Siti Saodah hanya menunduk sambil sembunyikan muka dari sorot kamera pada sidang lanjutan di PN Denpasar, Rabu (11/9).

Denpasar,  (Metrobali.com)-

Siti Saodah hanya menunduk sambil sembunyikan muka dari sorot kamera pada sidang lanjutan di PN Denpasar, Rabu (11/9). Sidang lanjutan kemarin mengagendakan tuntutan jaksa penuntut umum. Dalam tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Assri Susantina, juragan emas ini dituntut hukuman 2 tahun penjara.

Jaksa Assri menyatakan terdakwa Siti Saodah terbukti melakukan tindak pidana melanggar pasal 263 KUHP ayat 2. Yaitu barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah -olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. “Memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun kepada terdakwa,” tegas JPU dalam tuntutannya di depan majelis hakim pimpinan Made Pasek.

Atas tuntutan tersebut, Siti Saodah yang selama ini mendapat keistimewaan karena tidak ditahan di LP Kerobokan minta waktu satu minggu untuk mengajukan pledoi (pembelaan). “Kami minta waktu untuk mengajukan pembelaan satu minggu,” ujar terdakwa melalui kuasa hukumnya, Suhandi Cahaya.

Saodah berurusan dengan hukum atas laporanb korban Abdul Aziz. Dia mengaku dirugikan oleh terdakwa dengan adanya dua lembar bonggol cek senilai Rp. 90 juta dan Rp. 75 juta yang bertulisan ‘Komisi Aziz’ yang dijadikan bukti untuk perkara perdata. Padahal korban tidak pernah menerima cek atau uang dari terdakwa. Cek itu diterima dan dicairkan saksi Fransiskus dan Abdul Rohman.

Apalagi menurut saksi Aziz, tanah seluas 175m2 yang berlokasi di Jalan Letda Kajeng SHM 1376 adalah milik korban Abdul Aziz yang dibuktikan dengan akta PPJB nomor : 2 tanggal 5 Januari 2005 yang dibeli dari I Putu Widhiarsana Witana. Dengan mengeluarkan dua lembar cek bertulisan ‘Komisi Azis’ patut diduga bahwa terdakwa sengaja ingin mengaburkan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan 175m2 yang berlokasi di Jalan Letda Kajeng SHM 1376 dari saksi korban.

Mengingat tanah itu awalnya adalah milik H. Sahabudin (almarhum) yang tidak lain adalah suami terdakwa. Tanah itu, oleh Aziz dijual kepada orang lain dan telah dilakukan pembayaran. Nah, dengan adanya dua lembar bonggol cek bertulisan ‘Komisi Azis’ maka Azis kemudian disebut sebagai mekelar, bukan dari pemilik tanah itu. (NT-MB)