Denpasar (Metrobali.com)-

Sejumlah pakar dari kalangan akademisi, praktisi, dan budayawan ngumpul bareng dalam peluncuran dan sekaligus diskusi buku berjudul Soroh Pande di Bali, di gedung Pascasarjana Unud Denpasar, Selasa (25/9). Diskusi buku ini menghadirkan para narasumber di antaranya Drs. I Made Jiwa Atmaja, Prof. Dr. AA Bagus Wirawan, Sira Mpu Sri Dharmapala Vajdrapani, Dr. Ir. Ni Ketut Pande Jayanti, dan Prof. Dr.phil, I Ketut Ardhana.

Buku ini diterbitkan oleh Udayana University Press dan ditulis oleh Jean Francois Guermonprez serta diterjemahkan oleh Symsul Alam Paturusi bersama Widiastuti, dan Jiwa Atmaja sebagai editor. Buku dengan sampul warna merah gelap bervisual sosok tua dan muda sedang mengasah pedang ini terbagi dalam enam bab dalam 395 halaman.

Buku hasil riset manuskrips, teks, dan kajian lapangan ini disajikan dengan lengkap, mendalam sebagai bentuk perlawanan budaya untuk memformulasikan diri, sehingga sangat layak dibaca baik dari kalangan segi antropologi, sejarah, sastra dan etnografi untuk sebuah penyadaran publik terhadap kebudayaan Bali. Terutama mengenai kesusastraan tradisional agama dan penduduk Bali asli khususnya dari soroh pande di Bali.

Rektor Unud Denpasar, Prof. Dr. dr. I Made Bakta, berharap buku Soroh Pande di Bali yang sangat ilmiah ini dapat memberikan penyadaran publik terhadap pemahaman dari keragaman warna (bukan kasta) terkait soroh Pande di Bali. Selain itu, juga mampu membuka wawasan para kaum intelektual dalam mencapai keilmuan demi kebijaksanan. “Seperti halnya motto kerja Unud, Taki Takining Sewaka Guna Widya, mengejar ilmu pengetahuan sekaligus kebijaksanaan,” jelasnya.

Dengan begitu, soroh tidak disalahartikan dan disalahgunakan untuk kepentingan persekusi kelompok masyarakat tertentu. Terlebih lagi, untuk menghambat perubahan kemajuan paradigma kritis globalisasi dalam mencapai kehidupan yang lebih menyejahterakan. Intinya konsep warna diharapkan betul-betul mampu menjadi tatanan nilai dan norma sosial yang cerdas dalam upaya membangun paradigma kritis di kalangan khalayak publik.

Lebih jauh, Drs. I Made Jiwa Atmaja, mengatakan buku ini mengungkap secara mendalam soroh Pande dari dua arah yang saling melengkapi, dan lebih dekat dengan bentuk budaya dan isi dari ideologi tentang kajian Pande di Bali. Diakuinya, sebutan Pande merupakan gelar yang digunakan untuk menunjukan pengerajin logam tanpa hubungan tumpang tindih satu sama lainnya.

Hal ini menurutnya merujuk pernyataan dari revolusi pengerajin logam pada sebuah masyarakat yang nyata dalam sejarah. Dan, harmoni ini bukan secara kebetulan menimbulkan masalah hubungan antara ras dan pekerjaan. Diharapkan, buku ini mampu memberikan akses ke tekstur mental dan budaya untuk mendalami kekerabatan kelompok bergelar dan wangsa Pande. IJA-MB