Foto: Anggota Komisi XI DPR RI I Gusti Agung Rai Wirajaya dalam sambutannya pada acara penyerahan bantuan sembako di Kantor KPw BI Provinsi Bali, Rabu (24/6/2020).

Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Komisi XI DPR RI, I Gusti Agung Rai Wirajaya mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas perekonomian bangsa Indonesia khususnya di bidang moneter sehingga tidak terjadi kontraksi yang lebih tajam dan dalam di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19.

“Kita apresiasi BI tidak cetak uang. Lalu BI turunkan BI 7 Day Reserve Repo Rate, mampu jaga inflasi, jaga nilai tukar rupiah dan cadangan devisa. Jadi saya acungi jempol BI mampu jaga stabilitas moneter,” ujar Rai Wirajaya.

Hal ini disampaikan saat dirinya bersama Kepala KPw BI Provinsi Bali Trisno Nugroho menyerahkan bantuan berupa 1.750 paket sembako (berisi beras, minyak goreng gula, dll) kepada sejumlah kelompok UMKM binaan BI Bali dan sejumlah banjar di Kantor KPw BI Provinsi Bali, Rabu (24/6/2020).

Bank Indonesia (BI) 7 Day Reserve Repo Rate (BI7DRR) diturunkan 25 bps pada Juni 2020. Penurunan dilakukan setelah dua bulan berturut-turut BI mempertahankan suku bunga kebijakan pada April dan Mei 2020. Secara total, BI sepanjang 2020 telah menurunkan suku bunga sebanyak 75 bps.

Suku bunga diturunkan sejalan dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian dan mendorong pemulihan ekonomi di era covid-19. Selanjutnya, ruang penurunan suku bunga masih terbuka, seiring rendahnya tekanan inflasi, terjaganya stabilitas eksternal dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Suasana seperti ini rupiah sempat nyungsep tapi BI mampu menjaga nilai tukar rupiah dengan baik karena banyak yang investasi ke dalam negeri. Cadangan devisa kita 137 M USD juga cukup bayar impor selama 7 bulan lebih,” ungkap Rai Wirajaya.

Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan dan perbankan ini sepakat memberikan kesempatan BI masuk ke pasar perdana, sebelumnya hanya pasar sekunder.

BI bisa langsung membeli ketika pemerintah mengeluarkan SBN (Surat Berharga Negara), tidak melalui perbankan. Sehingga perputaran sistem pembayaran yang memang tugas dari BI terus berjalan dan bergerak.

Pembahasan pemerintah dengan BI menyatukan surat utang jadi satu dalam bentuk SBN, tidak seperti dulu dimana BI mengeluarkan surat utang dalam bentuk SBI (Surat Bank Indonesia). Jadi sekarang yang ada pemerintah hanya mengeluarkan surat utang dalam bentuk SBN dan BI bisa bermain di pasar perdana.

“SBN ini saling terintegrasi dalam bentuk Komite Stabilitas Sistem Keuangan, lebih aware sehingga moneter tidak jatuh lebih dalam, ini bergerak pelan-pelan untuk memulihkan ekonomi nasional,” jelas politisi PDI Perjuangan asal Peguyangan, Denpasar ini.

Di masa pandemi covid-19, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2020 di banyak negara menurun tajam. Diproyeksikan kontraksi ekonomi ini berlanjut sampai dengan triwulan III 2020, dan Bank Indonesia memperkirakan ekonomi global 2020 mencatat pertumbuhan negative 2,2%.

Pertumbuhan ekonomi nasional juga diperkirakan menurun pada triwulan II 2020. Ekspor menurun sejalan dengan kontraksi perekonomian global, sementara konsumsi rumah tangga dan investasi menurun sejalan dampak kebijakan PSBB yang mengurangi aktivitas ekonomi.

Ekonomi diperkirakan akan mulai menguat pada triwulan III 2020 sejalan relaksasi PSBB sejak pertengahan Juni 2020 serta stimulus kebijakan yang ditempuh. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan menurun pada kisaran 0,9% – 1,9% pada 2020 dan kembali meningkat pada kisaran 5,0% – 6,0% pada 2021.

Sementara itu, Kepala KPw BI Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan dalam merespon perlambatan ekonomi ini, BI menempuh bauran kebijakan yang terdiri dari enam aspek penting.

Pertama, menurunkan suku bunga kebijakan (BI7DRR). Kedua, melakukan stabilisasi dan penguatan Rupiah melalui peningkatan intensitas kebijakan intervensi baik di pasar spot, Domestic Non Deliverable Forward  (DNDF), maupun pembelian SBN di pasar sekunder.

Ketiga, memperluas instrument dan transaksi di pasar uang dan pasar valas. Keempat, melakukan injeksi likuiditas (Quantitative Easing) ke pasar uang dan perbankan. Per 1 Agustus 2020, Bank Indonesia akan memberikan jasa giro sebesar 3% kepada bank yang memenuhi kewajiban GWM.

Kelima, melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial. Keenam, menjaga kemudahan dan kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai untuk mendukung berbagai transaksi ekonomi dan keuangan.

“Selain bauran kebijakan tersebut, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Trisno Nugroho. (wid)