Keterangan foto: Calon anggota DPD RI Dapil Bali nomor urut 37, Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn.,yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali/MB

Denpasar (Metrobali.com) –

Langkah Gubernur Bali I Wayan Koster yang mengusulkan bantuan dana desa adat untuk Bali agar dapat dianggarkan oleh pemerintah pusat di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2020 wajib didukung dan dikawal semua pihak.

Menurut tokoh masyarakat Bali Dr. Ir. I Wayan Adnyana, S.H.,M.Kn.,yang juga calon anggota DPD RI Dapil Bali nomor urut 37 adanya bantuan dana desa adat akan bisa menjadi momentum desa adat di Bali lebih ajeg dan lestari sehingga tidak hanya paling eksis di Indonesia tapi bisa jadi kebanggaan dan terbaik di dunia.

“Bali sudah menyandang gelar destinasi pariwisata terbaik dunia. Lalu kenapa tidak kita jadikan desa adat kita juga terbaik di dunia dan jadi kebanggaan dengan ragam kekayaan dan keunikan budaya Bali,” kata Adnyana ditemui di Denpasar, Rabu (20/3/2019).

Menurut Ketua Yayasan Pendidikan Usadha Teknik Bali ini dengan adanya dana bantuan desa adat maka masing-masing desa adat di Bali bisa merancang progam revitalisasi terhadap terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat adat dan juga nilai-nilai kearifan di desa adat setempat. Warisan budaya, adat istiadat dan tradisi di suatu desa adat akan lebih optimal bisa digali kembali dan dilestarikan.

Bahkan hal itu kata Adnyana akan juga semakin menjadi daya tarik pariwisata Bali dan menimbulkan multiflier efek untuk perekonomian Bali. “Jak kami anggap bantuan dana desa adat ini bukanlah pengeluaran pemerintah tapi investasi untuk masa depan masyarakat adat yang menjadi penopang utuhnya NKRI ini dan juga bisa meningkatkan geliat perekonomian masyarakat,” tegas Adnyana.

Ia mengungkapkan eksistensi desa adat di Bali bahkan mendapat pengakuan dunia. Dimana desa adat ini memainkan peran vital dan strategis bahkan bisa dibilang di garda terdepan menjaga keseimbangan tatanan kehidupan masyarakat Bali sesuai filosofi Tri Hita Karana.

Dimana ada keseimbangan dan harmonisasi hubungan antara manusia dengan sesama (Pawongan), manusia dengan alam (Palemahan) dan manusia dengan Tuhan (Parahyangan).

Contohnya Desa Adat Panglipuran di Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Bahkan desa adat yang dikenal dengan kedamaian dan kesejukannya ini didaulat menjadi salah satu dari tiga desa terbersih di dunia.

Desa adat ini telah bertranformasi menjadi destinasi wisata hits dunia namun tetap menjaga spirit budaya Bali, adat istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal serta mampu mengimplementasikan Tri Hita Karana dengan baik.

Desa adat lainnya yang cukup menarik dan terkenal hingga ke dunia internasional adalah Desa Adat Truyan di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.  Salah satu keunikannya yang sangat terkenal adalah prosesi pemakaman. Di sini, mayat tidak dikuburkan, melainkan diletakkan di bawah pohon Teru Menyan hingga menyatu dengan tanah.

“Masih banyak desa adat di Bali yang punya keunikan dan keragaman budaya. Ini yang harus dijaga dan dipelihara oleh negara salah satunya lewat bantuan dana desa adat. Desa adat di Bali adalah bagian dari peradaban Indonesia dan dunia yang tidak boleh mati atau punah,” tegasnya.

Jangan Ada Dikotomi Desa Adat dan Desa Dinas

Pendiri Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali (ATRO Bali) dan Universitas Bali Dwipa itu juga menegaskan tidak boleh ada dikotomi antara Desa Dinas dan Desa Adat di Bali maupun juga dalam hal bantuan anggaran. Maka pemerintah pusat harus juga membantu Dana Desa Adat di Bali sebagaimana juga ada Dana Desa bagi Desa Dinas/Kelurahan.

Ia menegaskan Dana Desa  bagi Desa Dinas untuk pembangunan infrastruktur Desa Dinas dan pemberdayaan masyarakat desa lintas bidang untuk peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan publik di Desa Dinas.

Sedangkan Dana Desa Adat khusus diperuntukan bagi pelestarian dan pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh masyarakat desa adat. Seperti pelaksanaan ritual adat dan budaya, pelestarian dan pemeliharaan sarana adat seperti Pura, Bale Desa atau Bale Banjar, pelestarian dan pengembangan seni dan budaya yang ada di Desa.

“Dana Desa Adat ini bisa juga bisa dialokasikan dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah Bali yang diambilkan dari pemasukan Devisa Pariwisata Bali,” kata Adnyana yang juga pernah aktif di sejumlah organisasi seperti Pemuda Hindu Indonesia (PHI) dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) itu.

Berjuang untuk Bali Dwipa Jaya dengan “Formula 37”

Adnyana menambahkan ketika dirinya dipercaya masyakat Bali menjadi Wakil Daerah Bali sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Bali , maka ia akan berupaya dengan semangat Tri Hita Karana berjuang mewujudkan Bali Dwipa Jaya salah satunya juga memperjuangkan Dana Desa Adat ini.

Perjuangan  itu akan dilakukan Adnyana yang lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang ini dengan melaksanakan konsep 37 yang bermakna 3 langkah berupa “mengkoordinasikan (seluruh kekuatan Bali), mengupayakan dan mewujudkan 7 misi.

Pertama penguatan peran desa adat dalam pelestarian seni, budaya dan adat Bali. Kedua, perlindungan sumber daya alam dan situs sejarah Bali. Ketiga pelestarian subak dan pertanian sebagai penunjang utama pariwisata Bali. Keempat, pengelolaan pariwisata untuk masyarakat Bali (pariwisata untuk Bali).

Kelima, pembangunan Bali untuk Bali Shanti lan Jagadhita (membangun Bali). Keenam, kemandirian dalam pengelolaan Bali melalui UU Provinsi Bali. Terakhir, peningkatan perimbangan keuangan Pemerintah Bali – Pemerintah Pusat (salah satunya untuk Dana Desa Adat).

Dengan konsep 37 ini, Adnyana optimis kedepan Bali khususnya masyarakat adat Bali akan lebih sejahtera dan Bali akan tetap terjaga kelestarian alam, adat dan budayanya (ajeg Bali).  “Dan akan tercapai Kejayaan Pulau Bali (Bali Dwipa Jaya) sebagaimana slogan dalam Lambang Provinsi Bali,” tandasnya.

Konsep 37 ini juga sangat sejalan dengan visi pembangunan “Nangun Sad Kerthi Loka Bali” dari Gubernur Bali  Wayan Koster yang merupakan kakak kelas Adnyana saat kuliah di ITB (Institut Teknologi Bandung).

Pewarta: Widana Daud
Editor: Hana Sutiawati