Denpasar (Metrobali.com)-

Dalam upaya mencetak generasi emas bangsa, sesuai amanat UUD’45 dan UU Sisdiknas, Disdikpora Bali secara intensif meningkatkan kinerja jajarannya dalam pelayanan publik. Terutama mengoptimalisasi peranan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam mencetak karakter bangsa. Yakni generasi emas bangsa yang berkualitas, cerdas, kreatif dan kompetitif, serta memiliki daya saing global.

Dalam konteks ini, sekolah dituntut untuk meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan prima kepada publik dengan mengoptimalisasi tiga pilar tindakan edukatif dan komunikatif. Mulai dari upaya penyadaran dimana siswa mempunyai tugas  yang amat berat baik terhadap tantangan masa depan, dan bela negara serta berbagai persoalan lingkungan, seperti penyakit HIV/AIDS, pengangguran, buta aksara/pendidikan, perusakan lingkungan dan berbagai persoalan lainnya.

Di samping itu, juga upaya pemberdayaan siswa melalui berbagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kecapakan/keterampilan, dan lainnya. Selain itu, sekolah dituntut mampu mengembangkan kepemimpinan dan kewirausahaan. Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan, baik dalam dunia pendidikan formal maupun nonformal, serta berbagai kegiatan pembinaan siswa oleh pemerintah dan organisasi kepemudaan lainnya.

Demikian diungkap Kepala Disdikpora Bali, AAN Gde Sujaya, Jumat (14/9) kemarin. Dia menegaskan sangat prihatin dengan realitas generasi emas bangsa (siswa) saat ini yang telah tergerus gaya hidup konsumtif dan hedonis yang dipicu kepentingan kapitalisme global. Di mana sebagian besar dari siswa itu sudah mulai meninggalkan tatanan nilai dan norma serta etika sosial sebagai cermin kepribadian dari karakter bangsa, yang menjunjung tinggi kebudayaan bangsa yang adiluhung.

Menurutnya, tindakan kekerasan, kejahatan, hingga perilaku seks bebas, dan penyakit HIV/ADIS yang dominan dari kalangan usia produktif berstatus pelajar hingga kini semakin memprihatinkan dan bagaikan bola salju. Selain itu, yang paling ditakuti adalah ketika embrio dari berbagai tindakan penyimpangan itu nantinya berubah dan menjelma sebagai terorisme. “Pihaknya, sangat prihatin akan kondisi tersebut. Makanya, berbagai upaya strategis pun kini mulai diupayakan. Guna menekan gejolak sosial dari arus negatif budaya global tersebut,” tegasnya.

Lebih jauh, dia menambahkan bahwa tiga pilar tindakan edukatif dan komunikatif harus mampu diterapkan sekolah secara konkret. Guna memberikan pelayanan prima kepada publik dalam upaya mengantisipasi dampak negatif arus budaya global yang dapat mengancam kepribadian dari karakter bangsa, generasi emas bangsa di masa depan. “Sekolah harus lebih proaktif dan ekstraketat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan bagi setiap anak didiknya baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah secara berkelanjutan,” desaknya, agar terhindari dari tindakan anarkisme yang dapat merusak masa depannya. IJA-MB