RENCANA proyek reklamasi di Teluk Benoa, Kabupaten Badung, Bali, menjadi polemik antara yang mendukung dan menolak karena berbagai pertimbangan jika proyek itu dibangun.

Pemerintah Provinsi Bali menilai Pulau Dewata yang terkenal sebagai destinasi pariwisata dunia sudah selayaknya membangun segala penunjang wisata, baik restoran, hotel, maupun infrastruktur lainnya.

Selain itu, rencana pemerintah memberi “lampu hijau” kepada investor melakukan kajian terhadap Teluk Benoa dengan alasan nantinya ada wisata terpadu, seperti di Pulau Sentosa (Singapura).

Di samping itu melakukan proyek reklamasi tersebut bukan saja di Teluk Benoa, melainkan di seluruh pesisir pantai di Pulau Dewata yang selama ini terancam abrasi.

Bahkan, sejak beberapa tahun lalu pemerintah telah melakukan reklamasi beberapa pesisir pantai, antara lain di Pantai Kuta, pesisir Tanjung Benoa, dan Pantai Sanur, Kota Denpasar.

Namun, reklamasi dilakukan tersebut cakupannya menggembalikan pantai yang mana sebelumnya abrasi akibat gelombang laut. Akan tetapi, reklamasi itu tidak membuat sebuah pulau baru.

Namun, di sisi lain, ada kelompok masyarakat menolak reklamasi karena mereka trauma dengan reklamasi yang dilakukan investor di Pulau Serangan, Kota Denpasar, sebab perluasan dengan reklamasi yang proyeknya dikerjakan oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) sejak 1996 itu hingga kini tak ada aktivitas pembangunan lanjutan.

Proyek tersebut bahkan ditengarai menyebabkan abrasinya bibir pantai di sepanjang garis pantai selatan di kawasan Pulau Bali.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika sempat secara diam-diam menerbitkan surat keputusan bernomor: 2138/02-C/HK/2012, ditandatangani pada bulan Desember 2012, yang memberikan izin dan hak pemanfaatan dan pengembangan Teluk Benoa kepada PT TWBI.

Namun, karena ada gelombang penolakan dari kelompok masyarakat, melalui aksi demonstarasi ke Kantor Gubernur dan DPRD Bali, pada tanggal 16 Agustus 2013, Gubernur telah mencabut SK tersebut karena menyadari banyaknya kesalahan dalam proses hukumnya.

Akan tetapi, dalam surat keputusannya yang baru, bernomor: 1727/01-B/HK/2013, Gubernur Made Mangku Pastika memberi izin studi kelayakan rencana pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa kepada PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Izin baru itu dikhawatirkan menjadi pintu masuk untuk realisasi rencana reklamasi di Teluk Benoa.

Sebelumnya, pada awal September 2013, pascapengumuman hasil studi kelayakan Universitas Udayana, Gubernur Bali Mangku Pastika sempat membantah adanya kesan pihaknya ngotot untuk melanjutkan rencana reklamasi.

“Saya ikuti saja. Kalau katanya tidak layak, ya, tidak layak. Kami kan tidak berkompeten menyatakan itu layak atau tidak layak. Jadi, kalau memang surveinya menyatakan itu tidak layak, ya, tidak layak,” kata Pastika menanggapi hasil kajian Universitas Udayana.

Pendukung Reklamasi Tokoh Masyarakat Tanjung Benoa, Kabupaten Badung Wayan Ranten meminta Pemerintah Provinsi Bali melakukan kajian teknis untuk menyelamatkan wilayahnya yang kini mengalami abrasi.

“Kami minta wilayah kami agar dikaji secara teknis karena makin lama semakin berkurang akibat abrasi laut,” katanya saat bertatap muka dengan Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta di Denpasar.

Menurut dia, secara geografis, wilayah Kelurahan Tanjung Benoa diapit laut. Bahkan, ada satu pulau bagian dari Tanjung Benoa, yaitu Pulau Pudut diambang tenggelam.

“Karena untuk menyelamatkan Pulau Pudut dan sekitarnya, kami memandang perlu dilakukan kajian secara teknis menyelamatkan wilayah tersebut,” kata Ranten yang didampingi tokoh masyarakat dan adat lainnya, di antaranya Bendesa Pakraman Tanjung Benoa Nyoman Wana Putra, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Wayan Darma, Nyoman Parek Sumerta, dan Ketut Sukada.

Terlepas dari wacana reklamasi Teluk Benoa yang mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat, Ranten ingin membuka wawasan semua pihak tentang kondisi nyata saat ini kawasan Tanjung Benoa.

Ia mengatakan bahwa tanah kelahirannya itu kini terancam tenggelam karena erosi air laut. Menurut kacamata orang awam, hal itu dipicu oleh kegiatan pendalaman alur pelabuhan oleh PT Pelindo III Cabang Benoa dan akibat reklamasi Pulau Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

“PT Pelindo beberapa kali melakukan pendalaman alur, begitu juga reklamasi Pulau Serangan sehingga yang paling kena dampaknya adalah wilayah Tanjung Benoa,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Bendesa (Ketua Adat) Tanjung Benoa Wana Putra mengharapkan Pemprov Bali melakukan kajian untuk penyelamatan Tanjung Benoa.

“Apa pun solusinya nanti, kami harapkan yang terbaik serta berdampak positif bagi Tanjung Benoa dan masyarakat setempat,” katanya.

Wagub Sudikerta memahami aspirasi yang disampaikan tokoh masyarakat Tanjung Benoa. Menurutnya, semua masyarakat ingin sejajar dan punya hak yang sama dengan yang lain.

“Tentunya tak ada yang mau berada dalam posisi yang menjadi korban,” kata mantan Wakil Bupati Badung itu.

Terkait dengan wacana reklamasi, Sudikerta minta semua pihak melihat lebih jauh ke depan dan menyikapinya dengan pikiran jernih.

“Jangan selalu tendensius hanya karena kepentingan tertentu,” kata Sudikerta yang juga Ketua DPD Partai Golkar Bali.

Ia mengatakan, sesuai dengan harapan masyarakat setempat, pihaknya akan melaporkan kepada Gubernur Made Mangku Pastika untuk selanjutnya dilakukan kajian lebih konkrit.

“Jauhkan dahulu dari politik, kita lakukan kajian yang benar-benar konkrit dari berbagai aspek sehingga mendapatkan solusi terbaik untuk menyelamatkan wilayah Tanjung Benoa,” katanya.

Sikap Legislator Anggota DPRD Bali menilai rencana reklamasi Teluk Benoa setelah proyek pembangunan jalan tol Bali Mandara yang menghubungkan Benoa-Bandara Ngurah Rai dan Nusa Dua (Badung) akan memperparah lingkungan Pulau Dewata.

“Bila itu sampai terjadi reklamasi Teluk Benoa, kondisi lingkungan Pulau Bali akan semakin rusak. Contoh dari ada reklamasi pantai memperparah kondisi lingkungan, coba lihat setelah reklamasi Pulau Serangan, dampaknya rusak di sekitarnya,” kata Anggota Komisi I DPRD Bali Ketut Tama Tenaya.

Menurut politikus asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung itu, proyek reklamasi merupakan pesanan investor yang mengabaikan ekosistem dan lingkungan sekitarnya.

Tama Tenaya lebih lanjut menyebutkan bahwa proyek reklamasi Pulau Serangan menjadi bukti kuat terjadinya kerusakan di lokasi lain.

“Kawasan Tanjung Benoa dihajar oleh ombak akibat reklamasi itu. Karena air laut selalu mencari keseimbangannya, ketika Pulau Serangan di reklamasi, ada ombak balik yang menerjang kawasan lain,” kata Tama Tenaya yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan.

Beruntung, kata Tama Tenaya, ada proyek dari Badan Kerja Sama Internasional Jepang (Japan Internasional Cooperation Agency/JICA) untuk melindungi Tanjung Benoa. Namun, kawasan lainnya ikut dihajar. Buktinya, Pulau Pudut diterjang laut hingga hampir habis, begitu juga hutan bakau di Tanjung Benoa menghilang.

Tentu hal itu, kata dia, dampak dari reklamasi menyebabkan terjangan arus air laut yang keras sehingga terus terkikis.

“Kawasan Pulau Pudut ini dihajar juga. Bahkan, sekarang hampir habis,” kata politikus PDIP Bali.

Melihat dari kenyataan dampak reklamasi Serangan, Tama Tenaya yakin bahwa reklamasi ratusan hektare untuk membuat pulau baru disertai pembangunan sarana wisata di Teluk Benoa akan menghantam lingkungan sekitar.

“Kalau menguruk sampai 400 hektare, ke mana airnya? Nanti Tanjung Benoa sampai Bandara Ngurah Rai itu yang dihantam. Pasti kena itu. Tinggi Tanjung Benoa sama bandara itu hampir sama,” ujarnya.

Meski menolak, Tama Tenaya sedikit pesimistis proyek pulau baru ini akan mentok di tengah jalan. Sebab, beberapa kali ada investor yang ingin mereklamasi Teluk Benoa, bahkan sejak 1990-an.

“Dari tahun 1990-an itu banyak kajian. Akhirnya mentok di tengah jalan semua. Saya gak yakin ini bisa jalan,” katanya.

Hal senada diakui anggota Komisi II DPRD Bali Wayan Disel Astawa bahwa rencana reklamasi yang mencapai ratusan hektare di Teluk Benoa akan berdampak dengan kondisi pantai di sekitarnya.

“Jangan dianggap enteng dari adanya reklamasi. Daerah sekitarnya akan mendapatkan dampaknya. Secara hukum alam, air laut pasti akan mengantam daerah-daerah yang lebih rendah di sekitarnya,” kata politikus asal Desa Ungasan, Kabupaten Badung itu.

Sementara itu, di tengah gencarnya rencana reklamasi TelukBenoa tersebut, antalegislator pun sebenarnya ada mendukung dan menolak rencana proyek itu.

Bahkan, Wakil Komisi I DPRD Bali Gusti Putu Widjera meminta kepada Badan Kehormatan DPRD agar mengusut terkait dengan isu anggota Dewan yang menerima gratifikasi untuk memuluskan keluarnya surat rekomendasi kajian reklamasi Teluk Benoa.

“Badan Kehormatan DPRD Bali agar mengusut oknum anggota Dewan yang diduga mendapatkan suap untuk memuluskan keluarnya Surat Rekomendasi Pengkajian Reklamasi Teluk Benoa, yang belakangan ini menjadi polemik di masyarakat,” kata Widjera.

Ia mengharapkan Badan Kehormatan DPRD menelusuri adanya isu tersebut. Kalau memang ada oknum anggota Dewan “bermain” dan mendapatkan gratifikasi dari investor, ditindak tegas.

“Bila perlu instansi terkait juga melakukan penelusuran terhadap isu suap memuluskan rencana dari investor untuk melakukan reklamasi perairan di Teluk Benoa, Kabupaten Badung seluas 400 hektare,” ucap politikus Partai Demokrat.

Widjera juga meminta anggota DPRD dalam menyikapi wacana reklamasi Teluk Benoa jangan terlalu gegabah karena kawasan tersebut merupakan kawasan konservasi alam dan dilindungi undang-undang.

“Semua masyarakat harus berpikir positif dan taat pada aturan hukum yang ada karena di kawasan tersebut sampai sekarang adalah kawasan konservasi,” ujarnya.

Semasih kawasan tersebut termasuk kawasan konservasi alam, tidak ada aktivitas yang mengganggu kawasan tersebut.

“Kawasan tersebut adalah kawasan konservasi alam. Dengan demikian, di dalam kawasan tersebut otomatis tidak boleh melakukan aktivitas yang lain, kecuali untuk konservasi alam,” katanya. Komang Suparta/MB