MetroBali

Selangkah Lebih Awal

Dialog Infrastruktur Pembawa Pesan Persaudaraan Indonesia-Afrika

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berfoto bersama para delegasi peserta Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika (IAID) 2019 di Nusa Dua, Bali, Selasa (20/8/2019). (Kemlu RI)

Jakarta (Metrobali.com) – 
Dialog Infrastruktur Indonesia-Afrika (IAID) sukses digelar pada 20-21 Agustus 2019 di Nusa Dua, Bali.

Acara yang diinisiasi oleh Kementerian Luar Negeri, sebagai bagian diplomasi ekonomi RI ke Afrika itu, dihadiri lebih dari 700 peserta dari 53 negara.

IAID 2019 merupakan kelanjutan dari Forum Indonesia-Afrika (IAF) 2018 yang diselenggarakan untuk memperkuat kerja sama ekonomi dengan menggarap pasar non-tradisional, salah satunya di Afrika.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam pembukaan IAID 2019 menyatakan bahwa rakyat Indonesia dan Afrika adalah saudara.

Persaudaraan itu terjalin melalui perjuangan bersama melawan kolonialisme, yang kemudian dideklarasikan kepada dunia dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) yang digagas Presiden pertama RI Soekarno, 64 tahun yang lalu.

Berangkat dari semangat persaudaraan itu, Presiden Jokowi mengajak rakyat Indonesia dan Afrika bersatu melalui kerja sama yang sifatnya konkret dan mendatangkan manfaat bagi kedua pihak.

“Indonesia siap dan senang bekerja sama dengan saudara-saudara kami di Afrika. Indonesia is your true partner, your trusted friend,” ujar Jokowi.

Presiden Jokowi secara khusus menyampaikan kesiapan Indonesia untuk membantu pembangunan infrastruktur di Afrika, dengan keberadaan BUMN dan perusahaan swasta yang kuat dan berpengalaman.

Entitas bisnis yang dimiliki Indonesia, telah terbukti mampu membangun infrastruktur di tengah tantangan, seperti kondisi geografis yang berat dan kondisi iklim yang ekstrem.

BUMN dan perusahaan swasta Indonesia juga memiliki kemampuan membangun infrastruktur modern perkotaan.

Karena itu, sebagai saudara seperjuangan, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia sangat terbuka untuk bekerja sama guna mendorong kesejahteraan seluruh bangsa Afrika.

Melalui pembangunan infrastruktur, Afrika dapat mewujudkan pemerataan dan menjangkau daerah-daerah terluar, serta meningkatkan keterhubungan untuk memperbaiki disparitas harga dan kesenjangan ekonomi.

Infrastruktur menjadi isu yang paling disorot dalam IAID 2019, karena Indonesia dan Afrika menganggap sektor ini sebagai prioritas tinggi untuk pembangunan di masa depan.

Menurut Global Infrastructure Outlook dari Global Infrastructure Hub, kebutuhan investasi untuk berbagai proyek infrastruktur di Afrika dari 2016 hingga 2040 berjumlah 6 triliun dolar AS, setara dengan 5,9 persen dari PDB yang didedikasikan untuk infrastruktur dalam periode ini.

Sementara itu, Indonesia memperkirakan kebutuhan infrastrukturnya akan mencapai 1,7 triliun dolar AS dalam kurun waktu yang sama.

Selain itu, Afrika yang saat ini memiliki 1,2 miliar populasi dinilai sebagai pasar yang sangat potensial bagi Indonesia, bukan hanya untuk pembangunan infrastruktur tetapi juga perdagangan dan investasi.

Perwakilan Tinggi Uni Afrika untuk Pembangunan Infrastruktur Raila Odinga melihat Indonesia memiliki pengalaman dalam pengembangan infrastruktur untuk menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lain.

Pembangunan inilah yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi dan berimbas positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Indonesia memiliki kelebihan di industri dan penyediaan infrastruktur transportasi. Saya lihat itu dapat dikembangkan di Afrika. Sejumlah negara Afrika memiliki kendala dalam keterhubungan antarkawasan. Moda transportasi dan infrastruktur jalan masih terbatas,” tutur Odinga yang hadir sebagai panelis dalam salah satu diskusi IAID 2019.

Selain dukungan di sektor infrastruktur, Afrika juga berharap Indonesia menanamkan lebih banyak investasi berupa pabrik-pabrik manufaktur di beberapa negara Afrika.

Selama ini, Afrika memiliki sumber daya alam yang melimpah tetapi belum didukung dengan industri yang memadai. Pada akhirnya, negara-negara Afrika lebih banyak mengekspor bahan mentah dan mengimpor produk jadi.

Benua Afrika sering dianggap paling miskin dari segi ekonomi, padahal kami paling kaya sumber daya alam, padahal punya kapas, sumber daya mineral, bahan baku kimia, dan banyak hasil perkebunan.

“Saya rasa apa yang kami miliki ini bisa digarap Indonesia. Maka itu, kami lihat ini adalah saat yang tepat untuk berkumpul dan membicarakan ke mana arah kerja sama kita selanjutnya,” ujar Ondiga. (Antara)