Denny Indrayana

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana datang ke Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis, memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi program pelayanan “payment gateway” Kementerian Hukum dan HAM.

“Pagi ini saya hadir didampingi kuasa hukum memenuhi undangan dari Bareskrim sebagai saksi. Tentu kami akan bekerja sama menjalani proses hukum yang akan kita sama-sama lihat,” kata Denny di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (12/3).

Denny yang tiba di Mabes Polri sekitar pukul 11.00 WIB itu, membantah anggapan bahwa negara dirugikan Rp32,4 miliar. “Sudah ada laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Desember lalu yang menyatakan Rp32,4 miliar. Negara menerima Rp32,4 miliar, itu bukan kerugian negara,” tegasnya.

Denny menjelaskan program payment gateway adalah program sistem pembayaran paspor secara elektronik. Menurut dia, program tersebut efektif untuk mencegah terjadinya pungutan liar (pungli) dan percaloan yang kerap terjadi dengan sistem pembayaran di loket.

“Program ini mengubah pembayaran paspor dari manual, melalui loket yang antre panjang, ada pungli dan calo, diubah menjadi elektronik, sistem online, bisa menggunakan sms banking,” ujarnya.

Panggilan kali ini merupakan panggilan keduanya untuk diperiksa sebagai saksi, setelah sebelumnya Denny tidak hadir pada panggilan pertama, Jumat (6/2).

Penyelidikan Polri terhadap kasus ini bermula dari laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Polri pun selanjutnya memeriksa beberapa orang di lingkungan Kemenkumham dan beberapa dokumen terkait program pelayanan payment gateway.

Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai wamenkumham.

Sejauh ini, Polri telah memeriksa sebanyak 20 saksi termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin.

Alat payment gateway diluncurkan pada Juli 2014 oleh Kemenkumham untuk meningkatkan kualitas pelayanan penerbitan paspor.

Dengan alat itu, masyarakat bisa membayar biaya pembuatan paspor mereka dengan kartu debit ataupun kartu kredit.

Meski demikian, terobosan itu tidak berlanjut lantaran terkendala perizinan dari Kementerian Keuangan. AN-MB