana yang juga seorang pinandita (Pemangku) tersebut. Dalam pemaparan tokoh yang juga seorang Widyaiswara Ahli Utama tersebut, ancaman terhadap Pancasila sudah sangat nyata sekarang ini. Mulai dari ancaman radikalisme, proxy war, kejahatan komunikasi (cyber crime), Hoax, belum lagi tindak pidana pencucian uang. Untuk itu, diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dalam membumikan Pancasila dalam arti yang sebenar-benarnya. Pancasila harus menjadi way of life bangsa Indonesia, Empat consensus Dasar bernegara kita harus terus digelorakan  menuju cita-cita Indonesia yang bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Narasumber berikutnya Patrick Lumbanradja tak kalah menariknya. Dia yang membawakan topik tentang Memandang Kebhinekaan Indonesia dari Danau Toba, berhasil menggiring pemirsa virtual terhadap perspektif baru adanya keterhubungan peradaban umat manusia bukan hanya di Nusantara namun di dunia. Letusan Gunung Toba Purba yang terjadi jutaan tahun lalu, telah pula mengubah peradaban manusia di bumi. Deretan kepulauan nusantara yang awalnya menyatu dengan daratan Asia terpisah. Menurut Patrick, itu artinya sebelum terpisah oleh lautan seperti sekarang, manusia bumi, bebas berjalan kaki, melakukam hidup nomaden dari Afrika, ke Asia, dari Asia menuju kepulauan nusantara demikian sebaliknya. Itu artinya menurut Patrick Lumbanradja, merupakan suatu keniscayaan sekaligus anugerah luar biasa bagi kita, bahwa sesungguhnya manusia nusantara khususnya berada dalam payung peradaban yang sama.” Jadi karena kita semua saudara, kita mesti saling mendukung, bahu-membahu membangun Indonesia untuk lebih baik lagi, tandasnya. “ Kami yang berada di danau pesisir danau toba merasa begitu dekat dengan saudara-saudara kami yang lainnya, apalagi dengan Bali. Banyak peradaban budaya Bali yang begitu identic dengan kami, contoh penggunaan benang/kain tri warna (merah, putih hitam), dipakai juga di pulau Samosir. Menurut dia, kebhinekaan adalah anugerah indah bagi Indonesia dan kita patut mensyukurinya.
Sementara itu, Prof Dr. I Putu Gelgel, S.H.,M.Hum. yang menjadi narasumber pamungkas menyampaikan bahwa saat ini  negara Pancasila menghadapi berbagai tantangan seperti intoleransi yang mengarah kepada radikalisme, serta berbagai kesenjangan khususnya kesenjangan ekonomi. Prof Gelgel juga sepakat dengan para narasumber sebelumnya tentang bagaimana upaya-upaya strategis yang perlu dilakukan dalam membumikan Pancasila. Disatu sisi, Dekan Fakultas Hukum Universitas Hindu Indonesia Denpasar ini menggarisbawahi, perlunya keteladanan para pemimpin disemua tingkatan. “Para pemimpin di semua level harus memberi contoh kepada rakyatnya,tegas Prof Gelgel. Selain itu menurutnya, adanya paham atau ideology totaliter turut menjadi ancaman hakekat kebangsaan. Ideologi totaliter adalah suatu paham yang mengklaim bahwa idiologinya adalah merupakan kebenaran yang mutlak, serta menuntut ketaatan tanpa reserve. Pengikutnya dilarang  memperhatikan suara hati mereka, kewajibannya adalah taat tanpa reserve (ketaatan mutlak), siapa yang tidak taat disingkirkan. Solusi yang ditawarkannya adalah segenap komponen bangsa harus terus berupaya memupuk semangat kebangsaaan, mau belajar dari sejarah, memperkuat ideology Pancasila, NKRI dan Kebhinekaan bangsa secara massif dan sungguh-sungguh. Namun yang tak kalah pentingnya menurut Prof Gelgel adalah, para pemimpin hendaknya mampu memberikan teladan, Ing Ngarso Sung Tulodo, mulai dengan cara-cara yang sederhana misalnya, pemimpin dan keluarganya menjauhkan diri dari pola hidup berpoya-poya, tidak melakukan korupsi dan lain sebagainya. Dalam pemaparan pamungkasnya, Prof Gelgel menyitir pesan dari Bapak Proklamator RI, Soekarno:’ “Andai kau tahu, Pancasila kami bentuk dengan darah dan air mata. Semua itu semata-mata agar kalian tidak berkelahi anak-anakku”
Acara yang hampir berlangsung 4 jam ini diakhiri dengan penyerahan e-certificate secara virtual kepada para narasumber dan moderator. Pembawa acara pada kesempatan tersebut adalah seorang anak muda yang sangat aktif di kegiatan kepemudaan di Bali, Dewi Yunairi, S.Fil.