Jembrana (Metrobali.com)-

Sebagian sawah di Subak Manistutu Barat di Desa Manistutu, Kecamatan Melaya mengalami kekeringan karena kemarau panjang.

Akan kondisi tersebut petani di subak tersebut akan mengalami gagal panen. Kekeringan melanda dipersawahan padi yang berumur satu sampai dua bulan. Tanah sawah juga mulai retak-retak karena kekeringan.

Menyikapi hal tersebut Dandim 1617/Jembrana Letkol Kav. Djefri Marsono Hanok bersama Kadis Pertanian dan Pangan Wayan Sutama terjun langsung ke lokasi bahkan menggelar pertemuan dengan sejumlah petani, Jumat (12/7).

“Dari pertemuan, tadi disampaikan ada sekitar 30 hektar yang terancam gagal panen. Mereka (petani) membutuhkan bantuan subur bor” ujar Dandim Djefri.

Dandim Djefri mengatakan Indonesia sebagai negara agraris sangat wajar apabila mempunyai cita – cita menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2050. Untuk pencapaian tersebut harus mempunyai modal dan tekad besar serta sarana penunjang.

“Salah satu persyaratan untuk mencapai lumbung pangan dunia adalah dengan meningkatkan LTT (Luas Tambah Tanam) secara nasional sehingga bisa mencapai target 1juta ton pertahun” ungkap Dandim Djefri.

Sementara itu, Kadis Pettanian dan Pangan Jembrana Wayan Sutama mengatakan akan segera memberikan bamtuan berupa subur bor. Namun ia berharap bantuan yang akan diberikan dapat dipergunakan dengan efektif dan efisien.

“Kenapa demikian, kadang-kadang pemahaman petani menganggap bantuan yang diberikan (subur bor) sebagai sumber pengairan utama, padahal bantuan itu sebagai pendukung” ujarnya.

Menurutnya, dari 12.600 hektar lahan di Jembrana sampai bulan Juni 2019 ada sekitar 6.200 hektar lahan pertanian yang masih ditanami padi. Dari 6.200 hektar itu ada sekitar 147 hektar terancam kekeringan.

“Untuk subak di Manistutu nanti kita usulkan supaya mendapat bantuan subur bor dalam karena kawasannya berbeda dengan yang lain” ujarnya.

Disisi lain, Nyoman Teles, Sekretaris Subak Manistutu mengatakan kekeringan mulai terjadi sejak dua bulan lalu. (Komang Tole)