MUDARTA-YES

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua DPD Partai Demokrat Bali, I Made Mudarta mengaku telah memberikan kepada Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal implementasi pilkada di daerah Bali. Katanya, semenjak pilkada langsung yang digelar sembilan tahun belakangan, 50 persen bupati di Bali mendekam di penjara terjerat korupsi.

“Ujungnya di penjara. Misalnya mantan Bupati Jembrana, mantan Bupati Buleleng, mantan Bupati Bangli dan mantan Bupati Klungkung. Endingnya ke situ (penjara),” kata Mudarta di Kantor DPD Demokrat Bali, Renon, Denpasar, Selasa 16 September 2014.

Menurutnya, kepala daerah hasil pilkada langsung tidak sesuai harapan dalam konteks mencerdaskan kehidupan berbangsa. Lantaran hal itu maka, menurutnya, alangkah baiknya jika pilkada langsung dievaluasi.

“Hasil negatifnya lebih besar ketimbang baiknya. Yang patut digarisbawahi adalah DPRD era Orde Baru berbeda dengan sekarang. Sekarang rakyat memberikan mandat langsung kepada DPRD, yang nantinya akan memilih kepala daerah,” imbuhnya.

Ia melanjutkan, sila keempat Pancasila sangat mencerminkan kebudayaan Indonesia. “Di Amerika Serikat, Inggris itu sistemnya perwakilan tidak langsung,” kata dia.
Dalam UUD 1945 ditegaskan jika kepala daerah dipilih secara demokratis. Dan, demokrasi ala Indonesia sesuai sila keempat Pancasila adalah melalui musyawarah mufakat.

“Tentu banyak keuntungan. Uang rakyat kita hemat. APBN dan APBD tidak banyak dikuras. Kandidat tidak banyak mengeluarkan uang. Rata-rata itu kandidat harus merogoh kocek Rp15 miliar lebih untuk pra kampanye, kampanye, pemungutan suara sampai penghitungan,” jelas dia.

Saat ini, kata dia, SBY sebagai presiden dan ketua umum partai tengah menyerap aspirasi terkait RUU Pilkada.

“Situasi lapangan kita sudah sampaikan. Proses pilkada langsung ini seringkali berakhir di penjara. Cost politik besar. Sudah kami sampaikan kepada beliau plus minusnya,” katanya.

Jika menggunakan sistem perwakilan, pilkada mampu menghemat sekitar 70 persen anggaran. Soal kontrol, kata dia, sudah ada KPK, PPATK, BPK, media dan masyarakat yang akan mengawasi langsung kinerja mereka.

“Itu yang terjadi di Bali. Sudah kami sampaikan ke DPP ke Pak SBY. Bagi kami yang penting aspirasi sudah kami sampaikan. Apapun keputusannya kemi hormati dan taati,” demikian Mudarta. JAK-MB