miras mini market

Denpasar (Metrobali.com) –

Rencana pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI No 6 Tahun 2015 terutama soal larangan penjualan minuman beralkohol golongan 1 mengancam para pedagang bir di seluruh kawasan wisata pantai di Bali.

Bahkan, bukan saja mengancam sumber mata pencaharian dari ribuan pedagang kecil di Bali, namun atas pemberlakuan Permendag itu, maka dipastikan akan ada sekitar 4-5 juta botol bir per bulan hilang dari peredaran.

“Bayangkan, setiap hari mereka biasa mendapatkan keuntungan sebanyak Rp 100 sampai 200 ribu. Kalau dapat rezeki bisa dapat tip dari tamu. Mereka umumnya sudah punya isteri dan anak. Kalau bir yang alkoholnya hanya dibawah 5 persen juga dilarang, maka habislah ribuan pedagang tersebut,” ujar Ketua Komisi II DPRD Bali Ketut Suwandi, di diskusi tentang Mikol di Warung Tresni, Denpasar, (6/4).

Asosiasi Distributor Minuman Beralkohol Golongan A Bali menyatakan, omzetnya menurun 50 persen lebih pada Maret hingga awal April ini karena Permendag No.6/2015 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minol yang melarang penjualan minol gol A di warung atau minimarket.

Ketua Asosiasi Distributor Minuman Beralkohol Golongan A (ADMA) Bali Frendy Karmana mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan keputusan tersebut karena dapat memutus mata rantai perdagangan dan bukan sebuah jawaban bagi permasalahan yang terjadi.

Dampak dari peraturan tersebut ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab menggunakan moment ini untuk mencari keuntungan pribadi. Sudah banyak pedagang pengecer di Bali yang takut karena peraturan tersebut.

“Peminum itu akan tetap ada. Yang kami khawatirkan adalah mereka mencari alternatif minuman seperti minuman oplosan. Kami harap aturan tersebut bisa direvisi atau pengecualian bagi Bali,” terangnya.

‪Dia menambahkan bahwa minuman bir sudah menyatu dengan pengecer dan keuntungan dari bir tidak bisa dipandang sebelah mata saja karena bir ini sangat berpengaruh sekali dengan pedagang pengecer.

“Kami harap aturan yang dibuat lebih bijaksana. 78 persen pedagang kami adalah pengecer. Jadi kami harapkan mereka tidak sangat rugi karena berdampak sekali kepada kehidupan mereka,” lanjutnya.

Pihaknya juga berharap aturan tersebut bisa direvisi atau dilakukan pengecualian untuk Bali. Jangan dilihat dari sisi industrinya, namun para rakyat kecil atau pengecer yang berjualan minuman bir di Bali.

Selama ini ada sekitar 4 sampai 5 juta botol bir yang tersebar di seluruh kawasan wisata pantai di Bali. Konsumennya adalah wisatawan asing.

“Tidak pernah ada orang meninggal dunia atau mabuk karena minum bir. Yang ada justeru orang meninggal karena minuman oplosan. Bahkan menurut data, rata-rata perhari 3 sampai 4 orang Indonesia meninggal perhari karena minuman oplosan atau minuman beralkohol tinggi,” ujarnya.

Dari jumlah itu, hampir 70 sampai 80 persen yang minum adalah wisatawan asing yang sedang berjemur, sedang surfing, sedang menikmati pantai.

“Bir dan wisatawan itu satu. Bayangkan saja kalau tidak ada bir. Pasti pada kabur semua bulenya,” pungkas dia.

Untuk itu, pihaknya meminta agar Bali ada pengecualian karena pertimbangan pariwisata dan adat. SIA-MB