danau buyan

Denpasar (Metrobali.com)-

Danau Buyan di Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng mengalami pendangkalan dan penyempitan sehingga pada musim hujan airnya meluap mengakibatkan puluhan kepala keluarga (KK) yang bermukim di sekitarnya mengungsi.

Salah satu dari empat danau yang di Bali itu, setiap musim hujan airnya meluap menggenangi puluhan hektare lahan pertanian di sekitarnya. Kondisi demikian mengakibatkan kerugian bagi petani karena tanaman sayur-mayur dan palawija petani mati terendam genangan luapan air danau.

“Danau Buyan memiliki luas 4,93 kilometer persegi kondisinya makin dangkal dan menyempit sehingga tidak mampu menampung air hujan di lereng pegunungan itu,” kata Gubernur Bali Made Mangku Pastika pada Gerakan Danau Bersih (Gerdasih) Lestari dalam Rangkaian Hari Air Sedunia dan Hari Hutan Internasional di Danau Buyan, Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, akhir pekan lalu.

Ia mengajak masyarakat Bali untuk mewujudkan komitmen dan kepedulian terhadap kelestarian danau dengan gerakan yang konkret. Gerakan nyata itu penting. Pasalnya, jika tidak melakukan gebrakan, 20 tahun yang akan datang Danau Buyan dikhawatirkanakan berubah menjadi daratan karena proses sedimentasi yang relatif sangat cepat.

Dengan melihat kondisi danau di Bali, khususnya Danau Buyan yang kondisinya sangat mengkhawatirkan, Gubernur Pastika mengajak masyarakat untuk mengambil langkah menjaga kelestarian, seperti melakukan gerakan bersih-bersih danau, membuat “trash trap” (penangkap sampah) dan “sediment trap” (penangkap sedimen), dan penghijauan.

Demikian pula pentingnya merumuskan program aksi yang sinergis antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor yang berkepentingan pada danau tersebut.

Pemerintah Kabupaten Buleleng yang mewilayahi Danau Buyan juga melakukan penyadaran kepada masyarakat, pengawasan, pengendalian terhadap limbah yang masuk ke danau, serta menertibkan kegiatan usaha yang berpotensi mengancam kelestarian danau.

Dengan demikian, danau dapat dikelola menjadi wisata organik yang dikaitkan dengan filosofi Sad Kertih, yakni memelihara kelestarian alam dan lingkungan, salah satunya Danau Kertih yang diterapkan bersama-sama dan tidak hanya dalam prosesi ritual keagamaan.

Gerakan Nyata Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Gede Suarjana melaporkan Gerakan Danau Bersih (Gerdasih) Lestari yang melibatkan ribuan masyarakat setempat, pegawai negeri sipil, siswa, organisasi masyarakat, dan TNI-Polri dilaksanakan dalam rangkaian Hari Air Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2015 dan Hari Hutan Internasional pada tanggal 21 Maret 2015.

Kegiatan dengan mengusung tema “Satukan Langkah, Lindungi Ekosistem Danau, Demi Kelangsungan Hidup Anak Cucu Kita” mendapat apresiasi dari berbagai pihak, tercermin dari keikutsertaan mereka dalam kegiatan tersebut.

Danau Buyan dipilih sebagai lokasi karena sudah mengalami pendangkalan atau sedimentasi yang sekarang memiliki kedalaman 79,1 meter yang pada tahun 1987 memiliki kedalaman 86,7 meter dan hampir seperempat permukaan ditutupi oleh gulma.

Selain gerakan kebersihan danau juga dilakukan penanaman 1.500 pohon jenis tanaman cemara pandak, keben, cemara geseng, rasa mala, ampupu, mahoni, tanaman akar wangi, dan beberapa tanaman langka endemik Bedugul lainnya serta dilepas benih ikan nila 30.000 ekor.

Danau Buyan merupakan salah satu dari empat danau di Bali yang memiliki perpaduan lembah, gunung, serta tanaman sayur-mayur pada hamparan yang luas dan menghijau sehingga menjadi panorama alam yang memesona dan menarik.

Danau Buyan, yang berlokasi 60 km utara Kota Denpasar, yang dihubungkan dengan jalan yang beraspal mulus itu, menjadi objek wisata andalan Bali utara yang relatif cukup diminati pelancong.

Pemkab Buleleng dengan dukungan Pemerintah Provinsi Bali menata kawasan Danau Buyan untuk menjadi objek wisata yang patut diperhitungkan para pelancong dalam dan luar negeri.

Penataan tersebut menekankan pada upaya menjaga kelestarian lingkungan sekitar kawasan Danau Buyan karena masyarakat setempat percaya danau itu sebagai sumber air (gentong) yang mengairi lahan pertanian pada subak di wilayah Kabupaten Buleleng (Bali utara), Kabupaten Tabanan, Badung, dan Gianyar (Badung selatan).

Air danau itu mengalir dalam tanah yang kemudian muncul menjadi mata air untuk pengairan irigasi di sejumlah subak pada empat kabupaten di Pulau Dewata.

Bahkan, di sekitar Danau Buyan muncul 12 sumber mata air baru sehingga mampu meningkatkan debit air di kawasan danau tersebut.

Pencemaran Bali memiliki empat buah danau, selain danau Buyan, juga Danau Tambilingan di Kabupaten Buleleng dan Danau Beratan di Kabupaten Tabanan yang lokasinya saling berdekatan. Satunya lagi adalah Danau Batur di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

Keempat danau tersebut disinyalir mengalami pencemaran dengan tingkatan yang berbeda satu sama lain sehingga perlu upaya nyata agar kerusakan itu tidak makin parah sekaligus kelestarian danau dapat dipertahankan.

Menurut Gubernur Bali Made Mangku Pastika, pihaknya melibatkan tim ahli menganalisis dan mengkaji keempat danau itu agar tetap lestari dan terhindar dari pencemaran.

Pengoperasian perahu motor dan perahu motor tempel di danau juga dapat menimbulkan pencemaran karena bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan merembes ke permukaan air.

Oleh sebab itu, kata Gubernur Pastika, Pemprov Bali masih mengkaji perlu-tidaknya mengoperasikan perahu motor, baik untuk atraksi pariwisata maupun sarana transportasi.

Bali selain empat danau tadi juga memiliki 34 sungai. Sebagian besar juga dalam kondisi kritis, antara lain mengalami banjir pada musim hujan, kering pada musim kemarau, serta erosi dan pendangkalan dari hulu hingga hilir.

Semua itu, menurut Guru Besar Universitas Udayana Prof. Dr. I Wayan Windia, M.S. akibat ulah manusia yang kurang peduli dan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Sumber daya air belum mendapat proteksi yang maksimal sehingga potensi sumber daya air relatif tetap, sedangkan kebutuhan akan air makin meningkat akibat pertambahan penduduk.

Kerusakan juga terjadi pada daerah aliran sungai (DAS) sehingga menimbulkan banjir pada musim hujan dan mengalami kekeringan pada musim kemarau.

Selain itu, juga terjadinya penurunan jumlah mata air dan pengelolaan sumber daya alam belum dikelola secara maksimal sehingga sering kali menimbulkan konflik.

Kawasan hulu yang sangat menentukan kelangsungan tata air pada daerah aliran sungai (DAS) harus dapat dijaga kesinambungannya mengingat kawasan hulu yang juga berfungsi sebagai kawasan lindung mampu mengonservasi sumber daya air.

“Terkelolanya kawasan hulu dengan baik akan mampu memberikan kontribusi terhadap perlindungan dan pelestarian sumber air,” tutur Prof. Windia. AN-MB