Dhamantra
Dhamantra (pakai udeng batik)/MB
Denpasar (Metrobali.com)-
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Nyoman Dhamantra di Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS), Minggu (27/3) menyerukan kepada seluruh masyarakat Bali menolak rencana Reklamasi Teluk Benoa. Batal atau tidaknya reklamasi teluk Benoa ini sangat tergantung kepada Gubernur. ”Apabila Gubernur meminta Presiden Jokowidodo mencabut Perpre No.51 tahun 2014 maka akan menjadi bahan pertimbangan presiden, ” kata Nyoman Dhamanta di acara Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS), Minggu (27/3).
Dikatakan, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menyebut apabila pencabutan masalah Perpres 51 Tahun 2014 saat ini ialah tanggung jawab Pemerintah Pusat.  Seruan orang nomor satu itu mendapat respon dari Anggota DPR RI Komisi VI bidang Investasi dan BUMN, Nyoman Dhamantra. Dhamantra meminta supaya kebijakan pencabutan itu dijauhkan dari unsur politik dan lebih kepada pendekatan pada sisi tuntutan moral masyarakat Bali.
Dhamantra menyebut, apabila reklamasi atau ijin proyek itu tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada perubahan yang dilakukan oleh Pemprov Bali. Singkatnya, dahulunya Pemprov Bali meminta supaya ada perubahan Perpres 45 menjadi Perpres 51. Dan akhirnya ijin proyek itu pun berjalan mulus. “Jadi, jangan membenturkan masyarakat ke Pusat. Gubernur tidak boleh menggiring opini ke pusat. Kalau mau mencabut Perpres No. 51/2014,  Gubernur Bali sesungguhnya mempunyai kewenangan untuk melakukan rekomendasi lagi, jika kawasan Teluk Benoa tidak bisa di Reklamasi,” tegas Dhamantra.
Dan ketika masyarakat begitu besar menolak, sambungnya, maka sepatutnya Gubernur Bali mampu mendengarkan masyarakatnya. Yakni, meminta lagi kepada Presiden untuk ijin rekalamasi itu dicabut. Bukan malah meletakkan masalah ini ke pusat. “Orang awalnya yang meminta adalah Pemprov, kalau sekarang dicabut Pemprov juga berwenang. Jadi pusat itu menuruti daerah, karena kewenangan menyangkut hal itu,” imbuhnya.
Dhamantra menyebut, kewenangan itu menyangkut dalam UUD (Undang Undang Dasar) dalam Pasal 18b, yang terdiri dari dua butir.
Butir pertama, yaitu Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang. Ke dua, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
“Sekarang sudah 28 Desa Adat yang menolak, lantas apa yang harus dipikirkan lagi oleh Pemerintah? UU 18b sudah menyatakan dengan tegas. Itu yang harus dijunjung tinggi,” tukasnya.
Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) mengulik sejumlah persoalan pagi ini, Minggu (27/3/2016). Dalam sejumlah persoalan itu, salah satu topik menarik ialah menyangkut Transmigrasi yang menjadi program Gubernur Bali, Made Mangku Pastika. Itu menyusul seruan Anggota DPR RI Komisi VI Nyoman Dhamantra.
Mangku Pastika menyebut, bahwa dirinya lahir dari seorang anak Transmigran. Dan dari hal itu dirinya menjadi orang yang tangguh dan berdaya saing. Tentu saja, hingga mengulik pada prestasinya masuk dalam lingkungan Polri hingga menampuk jabatan sebagai Gubernur.
“Transmigrasi saya canangkan supaya masyarakat Bali lebih tangguh. Contohlah saya ini. Yang bisa berdaya saing,” ucap Mangku dalam sesi terakhir dalam momen pertemuan warga dan pemerintah di Lapangan Renon, Denpasar Bali itu.
“Kalau masyarakat Bali lahir, hidup dan besar di Bali, maka yang terjadi mereka akan lembek. Itulah kenapa saya canangkan program itu (Transmigrasi),” imbuhnya.
Pernyataan Mangku Pastika ini menuai kecaman keras dari Nyoman Dhamantra. Itu tak lain karena anggapan Transmigrasi adalah persoalan kelembekan, merupakan salah besar. Sebab, yang ditransmigrasikan adalah mereka yang terpinggirkan dan miskin di Bali.
”Tentu saja, itu adalah persoalan yang mesti dipikirkan pemerintah. Bukan malahan, membuat satu persoalan baru dengan melakukan program Transmigrasi. Ya jelas saja Transmigrasi itu ada untuk masyarakat miskin. Tapi, kan negara harus hadir untuk masyarakat miskin itu. Bukan malahan meminggirkan orang Bali dari tanah kelahirannya,” tegas Nyoman Dhamantra
Dhamantra menyebut, jika persoalan Transmigrasi itu tidak bisa hanya dipandang dari persoalan ekonomi semata. Alasannya, Bali merupakan pulau dengan devisa cukup tinggi di Indonesia. Namun kenyataannya, masih saja ada masyarakat yang terpinggirkan karena investasi yang besar masuk ke Bali.
“Dengan investasi yang begitu besar kenapa masyarakat di Bali masih miskin dan harus mencari nafkah ke luar Bali? Harusnya Pemerintah menggodok ini dan memberi solusi (bukan transmigrasi),” ungkapnya.
Daya saing itu juga harus diciptakan pemerintah untuk mengeluarkan masyarakat dari Bali. Apalagi, sudah terbukti, jika tidak ada investasi masuk ke Bali, kemudian membawa kesejahteraan bagi masyarakat kecil. Contohnya adalah masyarakat Nusa Penida, baru-baru ini.
“Apalagi jika Reklamasi itu terjadi, masyarakat Bali akan terpinggirkan. Sebab, belum ada bukti investasi hingga saat ini pro terhadap rakyat. Karena besarnya investasi di Bali, besar pula transmigrasi di Bali,” tukasnya. ‎RED-MB