Luhut-Pangaribuan

 Jakarta (Metrobali.com)-
Luhut MP Pangaribuan, penasehat hukum Budi Mulya terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century mengatakan, dakwaan Jaksa tidak cermat, jelas dan keliru.
 
“Surat dakwaan yang dibuat dengan tidak cermat, jelas dan lengkap secara hukum, haruslah dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima sebagai bahan pertimbangan hukum,” terang Luhut saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (13/3/2014).
 
Dalam dakwaan tersebut kata Luhut, pertama, bahwa perbuatan yang didakwakan sebagai tindak pidana korupsi terhadap terdakwa dalam dakwaan apakah sebagai perbuatan melawan hukum ataukah penyalahgunaan wewenang, ialah karena BI melalui Rapat Deputi Gubernur (RDG) memberikan kepada Bank Century FPJP dan kemudian menyatakan bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik pada masa krisis pada tahun 2008 yang lalu, karena Bank Century mengalami kesulitan likuiditas.
 
“Tentang adanya krisis ekonomi ini sama sekali tidak dijadikan sebagai bagian pengambilan keputusan Rapat Deputi Gubernur BI itu dalam surat dakwaan,” kata Luhut.
 
Kemudian dalam unsur dakwaan melawan hukum yang berdasarkan Pasal 25 ayat I UU BI, Pasal 45 UU BI, Pasal 5 ayat I Butir D TBI FPJP, Pasal 15 PDG 9 2007, FE No 10/39/angka 6 butir 5 bukan hanya mengatur perbuatan terdakwa tetapi perbuatan Bank Indonesia berupa kebijakan secara institusi.
 
“Kewenangan itu juga mengatur kewenangan BI secara keseluruhan, bukan Deputi Gubernur IV Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa secara spesifik incaso terdakwa,” ujarnya. 
 
Dengan demikian, lanjut Luhut, apa yang dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi dalam surat dakwaaan itu adalah karena menjalankan perbuatan berdasarkan kewenangan yang sah berdasarkan Pasal 7 dan 8 UU No 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia. 
 
“Jadi, kebijakan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang diatur dalam UU dinyatakan sebagai perbuatan kriminal incaso tindak pidana korupsi,” tuturnya.
 
Kedua, lanjut Luhut, dalam dakwaan disebutkan bahwa BI tidak bertindak tegas dalam merekomendasikan menutup Bank Century padahal saat itu telah mengalami beberapa kelemahan. Penyalahgunaan wewenangan yang diuraikan sebagai perbuatan terdakwa ini adalah bagian dari pengawasan Bank, dalam hal ini wewenang Deputi Gubernur Bidang Pengawasan. Terdakwa sebagai Deputi Gubernur Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa sama sekali tidak bersinggungan dengan individual Bank seperti incaso Bank Century. 
 
“Karenanya adalah keliru bila hal itu dinyatakan dalam surat dakwaan sebagai tindak pidana dari terdakwa,” tegasnya.
 
Ketiga, tambah Luhut, dalam dakwaan peristiwa atau tindak pidana ini dinyatakan sebagai perbuatan berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 64 ayat I KUHP. Dilihat dari ketentuan berlanjut menurut hukum pidana maka harus ada persamaan subjek hukum, dalam hal ini pelaku dan perbuatan atau objek haruslah sejenis. Sangat jelas baik subjek maupun objek tindak pidana itu berbeda, sehingga bila dikatakan sama dan atau digolongkan sebagai perbuatan berlanjut, maka dakwaan itu sangat jelas sebagai dakwaan yang tidak cemat atau keliru.
 
Luhut menjelaskan, selain sebagai tindak pidana berlanjut, dakwaan dinyatakan juga sebagai pernyataan atau deelneming yaitu pelaku turut serta melakukan.
 
Konkretnya dimanakah kehendak konspiratif itu dilakukan dengan masing-masing telah menyadarinya dan siapakah yang telah melakukan perbuatan permulaan? Hal ini tidak diuraikan dengan jelas dan lengkap dalam surat dakwaan mengenai siapa pelaku dan siapa turut serta, sehingga dilihat dari unsur pertanggungjawaban yang didakwa, yang menurut ketentuannya harus diurai secara cermat, lengkap dan jelas, karena tidak ada, maka dakwaan menjadi kabur yang batal secara hukum atau obscuur libel.
 
Lebih lanjut Luhut menerangkan, tentang penerimaan satu miliar sesungguhnya adalah perjanjian pinjam meminjam antara terdakwa dan saksi Robert Tantular. Namun tidak  jelas diuraikan hubungan kausalitasnya dengan pemberian FPJP dan pernyataan Bank Century sebagai bank gagal yang ditenggarai berdampak sistemik yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
 
“Kenyataanya memang tidak ada hubungan sebab akibat sama sekali,” ujar dia.
 
Perjanjian pinjam-meminjam ini dijadikan sebagai bagian kasus korupsi secara berlanjut, yakni sebagai perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang atas kebijakan Bank Indonesia. 
 
“Padahal berdasarkan kewenangan sah untuk memberikan FPJP dan pernyataan Bank Century sebagai bank gagal yang ditenggarai berdampak sistemik, ibarat jauh panggang dari api,” pungkas Luhut.  RED-MB