Mangsi_Coffee_2

“Sebuah bangsa tanpa film dokumenter bagaikan sebuah keluarga tanpa album foto

Patricio Guzman – Pembuat Film Dokumenter Chile

 Denpasar Film Festival (DFF) adalah sebuah ajang film dokumenter yang bertujuan untuk meningkatkan apresiasi terhadap karya film dokumenter, meningkatkan kepedulian dan kreativitas masyarakat dalam menjaga tradisi untuk menjaga bumi tetap lestari dan kehidupan bersama tetap dalam harmoni, serta mentransformasikan nilai-nilai tradisi melalui media modern.

Pada penyelenggaraan yang ke-6, tema yang diusung oleh festival ini adalah “AIR DAN PERADABAN”. Pemilihan tema ini karena saat ini air telah menjadi masalah yang krusial di dunia, tak terkecuali di Bali yang jalan hidup sebagian besar masyarakatnya. Kegiatan DFF 2015 yang disokong penuh oleh Dinas Kebudayaan Kota Denpasar menyakup kegiatan edukasi, kompetisi, apresiasi, dan bantuan produksi.

  1. Pelatihan Produksi Film Dokumenter (Maret 2015)

Menghadirkan instruktur yang sangat ahli dalam produksi film dokumenter. Pelatihan akan dilangsungkan selama tiga hari di sebuah kampus di Kota Denpasar. Materi pelatihan menyakup proses produksi film dokumenter dari sejak pra produksi, produksi, hingga pasca produksi. Dengan instruktur: Tonny Trimarsanto, Sutradara Film Dokumenter yang telah memperoleh penghargaan Film Terbaik di Festival Film Dokumenter Yogyakarta dari film “Gerabah Plastik”, mendapat Excellence Award di Tokyo International Film Festival Japan 2003 dari film “Tanah Impian”,  meraih Best Asia Film di 9th Cinemanila International Film Festival Philipina 2007, Best Popular Film di Culture Unplugged Film Festival India 2007, Arnone-Bellavite Pellegrini Prize dari film “It’s a Beautiful Day” di 23rd African, Asian and Latin American Film Festival 2013, Milano Italy.

Jumlah Peserta pelatihan ini 50 orang terseleksi dengan rentang usia 17–29 tahun, dengan syarat setiap peserta mengajukan usulan konsep film dokumenter untuk diseleksi oleh Panitia. Pada akhir pelatihan, setiap kelompok peserta menghasilkan satu film dokumenter berdurasi 2-4 menit.

  1. Lomba Film Dokumenter

Lomba Film Dokumenter ini berhadiah total Rp55.000.000,-

Setiap karya yang masuk akan diseleksi melalui dua tahap. Pertama, karya diseleksi oleh Dewan Kurator yang terdiri dari para pekerja film yang handal. Ke-dua, 10 karya terbaik pilihan Dewan Kurator diseleksi kembali oleh Dewan Juri untuk menentukan 5 karya terbaik. Satu di antara ke-lima karya tersebut akan dinobatkan sebagai Film Terbaik.

Untuk memanaskan acara lomba yang puncaknya pada bulan Agustus, pada bulan Mei 2015 diselenggarakan “lomba pemanasan” yakni lomba film dokumenter berdurasi satu menit yang diikuti oleh para pelajar se Kota Denpasar dengan tema dan pendekatan sebebas-bebasnya.

 

  1. Pemutaran Film

Lima film terbaik dari peserta masing-masing kategori Lomba Film Dokumenter akan diputar selama dua hari berturut-turut. Pemutaran diselenggarakan di  Danes Art Veranda, Denpasar, Bali. Pada acara ini diputar pula film tamu karya sineas terkemuka (luar dan dalam negeri).

Film-film tamu tersebut adalah: Blue Gold (Sam Bozzo, Canada), Dhakiyarr vs King (Tom Murray, Australia), dan It’s a Beautiful Day (Tonny Trimarsanto, Indonesia).

  1. Putar dan Rembuk Film

Untuk menguatkan ketertarikan terhadap film dokumenter sekaligus mengenalkan lebih luas lagi Denpasar Film Festival (DFF) kepada publik di Denpasar dan sekitarnya, sekali dalam sebulan digelar acara Putar dan Diskusi Film di Danes Art Veranda. Acara diawali sejak bulan Januari 2015, menghadirkan Sutradara yang filmnya di putar saat itu.

Workshop, putar dan rembuk film juga akan dilaksanakan ke Kabupaten/Kota se-Bali dengan sasaran Siswa SMA/SMK.

  1. Pameran dan Foto Esai “Air dan Peradaban”

Pameran foto ini bekerjasama dengan kelompok fotografer “Project 88” yang terdiri dari Anggara Mahendra, Johanes P. Christo, Jeje Prima Wardhani, dan Syaifuddin Vifick. Ke-empatnya merupakan fotografer muda Bali yang sangat serius mendoku-mentasikan isu-isu kebudayaan dan lingkungan. Karya-karya mereka kerap dimuat di berbagai media dalam dan luar negeri antara lain The Jakarta Post, Jawa Pos, dan Tempo.

Pameran foto esai ini dibarengi dengan diskusi bertema serupa dengan narasumber:

  1. Stephen Lansing (Antropolog)
  2. Sugi Lanus (Peneliti)
  3. Arif Budiman (Praktisi Industri Kreatif)
  4. dr. Windu Segara Senet (Dokter, Wirausahawan)
  5. Stouma (Peneliti Air untuk Pariwisata)
  6. PHRI Bali

Juga dimeriahkan dengan Bursa Produk Kreatif dan Couching Clinic

  1. Bantuan Produksi (Grant Program)

Denpasar Film Festival (DFF) mengupayakan sebuah hibah dana produksi kepada pembuat film dokumenter terpilih untuk membuat film dokumenter bertema “Air dan Paradaban”. Penerima hibah (grant) dipilih berdasarkan konsep yang diajukan kepada panitia.

Kandidat yang terpilih akan mendapatkan:

– Dana produksi (stimulan)

– Supervisi dari Slamet Rahardjo, Rio Helmi, Lawrence Blair, Wayan Juniartha, dan Tonny Trimarsanto

Film Dokumenter hasil program ini akan diputar dan diperbincangkan secara khusus dalam rangkaian acara Denpasar Film Festival 2016 dan diupayakan untuk ikut serta dalam festival-festival film dokumenter bergengsi di seluruh dunia.

 Juri

 

  • Slamet Rahardjo Djarot adalah aktor dan sutradara senior Indonesia.
  • Rio Helmi adalah Penulis dan Fotografer handal. Karya-karyanya banyak dimuat di majalah National Geographic. Rio banyak membuat reportase foto di Brunei, Malaysia, Singapore, Thailand, Filipina, India, Mongolia, dan Cambodia untuk majalah-majalah regional.
  • Bre Redana, bekerja di Harian Kompas sejak tahun 1982. Sepanjang kariernya sebagai wartawan kebanyakan meliput dan menulis bidang kebudayaan. Pernah menjadi Kepala Desk Kompas Minggu.
  • Lawrence Blair adalah Antropolog yang menggeluti film dokumenter sejak awal 1970-an.  Dia penulis, presenter, dan co-producer dari serial dokumenter televisi  “Ring of Fire”,  yang menjadi nominee peraih Emmy award (1989).
  • Dr. I Made Bandem adalah penari, penulis, pendidik, dan budayawan.  Dialah penari Bali pertama yang berstudi di luar negeri. Bandem memperoleh gelar master dalam tari dari UCLA, dan gelar PhD dalam etnomusikologi dari Universitas Wesleyan. Keduanya di  Amerika Serikat. Bersama Prof Dr Ida Bagus Mantra, Gubernur Bali (1978-1988), Bandem adalah salah satu pendiri dan pendorong Pesta Kesenian Bali.
  • I Wayan Juniarta adalah jurnalis yang dikenal sebagai intelektual muda Bali. Ia juga memegang peran penting dalam penyelenggaraan Ubud Writer and Reader Festival, sebuah ajang tahunan bergengsi dalam perbukuan.

Kurator

 

  • Tonny Trimarsanto, Sutradara Film Dokumenter yang telah memperoleh berbagai penghargaan Internasional antara lain Festival Film Dokumenter Yogyakarta, Tokyo International Film Festival, Best Asia Film di 9th Cinemanila International Film Festival Philipina 2007, Culture Unplugged Film Festival India 2007, 23rd African, Asian and Latin American Film Festival 2013 di Milano Italia.

  • Putu Kusuma Widjaja adalah sineas Bali lilusan Film Academie Amsterdam, Belanda.

  • Gerzon Ron Ayawaila, pengajar perfilman di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) lulusan Universiteit van Amsterdam yang kini menjadi pengajar di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang kini menjadi anggota Badan Perfilman Indonesia (BPI). RED-MB