Denpasar, (Metrobali.com)

Aksi sindikat mafia tanah Sesetan Denpasar kian meresahkan. Bagaimana tidak, Hendra warga pengontrak tanah Ketut Gede Pujiama di Jalan Batas Dukuh Sari Gang Merak, Sesetan Denpasar mengaku beberapa hari lalu didatangi oknum berbaju hijau. Kedua orang itu mengintip rumahnya sambil mengambil foto. Lebih meresahkan lagi, Selasa (4/8) rombongan Pol PP Denpasar dipimpin Kabid Penegakan Perda, I Made Poniman mendatangi rumah Hendra. “Ada sekitar delapan sampai sepuluh orang yang datang ngakunya ada laporan dari Muhaji anggota tentara,” ujar Hendra ditemui di rumahnya.
Pol PP kata Hendra, menanyakan perihal bangunan rumahnya. “Saya jelaskan saya bangun diatas tanah kontrak resmi ke Pujiama sejak 2014 hingga 2042 mendatang,” ujar Hendra.
I Made Poniman dikonfirmasi di Kantornya Jalan Kecubung Denpasar membenarkan telah mendatangi Hendra di rumahnya berdasarkan laporan Muhaji. Poniman berdalih kedatangannya itu mengecek perijinan rumah bukan terkait sengketa baik perdata maupun pidana. “Sudah kita jelaskan ranah kita soal IMB, makanya kita ajak juga Dinas PUPR,” jawab Poniman.
Pol PP datang ke rumah Hendra sudah beberapa kali. Sebelumnya Pol PP datang bersama beberapa orang bahkan Pol Pol PP pernah memeriksa Hendra di kantornya. Lantas kenapa Pol Pol PP agresif ke lokasi dengan obyek sasaran sama? “Ini sesuai laporan nanti kita periksa juga kalau rumah lainnya tidak berizin,”kilah Poniman.

Sementara itu Wihartono selaku kuasa hukum Pujiama menyayangkan tindakan Sat Pol PP mendatangi rumah yang dikontrak Hendra.
“Sangat saya sesalkan kejadiannya. Karena jelas, bahwa perkara pemalsuannya sedang diselidiki Polda Bali ternyata ada campur tangan dari instansi yang ikut dalam proses penyelidikan,”ujar Wihartono.

Dijelaskan Wihartono, Sat Pol PP tidak pernah masuk ranah pidana. Dia hanya sebagai penegak perda. Pihak Muhaji sebagai pemegang hak sertipikat yang patut diduga bukan pembeli beritikad baik. Muhaji disebutkan Wihartono memegang hak baru tahun 2020 tepatnya 1 April 2020 . Sementara bangunan dua lantai itu sudah ada sejak Hendra mengontrak tahun 2014 lalu. “Kesewenang-wenangan Satpol PP menggerudug dengan jumlah banyak, saya kira over acting. Sebaiknya walikota Denpasar patut mencurigai adanya penggunaan kekuasan Pol PP melakukan pengusiran atau pengosongan padahal bukan ranah Sat Pol PP,” tegas Wihartono.

Pengacara yang kerap menangani perkara perdata itu berharap Pol PP ataupun instansi terkait tidak berlebihan di masa pandemi covid 19 apalagi over kekuasaan.

Wihartono juga membantah bila Muhaji telah menguasai tanah itu sejak 2017. “Bagaimana mungkin, sedangkan sertifikat baru terbit 2018. Dimana peranan pihak Muhaji?,” tanya Wihartono heran. “Disanalah kelihatan, diduga Muhaji bagian sindikat mafia tanah.Melakukan cara-cara presure pada masyarakat yang awam hukum,” tuding pengacara pentolan PBHI Bali ini.
Wihartono berharap polda mencermati atau melakukan penyelidikan keterkaitan Sat Pol PP dalam kasus ini. Apalagi Muhaji sebagai anggota TNI aktif akhir akhir ini kerap melakukan tindakan. “Kami menduga keterlibatan baik bahasanya baju dinas hijau ada di lokasi. Melakukan penyelidikan intervensi terhadap masyarakat yang ada disana. Kami minta stop! Kami akan melaporkan orang yang kami duga melakukan intervensi ini,” tegas Wihartono.
“Saya kira dalam waktu dekat polda segera menaikan perkara ini dari dumas ke laporan polisi dan mangungkap siapa yang terlibat dalam sidikat mafia tanah,” imbuh pengacara yang hobi otomotif ini. (Nanto)