Tan-Lioe-Ie

Denpasar (Metrobali.com)-

Budayawan Tan Lioe Ie mengharapkan Pemerintah serius menegakkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

“Pemerintah harus tegas melakukan tindakan bagi pelanggar perda tersebut. Jangan hanya sebatas wacana saja,” katanya pada acara diskusi “Temu Media dan Budayawan tentang Merokok Ditinjau Persepketif Sosial dan Kesehatan” di Denpasar, Sabtu (8/2).

Menurut dia, saat ini Pemerintah hanya gencar melakukan sosialisasi melalui kampanye antimerokok dan pemasangan stiker-stiker. Padahal, di sekelilingnya masih banyak bertebaran iklan perusahaan rokok.

“Ini tampaknya dilematis dalam penerapan perda tersebut. Kalau memang pemerintah pusat dan daerah serius menetapkan KTR tersebut, harus didukung semua pihak. Merokok adalah hak pribadi seseorang. Akan tetapi, di satu sisi harus kesadaran dari masyarakat untuk tidak merokok,” ujarnya.

Menurut dia, berkacamata dari pengalaman negara lain, seperti Singapura. Mulai dari harga rokok yang mahal hingga kawasan yang boleh merokok disediakan di alam terbuka.

“Di Indonesia belum berani menaikkan nilai cukai lebih tinggi sehingga yang kepingin merokok, terutama dari kalangan generasi muda dan ekonomi menengah ke bawah, pembeliannya akan terbatas,” ujarnya.

Jika itu bisa diterapkan, kata dia, secara perlahan-perlahan akan bisa mengurangi konsumsi rokok di Indonesia, dan pada akhirnya masyarakat perokok akan berkurang.

Menyinggung seorang seniman dan budayawan suka merokok sebagai inspirasi berkarya, kata dia, tidak semuanya itu benar. Karena tidak merokok pun, bisa berkarya seni, sepanjang seniman itu kreatif.

“Contohnya saya tanpa merokok saya bisa konsentrasi bekerja. Bagi seniman yang mengaku tanpa rokok tak bisa berkarya, itu tidak sepenuhnya benar. Itu hanya sugesti semata,” ujarnya.

Budayawan lain, Anak Agung Sagung Mas Ruscitadewi, mengatakan bahwa seorang seniman merokok adalah hak pribadinya. Akan tetapi, mereka harus menyadari KTR tersebut.

“Yang terjadi sekarang, warga dengan seenaknya merokok tanpa mempedulikan orang lain. Asap rokok tidak hanya akan membuat dirinya sakit, tetapi perokok pasif jauh lebih bahaya,” katanya.

Agus Theru seorang jurnalis mengaku dahulu perokok berat. Sejak menjadi guru pada tahun 1976 sudah biasa merokok. Akan tetapi, ketika sempat sakit parah sampai muntah darah, akhirnya sejak itu berhenti total merokok.

“Sejak berhenti merokok dirinya merasakan sehat. Memang awal-awal berhenti merokok tidak merasa nyaman dan tidak percaya diri. Akan tetapi, itu saya paksa diri sendiri tidak merokok. Sampai sekarang pun tidak merokok, toh juga ngak ada gunanya merokok. Malah menganggu kesehatan,” katanya. AN-MB