putu artha

Negara (Metrobali.com)-

Desa adat dan dinas di Kabupaten Jembrana, Bali, diharapkan berkompromi, terkait penyikapan terhadap Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

“Jangan ada perpecahan dua jenis desa tersebut, terkait siapa yang didaftarkan ke pemerintah pusat sesuai undang-undang. Saya minta, hubungan harmonis dua desa yang sudah terjalin selama ini tetap dijaga,” kata Bupati Jembrana, I Putu Artha, saat berdialog dengan beberapa pihak terkait undang-undang tersebut, di Negara, Jumat (2/1).

Ia mengatakan, Pemkab Jembrana masih mencari solusi jenis desa yang ada diusulkan ke pemerintah pusat, serta berusaha mempercepatnya karena diberikan batas waktu hingga tanggal 15 januari.

Menurutnya, dalam mengambil sikap, semua pihak harus menggunakan hati dan pikiran yang dingin, agar situasi Jembrana dengan masyarakat yang heterogen tetap kondusif.

Anggota DPRD Bali asal Kabupaten Jembrana, I Nyoman Rayun yang hadir dalam pertemuan ini mengatakan, seluruh masyarakat harus tunduk pada undang-undang, termasuk yang mengatur tentang desa ini.

Menurutnya, dalam undang-undang tersebut juga tidak ada pasal atau ayat diskriminasi, yang hanya menguntungkan agama atau suku tertentu.

“Kalau dibaca utuh setiap pasal, tidak ada menyebutkan agama atau suku tertentu. Undang-undang ini dibuat justru untuk melindungi desa,” katanya.

Sementara Wakil Ketua DPRD Jembrana, I Ketut Darma Susila mengatakan, pihaknya akan mempertemukan pimpinan desa adat dan dinas, yang direncanakan Senin (5/1).

Selain itu DPRD segera akan membuat panitia khusus (pansus), yang diharapkan menemukan jalan terbaik jenis desa yang akan didaftarkan ke pemerintah pusat.

“Kami juga akan minta pendapat tim ahli. Yang jelas, penentuan jenis desa yang didaftarkan tidak boleh melewati batas waktu yang ditentukan pusat,” katanya.

Meskipun pertemuan ini dihadiri lembaga dan instansi terkait, belum menghasilkan keputusan jenis desa yang akan didaftarkan ke pemerintah pusat.