Agustinus Dula

Labuan Bajo (Metrobali.com) –

Ada pengakuan mengejutkan dari Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula. Kepala daerah di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur itu mengaku belum membaca undang-undang yang di dalamnya mengatur tentang kewajiban pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk menyerahkan aset kepada pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

“Kita bicara aset. Saya jujur, untuk membaca undang-undang itu, belum. Untuk yang itu, saya belum membaca,” kata Bupati Dula, saat menerima kehadiran Institut Lintas Studi (ILS), di ruang kerjanya, Selasa (16/12).

Pada kesempatan tersebut, ILS didampingi beberapa elemen seperti Bolo Lobo, Sun Spirit, Nggong Rang dan Persatuan Wartawan Manggarai Barat, menyerahkan dokumen penolakan privatisasi Pantai Pede. Adapun dokumen yang diserahkan ILS antara lain berupa pernyataan sikap, bukti penolakan publik yang berjumlah 6 ribu lembar, serta pemberitaan di media massa.

Dalam pernyataan sikap penolakan privatisasi Pantai Pede tersebut, ILS juga mendesak pemerintah kabupaten Manggarai Barat untuk menempuh jalur hukum terkait aset Pantai Pede, yang belum diserahkan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal tersebut merujuk Pasal 13 UU No.8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat dan Pasal 2 serta Pasal 9 Kepmendagri No.42 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyerahan Barang dan Hutan Piutang Pada Daerah yang Baru Dibentuk.

“Dengan pemberitahuan seperti ini, bukan saya tidak boleh baca, tetapi orang lain pasti sudah baca. Sehingga saya ucapkan terima kasih (kepada ILS),” ujar Bupati Dula.

Sesungguhnya, kata dia, pemerintah daerah memiliki keinginan agar aset-aset provinsi dan aset-aset pusat yang ada di daerah, diserahkan kepada pemerintah kabupaten. Sebab belum diserahkannya aset-aset tersebut, menjadi hambatan dalam pembangunan.

Bupati Dula, kemudian menyontohkan aset jembatan timbang di Nggorang, Labuan Bajo, yang belum diserahkan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur kepada pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. Akibatnya, aset tersebut tidak memberikan dampak positif bagi pembangunan di Kabupaten Manggarai Barat.

“Kalau itu masih menjadi aset provinsi yang ada di Manggarai Barat, pasti begitu saja. Kita tidak bisa mengawasi kendaraan bermuatan tonase tinggi dan berdampak pada jalan rusak. PAD juga tidak jelas ke mana. Tetapi kalau diserahkan kepada kabupaten, apalagi kalau ada undang-undang seperti itu, saya rasa akan lebih bermanfaat,” tegas Bupati Dula.

Menurut dia, masih banyaknya persoalan aset ini setiap tahun, sangat berdampak pada laporan keuangan daerah yang diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan karena persoalan aset, sangat sulit untuk mendapatkan opini WTP (wajar tanpa pengecualian) dari BPK terkait laporan keuangan.

“Ada aset yang tidak jelas, aset yang belum diserahkan, aset yang sudah diserahkan tetapi tidak punya dokumen yang jelas. Nanti kalau diuangkan, bisa menderita kerugian, dan akhirnya berdampak pada penilaian kinerja pemerintah kabupaten khususnya terkait aset,” paparnya.

“Syukur-syukur sekarang Manggarai Barat meraih opini WDP (wajar dengan pengecualian). Dulu-dulunya disclaimer. Dan salah satu faktor yang menyebabkan disclaimer, ya aset,” pungkas Bupati Dula. SON-MB 

activate javascript