Buleleng (Metrobali.com)-

Deklarasi Forum Perjuangan Hak Bali (FPHB) di Buleleng. Rabu (29/2) kemarin merupakan deklarasi yang keempat setelah Denpasar, Karangasem, dan Gianyar. Deklarasi yang dihadiri ratusan perserta dari berbagai unsur, baik bendesa adat, Pemangku, Forkom kepala desa, Forkom Subak, PHDI, Balon Bupati, akademisi, pengusaha, petani dan lain sebagainya.

Made Arimbawa, selaku Pengarah FPHB dan sekaligus Bendesa MMDP Buleleng mengatakan, sosialisasi dan konsultasi publik dilakukan dalam rangka penyamaan persepsi, dukungan dan masukan dalam mencapai tujuan perjuangan. ‘’Hal ini mengingat Bali cuma punya sumber daya budaya, yang menjadi penyangga pariwisata, sehingga sangat wajar perlunya Dana Bagi Hasil dalam Perimbangan Keuangan bagi pelestarian budaya dan adat. Namun harus hati-hati dalam perjuangan biar tidak menjadi bahan tertawaan, seperti disampaikan berbagai kalangan, ‘’ katanya.

Dikatakan,  perjuangan hak Bali menjadi bagian dalam menyeimbangkan dengan kewajiban sebagai krama, atau warga Negara. Untuk itu perlu persatuan dan penyelesaian atas sengketa/konflik (yuta) di masyarkat. Mengingat Bali punya Sumber Daya Budaya, sehingga perlu ada dana alokasi khusus dan atau dana bagi hasil bagi pestarian adat dan budaya Bali.

“Ada masalah berkaitan dengan hak Bali, baik ke dalam dan keluar. Sehingga tuntutan merupakan hak sabagai warga negara, sebagaimana diatur dlam konstritusi dan ada dalam koridor NKRI. Untuk itu harus didukung oleh segenap komponen di Buleleng”, kata Made Arimbawa.

Perlu diketahui, Deklarasi, sosialisasi dan Konsultasi publik di Buleleng ini dimaksudkan untuk menjelaskan visi dan misi FPHB, berikut langkah kerja yang akan dilakukan dalam meraih Kontribusi sektor Pariwisata. Hal ini mengingat jumlah  yang menetes untuk Bali sangat kecil, khususnya dalam pelestarian adat dan budaya khususnya, dan kesejateraan  Bali.

Sementara AA. Sudiana menjelaskan bahwa FPHB merupakan gagasan dari berbagai kalangan spt akademisi, bendesa, pemuda, LSM dan kalangan untuk mencari cara lain. Ada berbagai tuntutan, yakni: Pertama,  Ekonomi, Bali mendapat hasil dari perusahaan besar dari sektor pariwisata, namun sangat kecil serta dalam bentuk berbagi Bansos. Ke depan agak sulit dengan adanya Permen 32/2011. Kedua, perlu upaya hukum, dengan revisi UU 64/58 tentang Pemprov Bali. Ketiga, perjuangan politik, namun harus lintas soroh, warna, ataupun partai, sehingga bersatu dalam FPHB.

“Diikuti dengan merumuskan kertas posisi, dengan mereview kembali konsep Otsus Bali dan melibatkan para ahli, yang nantinya kita muarakan dalam Konggres Hak Bali, untuk itu saya undang kontribusi para ahli yang hadir disini”, kata Agung Sudiana.

Ngurah Wididana (Pak Oles), selaku anggota DPRD Bali dari partai Hanura menyatakan, sangat senang sekali ada Forum yang mempejuangkan Hak seperti ini, dalam mencapai perimbangan keuangan mengingat Bali maju secara ekonomi karena budaya, yang tidak kelihatan. “Mungkin tidak ada yang tidak bersepakat, ada perjuangan semacam FPHB, sehingga harus didukung dan masyarakat harus aktif berperan serta dalam perjuangan ini. Harus bersatu demi kesejahteraan ekonomi, sosial dan pelestarian adat dan budaya Bali, setidaknya di Buleleng”, katanya.
Untuk mendukung forum ini harus ada perhatian sungguh-sungguh atas pertanian, karena puncak-puncak kebudayaan Bali lahir dari tradisi dan budaya pertanian, sehingga subsidi dan insitif pemerintah menjadi keharusan.
Nyoman Dhamantra anggota DPR RI  menambahkan. “Saya harapkan dana alokasi khusus pelestarian adat dan budaya (Bali) yang kita usulkan dalam RKP 2013 bisa disetujui oleh pusat sehingga bisa segera disalurkan ke pemerintah daerah. Soal DBH perlu persatuan dan kesungguhan.

Untuk itu, kedepan harus lebih baik, sehingga mampu mengurangi beban adat dan budaya, serta daya saingnya meningkat. Hal ini  diamini para Bendesa Pekraman Buleleng  dan segenap peserta yang hadir, serta siap berpartisi dalam perjuangan hak Bali, demi kesejahteraan rakyat Buleleng khususnya dan Bali umumnya.

Nyoman Dhamantra menambahkan, Forum Perjuangan Masyarakat Bali merupakan forum yang dibentuk untuk memperjuangkan hak-hak komunitas lokal budaya Bali sehingga dapat diakui secara nasional oleh pemerintah pusat. Karena komunitas lokal budaya Bali dimotori oleh adanya adat, budaya dan tradisi masyarakat sehingga bisa eksis mendatangkan wisatawan mancanegara sebagai salah satu daerah penyumbang terbesar devisa  negara mencapai $9 milyar dari sektor pariwisata.

“Jelas sekali, masyarakat Bali sangat dibebani oleh banyaknya kepentingan-kepentingan untuk melestarikan budaya Bali. Apalagi iklim Investasi Bali tidak berpihak pada masyarakat lokal, seperti dalam wacana revisi RTRW.  Ditengah keterpinggiran tersebut, sangat tidak adil rasanya beban itu hanya dibebankan kepada masyarakat Bali tanpa adanya perhatian dari pemerintah pusat dalam pelestarian adat dan budaya tersebut disisi lainnya”, kata Nyoman Dhamantra.

Setelah tanya jawab, acara ditutup dengan penanda tanganan deklarasi “Forum Perjuangan Hak Bali-Buleleng”, oleh segenap peserta dan disaksikan Anggota DPR-RI Nyoman Dhamantra, dan segenap pengurus FPHB yang hadir. SUT-MB