Boediono

Jakarta (Metrobali.com)-

Wakil Presiden Boediono merekomendasikan perbaikan sitem pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia pascakasus Bank Century.

“Dari pemeriksaan pengawas mengenai Bank Century banyak praktik Bank Century yang fiktif dan lain-lain, kenapa bisa lepas dari BI bentuk kesalahan manajemen ini?” tanya anggota majelis hakim Joko Subagyo dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/5).

“Memang demikian pengawasan bank harus ditingkatkan lagi, saya setuju perbaikan di bidang pengawasan di BI dilakukan dan terus dilakukan,” kata Boediono saat menjadi saksi dalam sidang perkara pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa mantan deputi Gubenur Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya.

“Apa di BI tidak ada perlakuan yang berbeda antara bank gagal karena mismanajemen dengan bank gagal karena krisis?” tanya hakim.

“Pasti ada, tapi temuan-temuan seperti ini yang saya tidak terima laporannya,” jawab Boediono.

Akibat kelemahan pengawasan BI tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) sempat ingin mengubah kebijakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Hal itu terjadi karena pada rapat konsultasi KSSK 24 November 2008 BI mengubah kondisi CAR (rasio kecukupan modal) Bank Century dari awalnya negatif 3,53 persen pada 21 November 2008 namun pada 24 November 2008 CAR Bank Century menjadi sudah menjadi negatif 35,92 persen sehingga Sri Mulyani mengatakan “Kalau angkanya berubah-ubah seperti itu, saya bisa mati berdiri”.

Padahal putusan KSSK tersebut adalah mengenai pemberian penyertaan modal sementara (PMS) kepada Bank Century yang angkanya semula Rp632 miliar namun kemudian membengkak hingga Rp6,7 triliun.

“Beliau (Sri Mulyani) menilai masalah pengawasan bank secara umum di BI perlu ditingkatkan dan saya menerima itu sebagai titik awal untuk perbaikan di dalam BI karena saya juga lihat laporan-laporan sebelumnya sehingga Desember 2008 lewat keputusan Dewan Gubernur kami kocok ulang personil di pengawasan, maksudnya adalah supaya ada perbaikan awal dalam standar kualitas pengawasan,” jelas Boediono.

“Sri Mulyani merasa kecewa karena dana harusnya cuma Rp632 miliar tapi kemudian disampaikan ada potensi surat-surat berharga valas gagal bayar sehingga Sri Mulyani mengatakan kecewa?” tanya hakim Joko Subagyo.

“Pengawas BI punya independensi sehingga Gubernur BI juga tidak bisa intervensi kalau mengatakan demikian ya demikian, tapi harus diimbangi dengan tanggung jawab profesional dan hukum. Saya sebagai gubernur BI harus mengandalkan pejabat-pejabat yang ditugaskan saat itu apakah ada hal-hal yang perlu diinvestigasi, ya nanti tapi saat itu harus diputuskan,” jelas Boediono.

Jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar AN-MB