jaya aa ngurah wirawan

Singaraja (Metrobali.com)-

Bandara baru di Buleleng akan mengubah Buleleng menjadi sebuah kota besar. Namun untuk bisa mewujudkan itu dengan cepat, perlu dibentuk BUMD infrastruktur di Bali.

Hal ini terungkap dalam seminar “Pembangunan Infrastruktur Strategis” yang digelar di Puri Agung Singaraja, Sabtu (8/3/2014). Seminar dihadiri oleh  Kasubdit Tatanan Kebandara Udaraan dan Lingkungan Kementerian Perhubungan R.I Ir Nafthan Syahroni, Kabid Jalan Tol dan Jalan Bebas Hambatan, Kementerian Pekerjaan Umum RI Ir. Riel J. Mantik, Kepala Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat DR. Dedi Taufik, serta Pakar Infrastruktur Berat dan Direktur PT Marga, yang juga calon DPD Bali 2014-2019 Jaya AA Putu Ngurah Wirawan.

Pakar infrastruktur berat dan Direktur PT Marga, yang juga calon DPD Bali 2014-2019 Jaya A.A. Putu Ngurah Wirawan menyatakan, selain membangun bandara baru di Buleleng, nantinya juga perlu dibangun sebuah aerocity, yakni kawasan kota baru di sekitar bandara.

“Bandara akan menjadi kota. Ketika nanti ada bandara baru di Buleleng, pergerakan akan ke utara. Kota Buleleng nanti akan menjadi kota besar. Pola seperti itu terjadi di seluruh dunia. Contohnya bandara Sokerano Hatta di Jakarta. Di sekitar bandara kini telah berkembang menjadi kota-kota baru,” jelas Ngurah Wirawan.

Bandara baru di Buleleng dan kota baru yang akan muncul di sekitarnya, ke depan, kata Ngurah Wirawan, harus dirancang agar kepemilikannya tidak sepenuhnya dikuasai pihak asing. Masyarakat Bali dan Buleleng diharapkan bisa ikut serta di dalam kepemilikannya.
“Bagaimana agar kota baru ini bukan milik orang asing, makanya harus dibentuk BUMD, di situlah kekuatan dan keterwakilan kita di sana. Sehingga bandara baru dan kota baru di sekitarnya nanti tidak dikuasai oleh korporasi raksasa,” tegasnya.

Ngurah Wirawan mencontohkan, saat ini Pemprov Bali dan Kabupaten Badung sudah memiliki saham di jalan tol atas laut yang baru selesai dibangun. Ia ingin hal ini juga bisa terwujud dalam bandara baru di Buleleng. “Kita harus punya pemikiran, bagaimana agar punya saham di bandara Buleleng. Kita harus optimalkan aset daerah, jangan terbengkalai. Aset tanah yang dimiliki itu bisa dijadikan penyertaan modal dalam pembangunan bandara baru, sehingga Buleleng punya modal tanah,” paparnya.

Lahan atau tanah, kata wirawan, menjadi kunci dalam pembangunan Bandara baru di Buleleng. “Kalau betul di daerah Kubutambahan ada tanah adat seluas 400 hektar lebih, itu bisa dijadikan penyertaan modal. Kalau sudah ada lahan, gubernur dan bupati sudah bisa menghadap presiden untuk mengajukan kontruksi landasan pacu bandara. Ini bisa terwujud jika sudah ada badan usaha daerah atau BUMD. Makanya harus segera dibentuk badna usaha, misalnya PT Bali Infrastruktur. BUMD ini nantinya bisa minta DPRD untuk mengalikasikan anggaran untuk biayai BUMD,” ungkapnya.

Sementara Kepala Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Barat DR. Dedi Taufik menambahkan, berdasarkan pengalaman pembangunan bandara baru di daerah Kertajati Jawa Barat, di sekitar bandara baru pasti akan muncul kota baru atau aero city. Oleh karena itu, sebelum pembangunan bandara baru Buleleng dimulai, perlu dibuat suatu perencanaan yang matang terkait tata ruang dan jaringan penunjang bandara. “Harus dibangun bersamaan antara bandara dengan jalan tol sebagai penunjang bandara. Karena nantinya pasti akan ada kawasan aero city di sekitar bandara,” sarannya.

Selain itu, imbuh Dedi, dalam pembangunan bandara baru nantinya pasti akan ada masalah pembebasan tanah. “Pasti ada masalah pembebasan tanah, ini memang perlu waktu, pasti banyak masalah nanti. Dalam penentuan titik lokasi bandara baru, harus melibatkan tokoh-tokoh masyarakat untuk menentukan titik lokasi bandara,” tutupnya. JAK-MB