Acara  Ngobrol Santai Soal Serius (Ngobrass) bertajuk Pengembangan dan Akselerasi Digital Destination di Bali Mersespons Era Indistri 4.0 yang diselenggarakan oleh Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Bali bekerjasama dengan Kreneng Creative Hub (KCH) dan Badan Kreatif (Bkraf) Denpasar, Minggu (19/5/2019). 

Denpasar (Metrobali.com)-

Untuk memajukan digital destination (destinasi digital) yang ada di suatu daerah, sedikitnya ada empat elemen kunci yang harus dipenuhi yakni keberadaan koneksi internet cepat, website yang informatif, kios informasi wisata, serta brosur yang menarik tentang destinasi wisata yang bersangkutan. Absennya salah satu  dari keempat fasilitas tersebut akan membuat upaya pengembangan menjadi pincang sehingga jalanya terseok-seok.

Itu adalah salah satu kesimpulan penting dari acara Ngobrol Santai Soal Serius (Ngobrass) bertajuk Pengembangan dan Akselerasi Digital Destination di Bali Mersespons Era Indistri 4.0 yang diselenggarakan oleh Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Bali bekerjasama dengan Kreneng Creative Hub (KCH) dan Badan Kreatif (Bkraf) Denpasar, Minggu (19/5/2019).  Acara yang digelar di area KCH, Jalan Pudak No 2 Kereneng, Denpasar, itu menghadirkan pembicara Dr. Sukma Arida (Pengajar di Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Putu Arka  (Konsultan Kampanye Digital), dan I Putu Sutawijaya (Ketua Genpi Bali).

Menurut Putu Arka, Bali memiliki sangat banyak destinasi yang dapat dijadikan sebagai destinasi digital. Masalahnya, empat elemen dasar untuk itu belum sepenuhnya terpenuhi. Yang memprihatinkan, hingga memasuki era industri 4.0 bahkan website khusus kepariwisataan saja tak dimiliki oleh Bali.

“Bayangkan, hal yang semestinya dilakukan di era 2.0 dan 3.0 pun hingga saat ini belum ada di Bali yang nota bene dikenal sebagai salah satu destinasi terbaik di dunia,” ujar Arka.

Arka, merujuk Singapura yang destinasinya tak sekaya Bali namun memiliki website khusus pariwisata yang di dalamnya terdapat direktori, area promosi, hingga booking engine. Ia pun menekankan bahwa untuk meraih pasar masa depan di era digital ada lima hal yang harus digarap secara holistik yakni digital device, digital platform, digital media, digital data, dan digital technology.

Senada paparan Arka, Dr. Sukma Arida menerangkan tentang kondisi pasar pariwisata terkini yang didominasi oleh generasi millenial yang “pembosan” dan lebih mengagumi pengalaman menegangkan (exciting experience), gemar bersenang-senang (having fun), menikmati tempat-tempat baru, dan gemar membuat foto diri, makanan, dan peristiwa, di hampir setiap tempat yang mereka kunjungi lalu mengunggah ke Instagram. Kecenderungan tersebut menuntut kesiapan seluruh stake holder pariwisata Bali untuk meresponsnya dengan menyediakan infrastruktur dan perangkat yang diperlukan untuk itu.

Sayangnya, menurut Sukma, sikap over confident dari sebagian stake holder yang menganggap pariwisata bali sudah sangat masyur sehingga tak memerlukan rekayasa promosi yang hebat, membuat banyak hal yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata di Bali, terkhusus yang digital, menjadi terbengkalai. Untuk mengatasi hal itu, Sukma merekomendasikan agar kepariwisataan Bali dikelola oleh kaum muda yang profesional.

“Saatnya kepariwisataan Bali dikelola oleh tenaga-tenaga muda yang memahami semangat jamannya dan memiliki wawasan yang baik mengenai kecenderungan teknologi informasi di masa depan,” cetusnya.

Sementara itu Putu Sutawijaya memberi penegasan berdasarkan pengalamannya di lapangan bahwa komunikasi dan promosi melalui platform digital sudah tak mungkin dihindari lagi di masa depan. Menurutnya, yang mengabaikan hal ini akan tertinggal oleh arus digitalisasi yang sangat deras di segala lini.

“Kita harus masuk lebih dalam lagi dan memahami spirit dari era digitalisasi sehingga kita tetap bisa berada di depan apa pun perubahan yang akan terjadi nantinya.

100 Destinasi

Seperti diketahui, pada akhir Maret 2018 Kementerian Pariwisata RI mencanangkan pengembangan digital destination (destinasi digital) sebagai strategi merebut wisatawan mancanegara (wisman) yang ditargetkan mencapai 20 juta orang pada 2019. Saat itu diputuskan untuk membangun 100 destinasi digital di 34 provinsi. Adapun yang dimaksud destinasi digital adalah destinasi yang membuat heboh di dunia maya, viral di media sosial, dan nge-hits di Instagram.

Menurut Menpar Arief Yahya, digital destination menjadi tuntutan era digital, di mana generasi milenial adalah sebagai konsumen yang paling haus akan pengalaman dibanding generasi-generasi sebelumnya. Ujarna, hasil survei di seluruh dunia (Everbrite-Harris Poll, 2014) membuktikan bahwa milenial lebih memilih menghabiskan uang mereka untuk pengalaman ketimbang barang. (AB/MB/Ngobrass)