Foto: Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi dan stakeholder dukung penuh Gubernur Bali Wayan Koster menghentikan proyek reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa.

Denpasar (Metrobali.com)-

Badan Independent Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali dan stakeholder merapatkan barisan mendukung penuh langkah tegas Gubernur Bali Wayan Koster yang meminta Pelindo III menghentikan proyek reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa.

Bahkan BIPPLH Bali dan stakeholder siap pasang badan mendukung apapun keputusan Gubernur Koster untuk menyelamatkan alam lingkungan Bali khususnya hutan mangrove yang hancur lebur akibat pengurukan di kawasan Pelabuhan Benoa.

“BIPPLH dan stakeholder sepenuhnya dukung sikap Gubernur agar reklamasi di Pelabuhan Benoa dihentikan,” tegas Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi dalam keterangan persnya Senin (26/8/2019) di Kantor BIPPLH Bali di Desa Budaya Kertalangu, Denpasar.

Pernyataan sikap ini disampaikan BIPPLH bersama sejumlah stakeholder, LSM, pecinta lingkungan, penekun spiritual dan tokoh masyarakat Bali.

Diantaranya hadir tokoh Puri Pemayun Kesiman dan pegiat arsitektur Bali I Gusti Ngurah Bagus Muditha (Turah Mudhita) yang juga pelindung Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ).

Hadir pula Ketua Umum LSM Marutha Anak Agung Anom Tantra yang juga Pejabat Badan BIPPLH Klungkung, penekun spiritual Mangku Sara Yoga Semadi serta akademisi dan tokoh Puri Payangan Tjokorda Udiana Nindhia Pemayun.

Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Lingkungan Hidup Kadin Bali itu menegaskan BIPPLH yang ada di 9 kabupaten/kota se-Bali dengan 7 divisi bulat sepenuhnya mendukung kebijakan dan program Gubernur Koster menyelamatkan lingkungan Bali  sesuai visi pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

“BIPPLH juga siap menjadi bagian mencarikan solusi terbaik untuk menyelamatkan alam Bali dari dampak pembangunan yang mengobarkan lingkungan. Kami juga siap turunkan stakeholder untuk tanam mangrove di seluruh Bali,” imbuh Subudi yang juga Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ) ini.

Ia pun mengajak semua pihak bersama-sama mendukung sikap tegas Gubernur Bali untuk menyelamatkan alam lingkungan Bali dan peradaban Bali sesuai filosofi Tri Hita Karana dan kearifan lokal lainnya yang dipegang teguh di Pulau Dewata.

“Mari selamatkan peradaban Bali dengan melestarikan alam lingkungannya secara bersama-sama, gotong royong pemerintah pusat dan daerah,” tandas Subudi.

Jangan Abaikan Kearifan Lokal

Apresiasi dan dukungan terhadap sikap tegas Gubernur Koster juga disampaikan tokoh Puri Pemayun Kesiman dan pegiat arsitektur Bali I Gusti Ngurah Bagus Muditha.

Pria yang akrab disapa Turah Mudhita menegaskan Bali  punya kearifan lokal dalam hal ergonomi atau tatanan ruang. Seperti ada.ya konsep ulu teben (ibaratnya kepala dan kaki) serta konsep sekala niskala.

Nilai-nilai kearifan lokal itulah yang harus diperhatikan dalam setiap pembangunan di Bali. Jangan sampai hal itu diabaikan apalagi dilabrak.

“Mereka (Pelindo III, red) berjalan tanpa kearifan lokal. Mana tata letak mangrove yang tidak bisa diganggu tidak diperhatikan. Jadi visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali harus diterapkan dan perhatikan pula aspek sekala niskalanya,” ujar pria yang juga pelindung Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YPBJ) ini.

“Untuk itu AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dari proyek-proyek di Pelabuhan Benoa ke depan harus dibenahi dengan memerhatikan kearifan lokal,” imbuh Turah Mudhita.

Perhatikan Sekala Niskala

Hal senada mengenai pentingnya memperhatikan aspek sekala niskala dalam pengembangan Pelabuhan Benoa juga disampaikan penekun spiritual Mangku Sara Yoga Semadi.

“Kami dukung surat Gubernur yang meminta hentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa.
Dasarnya jelas spirit pembangunan Bali harus dijaga secara sekala dan niskala,” katanya.

Ia pun  menyayangkan selama pembangunan di Bali  termasuk di Pelabuhan Benoa kerap hanya memperhatikan  aspek sekala dengan mengabaikan unsur niskalanya.

“Kita bicara aspek niskala itu bukan artinya bicara hal-hal gaib tapi tattwa. Yang paling penting spirit rohani Bali,” tegas Mangku Sara Yoga Semadi.

Dikatakan, Bali didesain dengan konsep Buana Alit dan Buana Agung. Apa yang terjadi di Buana Agung terjadi juga di Buana Alit.

“Ada kondisi Buana Agung di Pelabuhan Benoa yang akan pengaruhi aspek niskala pada Buana Alit. Konsep ulu teben juga harus hati-hati disikapi,” imbuhnya.

Tolak Pembangunan Berdalih Pariwisata tapi Rusak Lingkungan

Sementara itu akademisi dan tokoh Puri Payangan Tjokorda Udiana Nindhia Pemayun juga mengapresiasi keberanian Gubernur Koster yang dicintai rakyat Bali ini untuk meminta penghentian reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa.

“Keberanian ini perlu didukung oleh seluruh komponen agar  kembali pada kesadaran kearifan lokal dalam setiap pembangunan di Bali. Perhatikan konsep segara gunung dan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Ini untuk temukan tatanan alam dan lingkungan yang luwih,” ujarnya.

Ia juga mengajak agar kembali digali pesan-pesan luhur para pendahulu kita atau para leluhur dalam menjaga kehidupan yang harmonis di Bali. Termasuk khususnya berkaitan dengan posisi mangrove dalam tatanan kehidupan alam Bali.

“Ingat tetuek nak lingsir (pesan para orang tua/leluhur, red). Kenapa magrove ditanam di pinggir pantai atau perairan seperti di Teluk Benoa dan kawasan Pelabuhan Benoa. Itu untuk menjaga keseimbangan alam Bali. Tatanan ini jangan dirusak,” pesannya.

Ketua Umum LSM Marutha Anak Agung Anom Tantra juga sepenuhnya satu jalur dengan sikap Gubernur Koster. “Stop reklamasi di Pelabuhan  Benoa jelas kami dukung sepenuhnya. Kami tolak segala aktivitas pembangunan dan investasi yang merusak lingkungan hidup,” tegas pria yang juga Pejabat Badan BIPPLH Klungkung ini.

Pihaknya juga menyoroti pengembangan Pelabuhan Benoa dengan cara reklamasi ini yang didalihkan dan diklaim untuk memajukan pariwisata Bali.

“Itu dalih saja, kamuflase. Selalu dibilang demi pariwisata tapi anyak lahan produktif, hutan mangrove dicaplok dan diurug untuk pariwisata,” tutupnya.

Ini Sikap Tegas Gubernur Koster

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster tidak main-main meminta PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III untuk segera menghentikan reklamasi di areal seluas 85 hektar di sekeliling Pelabuhan Benoa.

“Saya minta Pelindo III hentikan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa,” tegas Gubernur Koster dalam keterangan persnya di Rumah Jabatan Gubernur Bali Jaya Sabha, Denpasar, Minggu (25/8/2019).

Bahkan Gubernur Koster mengancam akan mempolisikan Pelindo III yang telah mengakibatkan rusaknya 17 hektar hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Benoa pasca reklamasi dilakukan.

“Tidak bisa (melawan, red). Nanti saya laporin ke polisi,” kata Gubernur Koster dengan nada serius.

Permintaan penghentian reklamasi ini sudah disampaikan lewat surat resmi  Gubernur Koster kepada Direktur Utama Pelindo III yang juga ditembuskan kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang.

Surat bernomor 660.1/1801/BidP4LH/Dia.LH tertanggal 22 Agustus 2019 ini sudah dikirimkan Sabtu 24 Agustus 2019.

Walaupun secara aturan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa ini merupakan proyek nasional dan sudah memenuhi segala perizinan serta mendapatkan persetujuan dari sejumlah kementerian terkait, Gubernur Koster tetap kukuh berpandangan bahwa apapun proyek di Bali baik dilakukan pemerintah maupun swasta tidak boleh merusak alam lingkungan Bali.

“Ini clear. Kalau lihat aturan Perpres, surat menteri ya cocok semua. Tapi sejak saya pimpin maka harus tata ulang,” imbuh Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.

“Persyaratan administratif saja tidak cukup kalau ternyata punya dampak pada kerusakan alam lingkungan. Apalagi sampai mangrove 17 hektar mati. Itu tidak gampang. Maka harus disikapi.
Pembangunan apapun di Bali agar direview semua sesuai Nangun Sat Kerthi Loka Bali,” beber Koster.

Langkah Gubernur Koster meminta Pelindo III Benoa mengentikan proyek reklamasi ini juga sebagai bentuk komitmen serius Gubernur Koster untuk melindungi manusia , alam dan budaya Bali. Sebab kerusakan-kerusakan lingkungan akan berdampak serius pada generasi mendatang.

“Ini antispasi untuk generasi mendatang. Jangan sampai saya sebagai Gubernur wariskan suatu hal yang keliru bagi generasi mendatang,” ujar Gubernur asal Buleleng ini. (wid)