Keterangan foto: Kamis, 23 Mei 2018 kembali diadakan sidang sengketa informasi antara WALHI Bali melawan Gubernur Bali di Kantor Komisi Informasi Propinsi Bali/MB

Denpasar, (Metrobali.com) –

Kamis, 23 Mei 2018 kembali diadakan sidang sengketa informasi antara WALHI Bali melawan Gubernur Bali di Kantor Komisi Informasi Propinsi Bali. Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan pendahuluan. Dari pihak WALHI Bali langsung dihadiri oleh ketua tim hukum WALHI Bali, I Wayan Suardana, SH yang akrab disapa Gendo, bersama direktur WALHI Bali I Made Juli Untung Pratama. Dari pihak Gubernur Bali diwakilkan oleh Robert Khuana bersama ketiga rekannya (4 dari 8 kuasa hukum).

Dalam sidang sengketa informasi yang dipimpin oleh I Gusti Agung Widiana Kepakisan dan didampingi oleh I Made Wijaya dan I Gusti Ngurah Wirajaya sebagai anggota majelis komisioner, menyampaikan bahwa agenda sidang selanjutnya adalah pembuktian yang didalamnya langsung pada pemeriksaan materi yang menjadi pokok sengketa.

Untung pratama menyampaikan bahwa WALHI Bali sudah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi Propinsi Bali sebelum Gubernur Bali Wayan Koster membuka surat yang dia kirimkan kepada Presiden Jokowi terkait usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014. Apabila Gubernur Bali saat itu langsung memenuhi permohonan informasi WALHI Bali, maka WALHI Bali tidak akan menempuh jalur hukum yang disediakan oleh Komisi Informasi Propinsi Bali. “Sekarang untuk menghormati proses hukum kami akan ikuti persidangan di KI Bali”, ucapnya.

Gendo menyampaikan, bahwa penyebab dari WALHI Bali mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Propinsi Bali adalah karena Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan surat yang ia kirimkan tersebut merupakan surat yang memiliki sifat ketat dan terbatas, hanya untuk intra badan publik serta apabila surat tersebut dibuka akan mengganggu proses negosiasi lebih lanjut. Lebih lanjut, Gendo menjelaskan dalil yang digunakan oleh Gubernur Bali menyembunyikan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014 sudah dibantah oleh WALHI Bali melalui surat pengajuan keberatan, namun Gubernur Bali saat itu masih tetap bersikukuh tidak mau memberikan salinan suratnya, padahal dalil-dalilnya bertentangan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi, sehingga tidak sesuai hukum. “Itulah Penyebab WALHI Bali mengajukan permohonan sengketa informasi”, ujarnya.

Gendo juga menyampaikan apresiasinya kepada pihak yang mewakili Gubernur Bali pada saat persidangan tadi. Menurutnya, sidang tadi sudah memperlihatkan pihak dari Gubernur Bali sudah punya niat baik dalam memenuhi persidangan. Tidak seperti sidang sebelumnya, pihak dari Gubernur Bali hadir di persidangan tanpa membawa surat kuasa yang resmi. “Saya mengapresiasi kepada perwakilan dari Gubernur Bali karena sudah datang dengan syarat formil sesuai hukum acara dalam persidangan ajudikasi,” ucapnya.

Lebih jauh, Gendo juga menyampaikan agar pada sidang selanjutnya Gubernur Bali langsung saja memberikan salinan surat usulan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014 kepada WALHI Bali agar prosesnya tidak berlarut-larut. Dengan fakta hukum bahwa Gubernur Bali telah membuka surat utuh yang diminta WALHI Bali maka seluruh dalil-dalil bantahan Gubernur Bali sebelumnya otomatis gugur dan surat tersebut sudah secara mutatis mutandis menjadi informasi terbuka. “Suratnya sudah dibuka kok, apalagi yang mau dibantah? Bukankah tindakan Gubernur membuka surat itu ke publik secara utuh secara langsung Gubernur sudah mengakui itu ada informasi publik bahkan informasi itu sudah dikualifikasi serta merta?” tanya Gendo retoris.

Lebih lanjut Gendo menyatakan, dengan situasi surat yang telah dibuka, sengketa ini menjadi sederhana: “Jika pada sidang selanjutnya pihak Gubernur Bali mau memberikan salinan surat tersebut beserta tanda terimanya, maka kurang dari 10 menit sidang selesai.”

“Cepat dan tidaknya sengketa ini selesai, semua tergantung Gubernur Bali selaku Termohon, karena bagi Kami selaku Pemohon, proses ini adalah pendidikan politik dan hukum bagi semua pihak terutama badan publik agar tidak menghalang-halangi hak publik atas informasi tanpa alasan hukum yang sesuai undang-undang. Tidak boleh ada kesewenangan dalam pengelolaan informasi publik oleh badan publik dan warga patut berani memperjuangkan haknya atas informasi,” pungkas Gendo.

Sumber: WALHI Bali

Editor: Hana Sutiawati