Jakarta (Metrobali.com) –

China telah menjatuhkan denda terhadap salah satu retailer online terbesar negara itu, Alibaba dengan rekor denda mencapai 2,8 miliar dollar AS (sekitar Rp40 triliun), setelah penyelidikan menemukan pelanggaran undang-undang anti-monopoli China yang dilakukan perusahaan raksasa e-niaga tersebut, demikian dilaporkan The New York Times.

Denda tersebut, yang mewakili 4 persen dari penjualan domestik Alibaba pada tahun 2019, tiga kali lebih tinggi dari denda 975 juta dollar AS yang dikenakan China pada perusahaan chip AS Qualcomm pada 2015.

Dilansir The Verge, Minggu, Pemerintah China melakukan penyelidikan terhadap Alibaba pada Desember lalu untuk menentukan apakah perusahaan mencegah pedagang menjual produk mereka di platform lain.

Regulator pasar China menemukan bahwa praktik Alibaba memiliki efek negatif pada inovasi dan persaingan ritel online.

Alibaba menggunakan data dan algoritma untuk memperkuat posisinya sendiri di pasar, menghasilkan keunggulan kompetitif yang tidak tepat, kata Administrasi Negara untuk Peraturan Pasar China dalam sebuah pernyataan.

Perusahaan harus mengurangi taktik antikompetitifnya dan memberikan laporan kepatuhan kepada pemerintah selama tiga tahun ke depan.

Alibaba mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya menerima denda tersebut dan berjanji untuk melakukan perbaikan dalam melayani sebagai tanggung jawab kepada masyarakat dengan lebih baik.

“Kami akan semakin memperkuat fokus kami pada penciptaan nilai pelanggan dan pengalaman pelanggan, serta terus memperkenalkan langkah-langkah untuk menurunkan hambatan masuk dan biaya bisnis pengoperasian pada platform kami,” bunyi pernyataan perusahaan.

“Kami berkomitmen untuk memastikan lingkungan operasi bagi pedagang dan mitra kami yang lebih terbuka, lebih adil, lebih efisien, dan lebih inklusif dalam berbagi hasil pertumbuhan,” demikian pernyataan perusahaan.

Namun, denda yang besar itu tidak terlalu merugikan laba Alibaba. Pada bulan Februari, perusahaan melaporkan laba kuartal ketiga untuk tiga bulan terakhir tahun kalender 2020 sebesar 12 miliar dollar AS. (Antara)