Buruh Desak Pemrov Bali Terapkan UMP Rp3 Juta
Denpasar, (MetroBali.com) –
Sistem kerja kontrak diduga paling besar yang ada di Pulau Bali. Padahal Bali dikenal dengan tujuan daerah wisata, namun mirisnya pekerjanya masih menjadi pekerja kontrak dan atau outsourcing. Hal ini tentu saja tidak ada jaminan buat mereka.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Regional Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali, Dewa Rai Budiasa, di sela-sela aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau dikenal sebutan Mayday. Dewa Rai Budiasa meminta untuk kesekian kalinya, kepada pemerintah provinsi Bali agar menghapus sistem kerja Kontrak dan atau Outsourcing.
Selain itu, pekerja di Bali tak bosan-bosannya mendesak agar Pemerintah Provinsi Bali menerapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang layak. Pasalnya, pulau Bali jauh tertinggal dengan daerah lain dalam hal pengupahan.
“Kita upah di Bali akan semakin hari semakin tertinggal dengan daerah lain seperti di Surabaya dan Jakarta, mereka sudah Rp3,5 juta. Kita di Bali masih Rp1,9 juta, itu sangat tidak adil buat kita,” tandas Rai Budiasa, Senin (01/5/2017).
Kalau pun pemerintah ingin menentukan upah di Bali, katanya tidak harus mengacu pada PP 78 tahun 2015. Karena daerah lain ungkap dia, telah memakai kebijakan daerahnya sendiri berdasarkan fungsi kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerahnya baik gubernur atau bupatinya.
Padahal Bali seperti seolah jadi anak emasnya pemerintah pusat, dan selalu turut pada pemerintah pusat namun nyatanya, buat kami itu tidak adil, tegasnya.
“Kami ingin menyampaikan pesan kepada pemerintah Bali, khususnya agar kedepannya melahirkan kebijakan yang pro terhadap rakyat. UMP Bali Rp1,9 juta, Surabaya itu diatas 3 juta selayaknya di Bali itu Rp3 juta, pake rasio keadilan,” tandasnya.
Pekerja Bali itu, katanya, selain pekerja juga merupakan pelaku dalam hal adat dan budayanya. Dimana mereka bekerja sering bersentuhan dengan adat budaya, bagaimana dengan arti Rp1,9 juta.
“Padahal mereka harus terlibat dengan desa adatnya, komunitas di banjarnya, kita berharap PP 78 di cabut saya harapkan pemerintah Bali tidak mengikuti PP 78 dalam menerapkan upah. Bagaimana gaji hanya diukur oleh pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi,” keluhnya.
Kondisi yang ada saat ini, pemerintah Bali terkesan melihat gaji di Bali sudah cukup, karena itu tidak berniat menaikkan upah buruh. Selain itu hal yang subtansi adalah bahwa perusahaan di Bali berkurang.
Pihaknya pun meminta, agar pemerintahan Jokowi JK mencabut PP 78 tahun 2015 tersebut lantaran jika dibandikan dengan daerah lain, upah Bali jauh tertinggal, cetusnya.
“Kedepannya saya harapkan provinsi Bali juga menghapus sistem kerja kontrak dan outsourcing karena seperti khusus di sektor hotel, dalam UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 59 masifnya sistem kerja kontrak dan outsourcing di Bali. Harapan kita pemerintah Bali lebih peduli lagi. PP 78 no 2015 jelas sebagai bentuk penerapan sistem kontrak di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Bali itu harus dicabut,” tegasnya lagi. SIA-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.