Jakarta, (Metrobali.com) –

Nasabah yang menyimpan uangnya dalam deposito atau deposan diperkirakan belum akan mengalihkan investasi mereka ke produk investasi lain terutama bagi nasabah Bank Buku III (modal inti Rp5-30 triliun) dan Bank Buku IV (modal inti di atas Rp30 triliun).

“Ini belum tentu, meskipun peningkatan CASA (Current Account Saving Account) memang sangat diharapkan oleh perbankan karena memberi imbal (margin) murah kepada nasabah, namun sekali lagi untuk nasabah ‘kakap’ margin dari CASA masih kurang menarik,” kata Corporate Communication PT Bank Panin Syariah Subeni di Jakarta, Minggu.

Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan batas atas suku bunga untuk dana pihak ketiga (DPK), termasuk deposito per 1 Oktober 2014.

Besaran batas atas tersebut akan mengacu kepada batas penjaminan yang diatur LPS dan juga BI Rate, tergantung atas kelompok besaran simpanan perbankanya.

Dampaknya ialah tingkat suku bunga deposito yang awalnya bisa mencapai dua digit pada bank-bank BUKU III dan IV akan turun di kisaran 7,75 persen (batas penjaminan LPS) atau 9,5-9,75 persen (200 bps dari BI Rate), tergantung pada jumlah simpanannya.

“Hal yang mungkin cukup dilirik adalah obligasi. Namun kembali kekurangannya ada di segi jangka waktu kontrak yakni setahun,” katanya.

Padahal, ia menambahkan, nasabah yang memiliki deposito, mayoritas memiliki produk investasi lain seperti reksadana atau emas.

Namun pihaknya memantau seiring dengan penurunan margin deposito, menurut data OJK banyak investor reksadana mata uang mulai melakukan aksi redemption.

“Perpolitikan Indonesia pun turut membuat pelaku pasar untuk ‘wait and see’ dari kabinet susunan presiden terpilih, Joko Widodo,” katanya.

Sementara itu di pasar mata uang pun, aksi The Fed –yang menghentikan program stimulus moneter (quantitative easing)– pun terbukti cukup menghempas IHSG ke level terendah dan membuat rupiah melemah terhadap dolar hingga melampaui Rp12.000/dolar AS.

“Menurut hemat saya, nasabah atau pelaku pasar yang menarik uangnya dan ‘wait and see’ saat ini akan lebih cenderung berinvestasi di sektor properti karena harga emas yang sedang suram,” katanya.

Terlebih ia menambahkan ada momentum akhir tahun saat bonus dan tunjangan tahunan turun yang merupakan salah satu waktu tertinggi masyarakat dalam membeli properti.

Namun, ia memperkirakan, sebagian besar masyarakat Indonesia yang memiliki lebih dari satu instrumen investasi, mereka tetap akan memiliki deposito dan kemungkinan hanya akan mengurangi porsinya.

Subeni mencontohkan jika seseorang memiliki porsi investasi 50 persen deposito, 30 persen reksadana saham, dan 20 persen emas dan properti, maka kemungkinkan porsinya akan menjadi 40 persen deposito, 20 persen reksadana saham, dan 40 persen emas dan properti (dengan porsi properti yang akan meningkat).

“Pergeseran instrumen investasi ini baru akan dapat kita lihat di awal atau pertengahan November hingga di awal 2015,” katanya.

(Ant) –