PRIA bertubuh tegap itu terlihat santai mengenakan baju batik warna krem kombinasi celana hitam, dan senantiasa ramah dengan lawan bicaranya.

Sesekali senyum menghiasi bibir pria yang sisiran rambutnya model kesamping cukup rapi, memperlihatkan kerutan dahi sosok yang sudah banyak makan “asam-garam” dalam dunia wartawan dan dosen.

Prof Dr I Nyoman Darma Putra, M.Litt (52), kelahiran Banjar Pandangsambian, Denpasar Barat. Kota Denpasar, 5 Desember 1961 itu adalah guru besar bidang ilmu sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Suami dari Nyonya Diah Suthari asal kota Negara, Kabupaten Jembrana, wilayah barat Bali yang sering tampil sebagai pembicara dalam seminar tingkat nasional dan internasional itu tidak serta merta meraih kesuksesan, namun merangkak dari bawah, hasil kerja keras atas perjuangannya.

Ayah dari seorang putra dan seorang putri masing-masing Putu Prasista Bestari dan Ni Made Prasiwi Bestari itu setamat dari SPGN Denpasar 1980 langsung melanjutkan pendidikan ke Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Unud sambil merangkap sebagai wartawan Bali Post.

“Sejak kuliah semester I saya bekerja sebagai wartawan atas saran salah seorang dosen Prof Dr I Wayan Bawa (alm), karena saat itu banyak teman-teman mahasiswa menulis di koran,” kenang Darma Putra, salah seorang putra dari pasangan I Nyoman Suwirtha (alm) dan Ni Made Kepun (alm).

Pengalaman sebagai wartawan yang digelutinya selama puluhan tahun, termasuk pernah menjabat redaktur pelaksana Bali Post Minggu (1986-1988) memberikan warna dalam menjalani kehidupan kampus.

Pengalaman wartawan memberikan keterampilan tambahan dalam menekuni studi sastra, karena begitu tamat S-1 langsung diangkat sebagai dosen di almamaternya tahun 1986.

Meskipun menjadi dosen, sosok pria berpenampilan sederhana itu tetap menekuni kegiatan tulis menulis di media massa, sebelum melanjutkan jenjang pendidikan S-2 dan S-3 ke luar negeri.

Darma Putra yang dikukuhkan sebagai guru besar pada 26 Maret 2011 itu sebelumnya menyelesaikan jenjang master di University of Sydney dan jenjang doktor di University of Queensland, keduanya di Australia.

Ia menyelesaikan program master di University of Sydney selama dua tahun (1992-1994) dan program doktor di School of Laguages and Comparative Cultural Studies, University of Queensland, Australia 1998-2002.

Selain itu pernah menjadi peneliti di University of Wollongong (NSW, Australia), 1998; di KITLV Leiden Belanda (September-November 2010), Incontri Umani Ascona, Switzerland (Juli-September 2012), disamping segudang prestasi dan pengalaman akademik.

Bali-Bule Prof Darma Putra yang juga dosen S-2 dan S-3 Kajian Budaya Universitas Udayana itu secara aktif hingga sekarang melakukan penelitian dan mengkaji seni budaya Bali lewat siaran budaya RRI Stasiun Denpasar.

Penelitian yang dilakukan hampir selama 14 tahun itu menunjukkan pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu (kekidung/kidung) dalam acara interaktif sangat membantu dalam mempopulerkan nilai-nilai kearifan lokal.

Siaran interaktif kekidung yang sangat diminati masyarakat dari semua golongan itu mampu melestarikan tradisi menembangkan teks-teks sastra tradisional atau “magegitaan” sekaligus menggalakkan penggunaan bahasa daerah Bali.

Kidung interaktif menjadi ruang publik bagi masyarakat Pulau Dewata yang memiliki fungsi menghibur, sekaligus mendiskusikan isu-isu aktual, karena dalam acara udara menggunakan saluran telepon itu, penembang melantunkan lagu baris demi baris, dan diiringi dengan penafsiran baris demi baris pula oleh si penafsir.

“Penafsirna itu dilakukan secara kontekstual, tidak saja mengaitkan ke konteks nilai agama dan budaya, namun juga dengan konteks perkembangan sosial dan politik, termasuk menjelang pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada),” tutur Prof Darma Putra.

Sementara pada pengukuhan jabatan guru besar Darma Putra menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Interaksi Bali-Bue Politik Identitas Dalam Teks Sastrawan Bali” yang diangkat dari hasil penelitian cerita pendek dan novel yang ditulis sastrawan Bali sejak 1960-an sampai sekarang.

Karya sastra tersebut melukiskan pertemuan, persahabatan, dan percintaan antara Bali dan Bule (wisatawan mancanegara) yang datang ke Bali sebagai turis.

Sebagian besar cerita yang mengisahkan percintaan Bali-Bule, pengarangnya memutuskan hubungan keduanya walau sudah intim. Keputusan pengarang Bali mencegah kawin campur bisa ditafsirkan sebagai usaha sastrawan untuk mempertahankan agar orang Bali, dan kebudayaannya, tidak kehilangan “kebaliannya”.

Benteng terbuka Darma Putra berpendapat pesatnya perkembangan sektor pariwisata Bali menjadikan Pulau Dewata sebagai benteng terbuka, karena tidak mungkin membendung pengaruh luar.

Namun yang perlu dan bisa dilakukan masyarakat Bali dengan memperkuat kebudayaan dan jati diri agar benteng terbuka Pulau Dewata lentur serta kuat dan bijaksana menghadapi pengaruh dunia global.

Karya-karya sastrawan Bali menunjukkan strategi pengarang menampilkan politik identitas yang perlu dilestarikan.

Darma Putra yang memadukan dunia jurnalistik dan akademik berhasil menulis puluhan buku antara lain berjudul Tonggak Baru Sastra Bali Modern, Wanita Bali Tempo Doeloe Perspektif Masa Kini, Bali Dalam Kuasa Politik dan sebuah buku berbahasa Inggris terbit di Belanda berjudul “A Literary Mirror; Balinese Reflections on Modernity and Identity in the Twentieth Century”.

Dia bersama Prof Michael Hitchcock (Inggris) juga menulis buku berjudul “Tourism, Development and Terrorism in Bali” sebagai salah satu upaya turut melestarikan seni budaya di tengah gempuran pengaruh asing yang sulit dibendung. INT-MB