Bangli (Metrobali.com)-

Kondisi cuaca yang tidak menentu, mengakibatkan banyak kebun-kebun tomat masyarakat Bangli, Kintamani khususnya rusak. Akibatnya, harga tomat di pasaran kini melambung, setelah sebelumnya sempat jatuh. Kini harga mencapai Rp.9.000 –Rp.11.000/kg. Sebelumnya harga sempat jatuh sampai Rp.200/kg. Sampai-sampai petani membiarkan tomatnya busuk di ladangnya.

Harga tomat tersebut konon merupakan harga paling tinggi dalam sejarah.Hal ini disebabkan karena tak ada tomat dari luar Bali, seperti Jawa dan daerah lain. Selain itu juga disebabkan oleh musim hujan, dimana buah tomat rentan terhadap air mudah busuk), menyebabkan tingkat produksinya mengecil, hingga berdampak harga menjadi mahal. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Perhutananan(DP3) Bangli  Ir I Wayan Sukartana, Msi dihubungi Sabtu (23/2) membenarkan tingginya harga tomat tersebut.

Dia bangga dengan harga tomat itu, karena dengan harga yang baik itu bakal menggairahkan petani tomat di Bangli. Dikatakan harga tomat sekarang ini termasuk harga yang paling tinggi selama ini. Ketika ditanya faktor penyebab harga naik tersebut, dia mengatakan lantaran tak ada atau minimnya tomat luar daerah ke Bali.Dimungkinkan hal itu akibat musim hujan yang menyebabkan gagal panen atau rendahnya hasil panen daerah lain.

“Kena hujan, tomat busuk. Karena banyak busuk, tentu produksinya berkurang dari kebutuhan tomat di pasar, otomatis harga menjadi naik”, ujar Sukartana. Rentannya tomat dengan air (air hujan) dia berharap petani tomat agar melakukan pemetikan dini, tidak ditunggu sampai masak. Sebab kalau dipetik saat sudah matang (masak) bakal mudah busuk. Bila perlu dilakukan petik muda, tetapi dilakukan penyekapan sampai tomat layak dijual.”Jangan sampai nunggu tomat masak, petik sebelum matang dan sekap di rumah”, tambah laki-laki asal Banjar Belungbang, Bangli ini. Dikatakan di Bangli daerah yang menghasilkan tomat adalah daerah sekitar danau Batur.

Di daerah ini sangat cocok dengan tomat. Namun tingkat produksinya baru mencapai sekitar 4 ton/sekali panen.Ketika ditanya soal perlu tidaknya petani tomat melakukan tanam di sela-sela penanaman tomat di daerah lain dengan harapan agar ketemu dengan harga yang baik, dia mengatakan petani tomat di Kintamani memang terus bertanam.Sehingga petani sudah biasa menikmati harga mahal dan sudah biasa juga kena harga anjlok. “Soal kena harga anjlok sudah biasa, murah kena mahal juga kena”, ujarnya.WAN-MB