Buleleng (Metrobali.com)-
Rencana pembangunan terminal Liqufied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair di Pelabuhan Benoa, Badung, Bali memacu adrenaline para LSM Kabupaten Buleleng untuk mempertanyakan komitmen Pemerintah Provinsi Bali dalam menerapkan Perda 16 Tahun 2009 tentang RTRW Bali. Pasalnya kalau pembangunan LNG terealisasi di Benoa maka hal itu merupakan pelanggaran berat dengan sangsi hokum pidana.”Pelanggaran penerapan Perda sangsinya bukannya turun jabatan, tapi sangsi hokum pidana” Demikian dikatakan dengan lantang Ketua LSM Bhakti Pertiwi Buleleng, Made Sumarta yang akrab dipanggil Gatot, kemarin.
Lebih lanjut ia mengatakan sesuai dengan Perda 16 Tahun 2009 pemerintah telah menetapkan di Buleleng Barat yakni Desa Tukad Sumaga, Tinga-tinga, Celukan Bawang dan Desa Pengulon, Kecamatan Gerokgak merupakan kawasan industry berat. Sehingga diharapkan pemerintah tidak setengah hati menerapkan Perda 16 Tahun 2009 tentang RTRW Bali. Jadi, apabila pembangunan terminal LNG dilakukan di Benoa, maka hal itu sudah tidak sesuai dengan peruntukan. “Komitmen pemerintah untuk implementasi Perda RTRW itu janganlah dilanggar” pungkas Made Sumarta.
Sementara itu Wayan Purnamek, salah satu tokoh LSM Jari Bali Simpul Buleleng menyatakan LSM di Buleleng saat ini bergabung dalam gerakan ‘Buleleng Menggugat’, terkait dengan situasi dan kondisi investasi di Kabupaten Buleleng. “Selama ini kami di Buleleng merasa ‘dipermainkan’ oleh Pemprov Bali. Karena itu, kami siap menggugat Pemprov Bali apabila mempermainkan Perda 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Provinis Bali.” Ucapnya.”Pelabuhan Benoa saat ini sudah terlalu jenuh untuk kegiatan industri. Malahan Pelabuhan Benoa yang sejak awal didesain untuk pelabuhan penumpang, kini mulai berbenah menjadi pelabuhan kapal pesiar. Disini harus ada ketegasan dari Pemprov Bali terkait status pelabuhan Benoa, jangan tumpang tindih. Buleleng jangan lagi dijadikan penunjang, bila kilas balik sejarah Buleleng merupakan Ibu Kota Sunda kecil yang mewilayahi bali dan NTB sudah jelas bagaimana potensi Buleleng yang sesungguhnya” imbuhnya.
Ungkapan tegas juga disampaikan Ketua Badan Eksekutif LSM Gema Nusantara (Genus) Buleleng, Antonius Kiabeni Sanjaya, jika Pemprov Bali melanggar Perda 16 Tahun 2009, maka tak segan-segan melakukan aksi turun ke jalan memprotes kebijakan pemerintah secara besar-besaran. “Buleleng menggugat ini bukannya sekedar cuap-cuap kosong, hal ini agar disikapi oleh Pemprov Bali” ujarnya tegas
Lebih lanjut ia mengatakan Pemprov Bali selama ini lebih mengedepankanpembangunan di kawasan Bali Selatan. Sementara Bali Utara terkesan dibiarkan tidak berkembang bahkan cenderung proyek-proyek yang ada di Buleleng berstatus ‘ Proyek Akan’. Misalnya ada beberapa proyek pembangunan yang bersumber dari APBN, maupun APBD yang akan direalisasikan di Buleleng selalu terganjal oleh permasalahan. Salah satunya adalah pengembangan kawasan Industri Berat Celukan Bawang yang meliputi beberapa desa seperti Desa Tukad Sumaga, Tinga-Tinga, Celukan Bawang dan Desa Pengulon. “Kawasan industry Celukan Bawang ini nantinya akan dipergunakan sebagai pelabuhan bongkar muat barang, sementara dalam  perda tersebut disusun bahwa Pelabuhan Benoa dipergunakan sebagai pelabuhan laut khusus pariwisata. Kami kecewa, Perda hanya sebatas Perda namun tidak ada terealisasi hingga sekarang” pungkas Anton. GS-MB