Keterangan foto:  Calon anggota DPD RI Dapil Bali nomor urut 37, Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn.,yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali/MB

Denpasar (Metrobali.com)-

Bali Dwipa Jaya (Bali yang jaya) yang menjadi semboyan dalam logo Provinsi Bali harus digaungkan kembali di Pulau Dewata dan diperjuangkan betul oleh para pimpinan Bali maupun para wakil rakyat Bali.

Segala bentuk investasi dan aktivitas bisnis yang ada di Bali, utamanya juga di sektor pariwisata yang menjadi penopang utama perekonomian Bali haruslah mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Bali.

Jangan hanya ada istilah “ayam mati di lumbung padi”. Masyarakat Bali jangan sampai tidak sejahtera di tanah kelahirannya sendiri sehingga terpaksa harus tersisih dan tercerabut dari tanah leluhur dengan memilih jalan transmigrasi.

Demikian disampaikan calon anggota DPD RI Dapil Bali nomor urut 37, Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn., ditemui di Denpasar, Sabtu (30/3/2019).

Hal itu diungkapkan Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali ini karena kekhawatiran dirinya terhadap pola pembangunan dan investasi di Bali yang tidak sepenuhnya berpihak pada kepentingan masyarakat Bali.

Saat ini yang terjadi adalah kebanyakan investor dan pengusaha hanya ingin membangun di Bali bukan membangun Bali. Alhasil keuntungan yang didapat di Bali pun lebih banyak dibawa lari ke luar Bali.

Begitu juga dalam konteks kewajiban perusahaan menyalurkan CSR (Corporate Social Responsibility atau Tanggung Jawab Sosial) perusahaan. Tidak jarang perusahaan yang beroperasi dan dapat untung di Bali, CSR-nya malah disalurkan ke luar Bali.

“CSR itu kan bepedulian pengusaha dan tanggung jawab sosial serta moralnya terhadap tempat dimana mereka berusaha atau berbisnis. Kalau sekarang konsepnya hanya membangun di Bali, CSR itu kan bisa dibawa kemana-mana ke luar Bali,” kata pendiri Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali)dan Bali Dwipa University ini.

Perlu Kesadaran Ikut Membangun Bali bukan Hanya Membangun di Bali

Untuk itu diperlukan kesadaran pribadi para pengusaha dan investor ini untuk ikut bersama-sama membangun Bali dan mengarahkan CSR untuk kepentingan Bali. Misalnya untuk membantu pelestarian seni,adat, budaya di desa adat. Ataupun untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat Bali maupun CSR diarahkan untuk ikut menjaga lingkungan Bali.

Saat ditanya soal kemungkinan penyaluran dana CSR perusahaan ini dibuatkan peraturan daerah (perda) khusus dan ada badan pengelola khusus yang menyalurkan dan mengelola peruntukan CSR perusahaan, menurut Adnyana mungkin hal itu agak sulit dilakukan.

Namun yang paling bisa dan mungkin secara cepat dilakukan saat ini adalah para pemimpin Bali agar gencar mengajak dan mengimbau para perusahaan di Bali untuk ikut peduli dengan Bali lewat dana CSR-nya.

“Agar dihimbau semua perusahaan yang beroperasi dan dapat untung di Bali supaya CSR-nya dibawa ke Bali. Jangan dibawa ke luar semua,”ajak lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang ini.

“Pelan-pelan ajak pengusaha memahami untuk membangun Bali bukan hanya membangun di Bali. Ini juga agar seni, adat dan budaya Bali tetap langgeng dan ajeg,” imbuh Adnyana yang juga pernah aktif di sejumlah organisasi seperti Pemuda Hindu Indonesia (PHI) dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) itu.

Dua bagian penting dari misi perjuangannya dalam “formula 37” saat dirinya maju sebagai calon DPD RI dapil Bali nomor urut 37 adalah bagaimana membangun Bali bukan membangun di Bali dan pariwisata untuk Bali bukan Bali untuk pariwisata.

“Membangun Bali dan pariwisata untuk Bali adalah bagian perjuangan saya yang saya gaungkan di pusat nanti sebagai Anggota DPD RI asal Bali untuk mewujudkan visi Bali Dwipa Jaya,” terang mantan Koordinator Daerah Bali DPP Partai Hanura itu.

Berjuang dengan Formula 37 untuk Wujudkan Bali Dwipa Jaya

Untuk itulah lulusan tokoh yang lahir di daerah transmigrasi di Lampung ini tergerak untuk ikut ngayah memperjuangkan Bali di tingkat pusat sebagai senator asal Bali. Adnyana memegang tiga komitmen dan upaya 3M yakni mengkoordinasikan, memperjuangkan dan mewujudkan kepentingan Bali. Lalu dengan tujuh perjuangan utama. Ini yang ia sebut sebagai “formula 37”.

Tujuh perjuangan utama itu yakni pertama penguatan peran desa adat dalam pelestarian seni, budaya dan adat Bali. Kedua, perlindungan sumber daya alam dan situs sejarah Bali.

Ketiga pelestarian subak dan pertanian sebagai penunjang utama pariwisata Bali. Keempat, pengelolaan pariwisata untuk masyarakat Bali (pariwisata untuk Bali).

Kelima, pembangunan Bali untuk Bali Shanti lan Jagadhita (membangun Bali). Keenam, kemandirian dalam pengelolaan Bali melalui UU Provinsi Bali. Terakhir, peningkatan perimbangan keuangan Pemerintah Bali – Pemerintah Pusat.

Pria yang juga aktif di JCI (Junior Chamber Indonesia) itu mengajak semua pihak bersatu untuk bisa membangun Bali. Khususnya sembilan wakil rakyat Bali di DPR RI dan empat di DPD RI harus bersinergi, menyatukan visi misi dan nafas perjuangan menyuarakan kepentingan Bali di pusat.

“Saya maju ke DPD karena memimpikan jadi volunteer untuk  bisa mengkoordinasikan semua. Sekarang wakil rakyat kita di pusat seperti berjalan sendiri-sendiri, tidak ada yang mau merangkul,” tandas Sekretaris Umum Pengurus Pusat Pasemetonan Pratisentana Sira Arya Kubontubuh-Kuthawaringin (PPSAKK) ini.

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati