Foto: Tokoh masyarakat Bali Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn.,yang juga calon anggota DPD RI Dapil Bali nomor urut 37/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Tokoh masyarakat Bali Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn.,yang juga calon anggota DPD RI Dapil Bali nomor urut 37 menyoroti salahnya pola pembangunan pariwisata Bali selama ini. Sebab banyak orang, investor terkesan ingin menjadikan Bali sebagai “sapi perah” pariwisata bukan pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat Bali seutuhnya

“Konsepnya sekarang seperti Bali untuk pariwisata bukan pengelolaan pariwisata untuk masyarakat Bali. Sama juga seperti yang terjadi membangun di Bali bukan membangun Bali,” kata Adnyana saat ditemui di sela-sela simakrama bersama warga, Selasa (12/3/2019).

Menurutnya pariwisata untuk Bali artinya pembangunan dan investasi di pariwisata di Bali haruslah berdampak signifikan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Bali. Bukan malah sebaliknya hasil gemerincing dolar pariwisata Bali lebih banyak dibawa lari ke luar Bali dan sedikit dinikmati oleh orang Bali.

“Pembangunan dan investasi pariwisata yang ada harusnya lebih banyak dinikmati masyarakat lokal. Jadi konsep harusnya pariwisata untuk Bali dan membangun Bali untuk kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat Bali.  Bukan sebaliknya, Bali untuk pariwisata dan membangun di Bali,” ungkap Adnyana yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali ini.

Dampaknya dalam jangka panjang jika konsepnya hanya Bali dieksploitasi untuk pariwisata “membangun di Bali,” bukan ikut “membangun Bali” adalah Bali hanya dieksploitasi untuk kepentingan investor dan segelintir orang yang mengeruk untung di Bali. Begitu Bali rusak dan tidak menarik lagi bagi pariwisata maka Bali akan ditinggal begitu saja.

“Habis manis sepah dibuang. Begitu Bali rusak akan ditinggal. Orang Bali juga bisa tersisih di tanah kelahirannya sendiri seperti orang Betawi dan juga yang terjadi di Hawai,” kata Adnyana yang juga pernah aktif di sejumlah organisasi seperti Pemuda Hindu Indonesia (PHI) dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) itu.

Untuk itulah ia mengajak agar ada pembenahan secara menyeluruh terhadap pola pembangunan pariwisata di Bali, jangan hanya silau dengan gemerincing dolar saat ini. Dimana masyarakat lokal Bali sebenarnya hanya seperti remah-remah kecil, sementara kue yang lebih besar dinikmati orang luar.

“Faktanya pariwisata Bali bergeliat tapi mirisnya juga banyak krama Bali yang masih jatuh miskin dan terpaksa harus transmigrasi. Tercerabut dari tanah kelahirannya di Bali,” ungkap pendiri Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali) dan Universitas Bali Dwipa itu.

Di sisi lain, kata mantan Koordinator Daerah Bali DPP Partai Hanura itu, Bali juga seperti tidak mendapatkan keadilan dari besarnya kontribusi devisa pariwisata yang disumbangkan ke negara. Dimana hampir setengah dari devisa pariwisata berasal dari Bali.

Tiga Langkah Wujudkan Tujuh Kepentingan Bali

Karenanya dipandang penting digolkannya  RUU Pemerintahan Provinsi Bali yang kemudian harus dilanjutkan dengan perjuangan  UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar Bali bisa lebih optimal mengelola potensi daerah seperti sektor pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat Bali.

Menurut Adnyana itu kemandirian ini menjadi penting agar Bali mampu mengelola pulau Bali secara baik sesuai adat dan budaya Bali yang terkenal sebagai Pulau Dewata, Pulau Seribu Pura, Pulau Surga dan menjadi destinasi wisata terbaik di dunia. Bali sebaiknya dikelola secara komprehensif dan sistematis dalam satu kesatuan yang utuh yang disebut satu pulau satu pengelolaan (one island management) agar tercapai Bali Dwipa Jaya.

Untuk itulah lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang itu juga tergerak untuk ikut ngayah memperjuangkan Bali di tingkat pusat dengan maju sebagai caleg DPR RI dapil Bali nomor urut 37.  Adnyana memegang tiga komitmen dan upaya 3M yakni mengkoordinasikan, memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan Bali. Lalu dengan tujuh perjuangan utama.

Pertama penguatan peran desa adat dalam pelestarian seni, budaya dan adat Bali. Kedua, perlindungan sumber daya alam dan situs sejarah Bali. Ketiga pelestarian subak dan pertanian sebagai penunjang utama pariwisata Bali. Keempat, pengelolaan pariwisata untuk masyarakat Bali (pariwisata untuk Bali).

Kelima, pembangunan Bali untuk Bali Shanti lan Jagadhita (membangun Bali). Keenam, kemandirian dalam pengelolaan Bali melalui UU Provinsi Bali. Terakhir, peningkatan perimbangan keuangan Pemerintah Bali – Pemerintah Pusat.

Pria yang juga aktif di JCI (Junior Chamber Indonesia) itu mengajak semua pihak bersatu untuk bisa membangun Bali. Khususnya sembilan wakil rakyat Bali di DPR RI dan empat di DPD RI harus bersinergi, menyatukan visi misi dan nafas perjuangan menyuarakan kepentingan Bali di pusat.

“Saya maju ke DPD karena memimpikan jadi volunteer untuk  bisa mengkoordinasikan semua. Sekarang wakil rakyat kita di pusat seperti berjalan sendiri-sendiri, tidak ada yang mau merangkul,” tandas Sekretaris Umum Pengurus Pusat Pasemetonan Pratisentana Sira Arya Kubontubuh-Kuthawaringin (PPSAKK) ini.

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati