Nyoman Dhamantra disambut Made Suardana, SH., saat berkunjung ke Posko Jalak Sidakarya

Anggota Komisi VI DPR RI, Nyoman Dhamantra/MB
Denpasar  (Metrobali.com)-

Anggota Komisi VI DPR RI, Nyoman Dhamantra,  meminta pemerintah Bali untuk pastikan anggaran krusial, dan untuk menggenjot produksi sektor unggulan Bali. Pasalnya, kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpotensi mengorbankan pertumbuhan ekonomi, dan menghambat upaya pemerataan.

Hal ini terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No. 125/PMK 07/2016. Menurut hemat Nyoman Dhamatra,  merupakan upaya Kemenkeu untuk mengefektifkan keuangan negara di daerah, dan sekaligus menghilangkan kebiasaan buruk daerah yang menjadikan lemahnya pengelolaan serapan anggaran dalam upaya mengelola “cash flow” ataupun saldo kas daerah.

Program “Pacman” ini lebih diarahkan guna dapat menguras habis saldo kas daerah, yang selama ini tersimpan di Bank Pembangunan Daera (BPD). Sehingga, kebijakan penundaan pencairan DAU ini merupakan “punhisment” , khususnya bg daerah yg gemar “menabung”kan saldo kasnya.

Dengan penundaan ini daerah diharapkan segera mencairkan saldo kasnya untuk dapat membayar kewajiban gaji PNS, serta program krusial sesuai dengan jadwal yang sudah di tetapkan.

Perlu diketahui, pemerintah sendiri melalui Menkeu memangkas anggaran kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah sebanyak Rp133,8 triliun dari APBNP 2016 ini. Sehingga kemungkinan target pertumbuhan yang dipatok sebesar 5,2% bisa tak tercapai. Adapun total besaran Danan Alokasi Umum (DAU) yang ditunda penyalurannya untuk Bali mencapai hampir Rp 650 miliar, yang rincianya meliputi Provinsi sebesar Rp. 154 miliar, Badung sebesar Rp. 61 miliar, Karangasem Rp. 53 miliar, dan Denpasar sebesar Rp. 120 miliar.

“Tentu saja (pemangkasan anggaran) akan ada potensi penurunan pertumbuhan. Dari hasil simulasi saya, pemotongan Rp 650 milyar setara dengan 5% dari yang direncanakan APBD-P, sehingga dapat mengkoreksi pertumbuhan sekitar 0,5%,” ungkap Dhamantra, Sabtu 27/8.

Namun demikian, tegas Dhamantra, pos-pos anggaran yang akan dipotong tersebut akan sangat menentukan besaran pengaruh terhadap laju pertumbuhan tersebut. Sekaligus memastikan, pemotongan tidak dilakukan pada pos-pos yang krusial.

“Seperti anggaran bantuan sekolah, kesejahteraan guru, dan sebagainya. Mengingat, berpotensi menurunkan daya beli masyarakat sekaligus berpotensi menyebabkan “kegaduhan”. Itu yang harus antisipasi pemerintah provinsi dan Kabupaten/kota,” kata Dhamantra, mengingatkan.

Dalam rangka menggenjot daya beli, kata dia, pemerintah harus menjaga volatilitas harga dan mendorong pendapatan masyarakat melalui peningkatan sektor usaha dan lapangan kerja. Pada saat bersamaan, usaha dan pekerja lokal juga harus diproteksi. Bukan dengan investasi seperti rencana reklamasi Benoa, yang lebih banyak mudaratnya, dari pada manfaatnya seperti reklamasi Serangan.

Apalagi saat ini, lanjut Dhamantra, kontribusi konsumsi masih yang tertinggi dalam struktur Produk Domeatik Bruto (PDB) nasional. Sehingga hal ini menjadi penting untuk tetap dijaga.

“Memang dalam waktu yang lebih menengah dan panjang, justru porsi konsumsi harus dikurangi dan porsi investasi harus ditingkatkan, sehingga struktur ekonomi kita lebih baik dan berkualitas,” tuturnya.

Cuma memang, dilihat dari struktur ekonomi yang ada saat ini, maka kebijakan yang prioritas tetap l harus diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat. Termasuk di dalamnya pengendalian laju inflasi bahan makanan.

Selanjutnya baru pengembangan investasi dan industri pengolahan juga tidak boleh diabaikan. Ini penting agar ekonomi Bali bisa “naik kelas” dan dapat mendorong ekspor barang yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.

“Dan untuk menggenjot investasi, sebaiknya didorong yang memberikan multiplier effect tinggi. Misalnya pada ketersediaan tenaga kerja maupun pengembangan wilayah, terutama wilayah di Bali barat, utara dan timur. Sehingga, terjadi pemerataan ekonomi wilayah, yang sudah tentu yang berdampak pada sektor-sektor ekonomi rakyat,” pungkas penggagas Forum Perjuangan Hak Bali (FPHB) tersebut. RED-MB