Lawan Kapitalisme

Menarik kritik Amin Rais dalam Cakrawala Islam (1999) tentang kapitalisme. Menurutnya secara teoritis kapitalisme memberikan kesempatan sama (equality of opportunity) kepada setiap anggota masyarakat. Namun, dalam kenyataannya, ia bersifat diskriminatif bahkan rasis. Diskriminasi ini wajar saja terjadi, karena idelogi ini menjadikan kepemilikan modal sebagai panglima dalam kehidupan. Atas nama kebebasan kepemilikan modal siapapun bisa membeli apa saja dan menguasainya. Asal punya uang, anda bisa membeli apapun. Kalau itu sebatas rumah, mobil tentu tidak begitu mengkhawatirkan. Namun, kalau berkaitan kepemilikan umum seperti air, listrik, hutan, minyak dan tambang emas, jelas sangat berbahaya. Penguasaan swasta terhadap air akan membuat rakyat kecil sulit mendapat air. Penguasaan minyak dan tambang emas oleh swasta menyebabkan eksploitasi kekayaan alam oleh sekelompok orang dengan mengorbankan rakyat.

Diskriminasi juga terjadi dalam pelayanan public. Kualitas pelayanan public ditentukan oleh kekuatan modal. Yang punya uang akan mendapatkan pelayanan transportasi yang baik, ber-AC, tepat waktu, dan dilayani dengan full senyum. Yang miskin terpaksa rela berdesak-desakan, bahkan berdiri saja susah, dan jangan harap dilayani dengan senyum. Kalau sakit, yang kaya akan mendapatkan pelayanan medis secara optimal. Sebaliknya yang miskin sering harus menangguhkan pergi ke rumah sakit, mengingat biaya yang mahal. Kalaupun terpaksa ke rumah sakit, yang miskin akan mendapat pelayanan asal-asalan. Ironi yang sama terjadi di dunia pendidikan. Kualitas pendidikan rakyat ditentukan oleh kekuatan modal. Yang punya uang bisa masuk sekolah unggulan dengan kualitas pendidikan optimal; sarananya juga serba lengkap (mulai dari computer berikut fasilitas internet, perpustakaan, laboraturium, hingga gedung yang full AC). Yang tidak punya uang harus siap-siap dengan mutu pendidikan yang serba kurang. Jangan mimpi untuk bisa bersekolah tinggi. Makin tinggi sekolah, makin mahal biayanya. Padahal bagi yang miskin, jangankan pendidikan yang mahal, untuk makan saja susah.

Diskriminasi pendidikan pada gilirannya akan menimbulkan konflik sosial. Orang kaya dengan pendidikan yang bagus tentu memiliki peluang kerja yang lebih baik dengan penghasilan yang tinggi. Sebaliknya, yang miskin, karena SDM-nya kurang baik, akan lebih sulit mencari pekerjaan dengan gaji yang layak. Jadilah di tengah masyarakat muncul polarisasi antara mereka yang miskin dan yang kaya. Kesenjangan ini akan menjadi potensi konflik sosial yang tinggi. Pendidikan yang diskriminatif ini juga akan memperlemah Negara. Negara akan gagal menciptakan generasi muda yang berkepribadian dan berkualitas.

Meskipun berbagai upaya dilakukan dalam perbaikan penyediaan layanan bagi masyarakat, namun polarisasi adalah satu kepastian yang tak terbantahkan dalam masyarakat kapitalistik! Betapa tidak, titah yang konsisten diemban oleh kapitalisme adalah menempatkan keuntungan materi diatas segalanya. Itulah prinsip dasar kapitalisme dalam membangun masyarakat. Lantas keadilan seperti apa lagi yang bisa diharapkan dalam system kapitalisme sekuler ini? Equality of opportunity yang dijanjikan kapitalisme dengan prinsip kebebasannya (liberal) hanyalah harapan utopis (kosong) mengingat tak ada satupun di dunia ini orang yang memiliki kekuatan yang sama, lalu bagaimana mungkin kesempatan itu juga akan sama? Itu artinya penerapan kapitalisme dalam mengatur masyarakat tak beda jauh dengan penerapan kembali aturan rimba. Siapa yang lebih kuat dialah yang berkuasa, lalu bagaimana dengan yang lemah? Itu adalah urusan anda, begitulah jawaban kapitalisme yang secara prinsip pun akan melahirkan corak hidup yang individualis. Kentalnya kehidupan sekuler kapitalis , individualis  yang bersimbiosis dengan gaya hidup hedonis akan menghapus semua nilai di dalam kehidupan kecuali hanya menyisakan satu nilai yaitu nilai materi semata. Apalah jadinya kehidupan ini, bisa dibayangkan betapa hancurnya hidup dalam satu nilai saja yaitu materi, tak ada lagi rasa kemanusiaan,  moral, bahkan spiritual. Dan itu telah kita dapatkan sejak kapitalisme mulai dipaksakan untuk diterapkan sejak abad 19M  hingga kini.

Penulis             : Tri Ayuning S, S. Si

Alamat             : jl. Nangka, no.28 loloan barat, Negara Jembrana-Bali

Phone              : 081.916.110.962