Kepala Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Ir. M.A. Dezire Mulyani, M.Si saat mengenakan Ulos khas Samosir, saat melakukan studi komparatif di Kabupaten Samosir.

 

Samosir (Metrobali.com)-

Dinas  Pariwisata Kota Denpasar, dari tanggal 26 s.d 28 April 2018 melakukan studi Komparatif  ke Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara, Studi ini dilakukakan untuk memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan serta peluang dan hambatan yang dialami Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir dalam mewujudkan kelembagaan pariwisata Samosir yang berkelanjutan, khususnya pada Sustainable Tourism Observatory (STO) Samosir.

Dibawa pimpinan Kepala Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Ir. M.A. Dezire Mulyani, M.Si mencoba untuk mengumpulkan berbagai data dan informasi tentang pariwisata di Kabupaten Somasir utamanya pariwisata Danau Toba. Dalam kesempatan itu, tim dari Dinas Pariwisata Kota Denpasar ini juga diundang menyaksikan penyelenggaraaan Festival Gondang Naposo 2018 yang dilaksanakan di Pantai Pasir Putih Tanarabun, Keca¬matan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Ir. M.A. Dezire Mulyani, M.Si Festival mengatakan, bahwa Denpasar menganggap penting melakukan studi kompartif ke kabupaten Samosir. ‘’Studi komparatif bidang pariwisata ini akan dicoba diterapkan di Kota Denpasar. Dan, kunjungan ini sangat memberi manfaat karena bertepatan dengan Festival Gondang Naposo 2018,’’ kata , Ir. M.A. Dezire Mulyani, M.Si, Minggu (29/4).

Sementara itu, Bupati Kabupaten Samosir Drs. Rapidin Simbolon, MM saat membuka Festival Gondang Naposo 2018  mengatakan,bahwa kegiatan ini diselenggarakan sebagai rangkaian event budaya Horas Samosir Fiesta 2018 yang ditujukan untuk mengembangkan kepariwisataan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Samosir.

Dikatakan, sebagai salah satu atraksi budaya, Festival Gondang Naposo merupakan ‘jembatan’ bagi para naposo bulung (muda-mudi) menemukan rokkap ni tondi-nya (jodoh). Melalui kegiatan manortor (menari), para naposo bulung saling berkenalan, dan bila merasa cocok, bisa kualitas perkenalan bisa ditingkatkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Pada pembukaan festival, lanjut  Ir. M.A. Dezire Mulyani, M.Si  tim juga diajak berpartisipasi untuk manortor lengkap dengan menggunakan ulos (kain tra¬disional Batak) yang dipinjamkan oleh panitia. Setelah 2 pasang regu peserta saling beradu ketrampilan manortor, Tim meninggalkan lokasi festival untuk berdiskusi dengan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir yang mengundang Tim untuk makan siang.

Menurut Dr. Ir I Putu Eka Kencana salah seorang Tim STO dari Unud mengungkapkan, dari hasil Studi Komparatif  Dinas Pariwisata Bali ditemukan berbagai masalah di masyarakat. Berbagai faktor mengapa pariwisata  di Kabupaten Samosir adalah ketidakmenarikan pariwisata yang berkembang di daerahnya untuk dipilih sebagai sumber mata pencaharian.Untuk itu, masyarakat di Samosir lebih memilih merantau ke luar daerah dibandingkan meningkatkan ketrampilannya di bidang pariwisata yang sedang berkembang atau menekuni profesi sebagai petani dan atau pedagang yang secara tradisional merupakan mata pencaharian mereka.

Hasil lainnya, dari sisi kepemilikan sarana pariwisata, meski ada sebagian yang dimiliki oleh masyarakat lokal, akomodasi wisata yang ‘berkelas’ lebih banyak dimiliki oleh orang luar daerah;  Belum adanya usaha untuk melibatkan secara aktif pengusaha pariwisata di Kabupaten Samosir untuk membangun kepariwisataan Samosir yang berkualitas. Inisiatif pengembangan sebagian besar berasal dari insiatif pemerintah daerah. Hal ini disampaikan secara langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir saat berdiskusi dengan Bapak Wayan Parka, anggota Tim yang mewakili Yayasan Pembangunan Sanur.

Dikatakan, masalah lainnya adanya kecenderungan pengembangan STO Samosir masih belum dilakukan secara terintegrasi antarpemangku (stakeholders) kepentingan. Unsur STO cenderung lebih mengedepankan kepentingan sesaat dibandingkan mengupayakan keberlanjutan kepariwisataan Samosir. Sebagai misal, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir menyebutkan adanya keinginan salah satu unsur STO untuk merancang mesin penggiling kopi menggunakan biogas, yang dirasakannya tidak sejalan dengan misi STO Samosir;

Dikatakan, terlepas dari telah dipromosikannya event budaya Samosir, termasuk Festival Gondang Naposo 2018 yang dipromosikan di koran setempat dan beberapa jejaring sosial media, ternyata masih belum mampu manarik wisatawan berkunjung ke Samosir.

Belum adanya promosi yang terintegrasi dan perencanaan yang terkoordinasi antara pemerintah daerah sebagai inisiator event, asosiasi industri pariwisata (PHRI, HPI, dan lainnya) yang ‘mengenal’ pasar, serta masyarakat ditengarai merupakan penyebab dari rendahnya kunjungan wisatawan ke festival ini.

Dan, hal penting lain yang teramati dari festival ini adalah rendahnya keterlibatan masyarakat bukan peserta yang turut menyaksikannya. Meskipun dinyatakan oleh ketua masyarakat adat di kabupaten ini yang menyatakan dukungan adat secara penuh, observasi Tim menunjukkan sosialisasi dari tokoh-tokoh formal (kepala desa dan lainnya) dan tokoh-tokoh non-formal (pihak alim ulama, adat) kepada anggota masyarakat yang dipimpinnya rupanya masih perlu ditingkatkan. Hal ini sangat penting agar tidak muncul kesan bahwa event budaya yang dirancang bersifat top-down semata yang tidak akan menjamin keberlanjutan pariwisata.

Dikatakan, belajar dari beberapa kelemahan yang teramati pada hasil studi ini, maka sinergitas antara Pemerintah Kota Denpasar cq. Dinas Pariwisata, asosiasi industri (PHRI, BPPD, HPI, dan asosiasi lainnya), organisasi tradisional masyarakat (banjar), serta lembaga-lembaga masyarakat (Yayasan Pembangunan Sanur), dalam mewujudkan kepariwisataan Kota Denpasar yang berkelanjutan yang mampu memberikan manfaat kepada seluruh partisipan (pemerintah, masyarakat, industri, pun wisatawan) mutlak dibangun dan ditingkatkan.

Editor : Hana Sutiawati