Denpasar (Metrobali.com)-

BERITA berjudul “Gubernur: Bubarkan Saja Desa Pakraman” yang dimuat Bali Post, 19 September 2011, buntut dari peristiwa bentrok Kemoning-Budaga di Klungkung, membuat Mangku Pastika geram dan memilih jalur hukum dalam upaya rekonsiliasi nama baiknya.

Melalui lima kuasa hukumnya, yaitu Nyoman Sumantha, I Made Djaya, I Ketut Ngastawa, J Robert Khuana dan Simon Nahak, Pastika menyampaikan somasi kepada Bali Post, Jumat (23/9). Alasannya, Pastika tidak pernah mengatakan hal itu, yakni membubarkan Desa Pakraman kepada wartawan koran terbesar dan tertua di Bali itu.

“Setelah menyimak empat rekaman kejadian (dalam bentuk VCD –red) dari empat sumber berbeda, kami menyatakan berita itu bohong. Ditambah, berita itu terus dilanjutkan hingga hari ini (Jumat, 23/9). Maka kami, tim advokasi menyampaikan somasi dan meminta pertangungjawaban Bali Post,” terang Nyoman Sumantha dalam jumpa pers di Rumah Makan Center Point, Denpasar, pukul 15.00 Wita. Ditambahkan Sumantha, somasi itu sekaligus merupakan penggunaan hak jawab dan hak koreksi seperti diatur dalam Undang-Undang Pers.

Sejak berita tersebut bergulir, Gubernur mengaku menerima banyak pertanyaan hingga kecaman. Karena itu, ia berinisiatif mengundang Majelis Utama Desa Pakraman, Parisadha Hindu Dharma Indonesia Provinsi Bali dan tokoh-tokoh masyarakat serta wartawan untuk mengklarifikasi hal tersebut, Rabu (21/9). Namun berita yang salah masih terus diangkat dan dilanjutkan Bali Post. Bahkan pada edisi Selasa, 20 September 2011, Bali Post memelintir pernyataan Gubernur di depan Sidang Paripurna DPRD Bali. Saat itu, Pastika menjawab pertanyaan anggota dewan mengenai pembubaran desa pakraman. Gubernur meminta maaf karena belum membaca berita di Bali Post. Namun Bali Post menulis bahwa Gubernur meminta maaf tentang pernyataan pembubaran desa pakraman.

Dalam somasi, Pastika menuntut ralat serta permintaan maaf Bali Post dan media cetak lainnya di Bali, selama 7 hari berturut-turut, 1 halaman penuh pada halaman 1. Juga menuntut ganti rugi Rp 100 miliar, yang nantinya akan disumbangkan pada pihak yang dirugikan (desa pakraman di Bali), serta meminta Bali Post untuk tidak lagi memberitakan hal negatif. Selain melayangkan somasi, tim juga mengadukan Bali Post ke Dewan Pers. “Kami berharap, somasi ini dapat diindahkan dan menjadi peringatan bagi media,” jelas Robert Khuana. Pihaknya sudah menerima tanda terima atas pengiriman surat somasi tersebut. “Tanda terima sudah ditandatangani dan itu berarti surat kami sampai (pada pihak Bali Post –red),” imbuhnya.

Hingga berita ini diturunkan, Metro Bali belum berhasil mendapat keterangan dari Pemimpin Redaksi Bali Post, Nyoman Wirata. MB-GAB