Bonaran Situmeang

Jakarta (Metrobali.com)-

Bupati Tapanuli Tengah non-aktif Bonaran Situmeang dituntut enam tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan karena dinilai terbukti memberi Rp1,8 miliar kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pilkada kabupaten Tapteng 2011.

“Menyatakan terdakwa Raja Bonaran Situmeang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 sebagaimana dakwaan primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Raja Bonaran Situmeang berupa pidana penjara selama 6 tahun dikurangi masa tahanan, serta pidana denda sebesar 300 juta subsidair 4 bulan kurungan,” kata ketua jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/4).

Selain hukuman pidana dan denda, Jaksa KPK juga meminta adanya pidana tambahan terhadap Bonaran.

“Menjatuhkan hukum tambahan kepada terdakwa Raja Bonaran Situmeang dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan-aturan umum selama 8 tahun sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap,” tambah Pulung.

Sejumlah hal yang memberatkan Bonaran adalah perbuatannya dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan Bonaran menciderai lembaga peradilan utamanya MK serta perbuatan Bonaran mencederai nilai-nilai pemilihan umum secara langsung yang dilakukan secara jujur dan adil. Hal yang meringankan adalah Bonaran berlaku sopan di persidangan dan belum pernah dihukum.

Terkait dengan penjatuhan pidana tambahan, jaksa menilai bahwa Bonaran yang sebelum menjadi Bupati Tapteng berprovesi sebagai praktisi hukum yaitu advokat malah dikuasai ambisi kekuasaan, sehingga menghalalkan segala cara untuk dapat menduduki jabatan selaku Bupati Tapteng.

“Diharapkan pengenaan pidana tambahan tidak hanya akan membuat jera terdakwa tetapi juga akan membuat para politsi lain untuk berpikir jika akan melakukan korupsi sebagai upaya prevensi untuk melindungi masyarkaat baik para pemilihnya yang telah memilihnya maupun masyarakat umum,” ungkap jaksa Pulung.

Rangkaian perbuatan Bonaran dimulai saat 12 Maret 2011 dilaksanakan Pilkada Tapanuli Tengah yang diikuti 3 pasangan calon Bupati-Wakil Bupati yaitu: Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung, Tasrif Tarihoran-Raja Asi Purba, Dina Riana Samosir-Hikmal Batubara.

Berdasarkan hasil perhitungan perolehan suara, KPU Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung sebagai pasangan calon terpilih bupati/wakil bupati dengan SK KPU tanggal 18 Maret 2011.

Atas penetapan hasil Pilkada tersebut diajukan permohonan keberatan ke MK oleh 2 pemohon yaitu Albiner Sitompul-Steven Simanungkalit dan Diana Riana Samosir-Hikmal Batubara dan selanjutnya Ketua MK menerbitkan SK Nomor 158/TAP MK/2011 yang menetapkan Panel Hakim Konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan dengan susunan panel Achmad Sodiki (Ketua), Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi sebagai anggota panel.

Saat perkara permohonan keberatan sedang berproses di MK, Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi yang ikut mengadili dan memutus perkara sengketa Pilkada Tapanuli Tengah, dan meminta nomor anggota DPRD Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Bakhtiar Ahmad Sibarani.

Saat Bonaran bertemu dengan Bakhtiar di Hotel Grand Menteng, Akil menghubungi Bakhtiar dan meminta bicara dengan Bonaran melalui ponsel Bakhtiar dan meminta uang Rp3 miliar. Meski awalnya meminta Rp3 miliar akhirnya permintaan berkurang menjadi Rp2 miliar dan diminta untuk dikirim melalui CV Ratu Samagat milik istri Akil, Ratu Rita Akil.

Menindaklanjuti permintaan Akil Mochtar dilakukan pertemuan di rumah terdakwa di perumahan Era Mas 2000 di Pulogebang Jakarta Timur yang dihadiri Bonaran, Bakhtiar Ahmad Sibarani, Syariful Pasaribu, Aswar Pasaribu, Hetbin Pasaribu dan Daniel Situmeang. Dalam pertemuen tersebut, Bakhtiar Ahmad Sibarani menyampaikan permintaan Akil Mochtar sambil menunjukkan SMS dari Akil Mochtar.

Kesepakatannya adalah Bonaran meminjam uang Arif Budiman sebesar Rp1 miliar dan uang Rp1 miliar milik Aswar Pasaribu.

“Pada 17 Juni 2011, di Bank Mandiri cabang Depok Jalan Margonda Raya Depok, Bakhtiar Ahmad Sibarani dan Subur Effendi mentransfer uang Rp900 juta ke rekening CV Ratu Samagat pada Bank Mandiri KC Diponegoro atas nama Ratu Rita Akil istri dari Akil Mochtar dengan menuliskan berita dalam slip setoran ‘angkutan batu bara’ sesuai permintaan Akil Mochtar,” ungkap Jaksa.

Setelah mengirimkan uang, Bakhtiar kemudian melapor ke Akil Mochtar namun Akil mengatakan bahwa uang itu kurang.

Selanjutnya Bonaran meminta Hetbin Pasaribu menemani Daniel Situmeang untuk mengambil uang dari Aswar Pasaribu dan Syariful Pasaribu sebesar Rp1 miliar dan pada 20 Juni 2011 di Bank Mandiri Cibinong, Hetbin Pasaribu mengirimkan uang sebesar Rp900 juta ke rekening CV Ratu Samagat dengan berita angkutan batu bara.

“Sehingga unsur memberikan atau menjanjikan sesuatu telah terpenuhi yaitu memberikan uang Rp1,8 miliar melalui Bakhtiar Ahmad Sibarani, Hetbin Pasaribu dan Subur Effendi,” tegas jaksa.

Selanjutnya pada 20 Juni 2011, dilakukan rapat permusyawratan hakim yang dihadiri oleh seluruh hakim konstitusi yang salah satunya adalah Akil Mochtar dan semua hakim dimintai pendapat dan hasilnya dibacakan permohonan keberatan pada 24 Juni 2011 dengan amar putusan menolak permohonan untuk seluruhnya “Tujuan terdakwa memberikan uang Rp1,8 miliar kepada Akil Mochtar adalah bentuk pemenuhan permintaan Akil Mochtar di mana sebelumnya Akil Mochtar meminta sejumlah uang agar keberatan sengketa Tapteng ditolak dan putusan KPU dinyatakan sah,” jelas jaksa.

Jaksa menilai bahwa tidak menjadi persoalan apabila putusan majelis pleno hakim konstitusi yang menolak permohonan keberatan dari para pemohon kemudian ternyata tidak dipengaruhi oleh pemberian uang kepada M Akil Mochtar.

“Putusan hakim tidak harus bertentangan dengan kebenaran agar unsur dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili menjadi terbukti. Jadi meskipun putusan majelis pleno hakim konstitusi seusai dengan fakta-fakta di persidangan tidak mengakibatkan perbuatan terdakwa yang memberikan uang kepada M Akil Mochtar dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara pilkada Tapteng yang sedang diadili di MK menjadi tidak terbukti,” tambah jaksa.

Atas tuntutan itu, Bonaran akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 4 Mei 2015. AN-MB