Foto: Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali Komang Gede Subudi.

Denpasar (Metrobali.com)-

Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali menyambut gembira Provinsi Bali yang kebagian jatah untuk mengelola hutan sosial dan hutan adat dalam Program Perhutanan Sosial Tahun 2020.

Khusus untuk Provinsi Bali, pemerintah memberi izin pengelolaan hutan sosial seluas 15.200 hektar bagi 55.300 kepala keluarga (KK). Selain itu, daerah Bali juga memperoleh izin pengelolaan hutan adat seluas 621 hektar.

Surat Keputusan (SK) atau izin pengelolaan hutan tersebut secara simbolis diserahkan Presiden RI Joko Widodo kepada penerima di Bali dan 29 provinsi lainnya pada acara yang berlangsung secara virtual, Kamis (7/1/2021).

Presiden RI didampingi sejumlah menteri mengikuti acara di Istana Negara Jakarta, sementara para penerima SK di Provinsi Bali bersama Gubernur Bali Wayan Koster mengikuti rangkaian acara di Gedung Wiswa Sabha Utama (WSU) Kantor Gubernur Bali, Denpasar.

Ini kebijakan yang kami tunggu-tunggu. Ini akan menjadi solusi untuk mengakhiri perusakan hutan yang selama ini sulit dipantau. Sekarang jelas hutan mana yang boleh dikelola,” kata Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi, Jumat (8/1/2021) menyampaikan pandangannya ata izin pengelolaan hutan sosial dan hutan adat ini.

BIPPLH selaku LSM yang konsern dan fokus pada isu-isu lingkungan, agraria dan tata ruang (ATR) menyambut baik kebijakan ini sebagai upaya untuk mengikis konflik agararia yang selama ini terjadi khusus di kawasan tanah hutan. Dengan diberikannya izin izin pengelolaan hutan sosial dan hutan adat ini diharapkan dapat meminimalisir konflik agraria di kawasan hutan.

Subudi mengutip data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang menyebutkan jumlah konflik agraria masih tinggi.  Total konflik agraria tahun 2020 sejumlah 241 kasus.  Rinciannya sektor perkebunan sebanyak 122 kasus dan kehutanan 41 kasus. Total luas lahan konflik 624 ribu hektar meliputi sektor kehutanan lebih dari 312 ribu hektar dan perkebunan 230 ribu hektar

“Izin pengelolaan hutan sosial dan hutan adat ini kami harapkan dapat menekan konfilik agrarian di sektor kehutan. Juga agar bisa menyeimbangkan dua kepentinggan besar yakni bagaimana hutan bisa lestari tapi masyarakat juga sejahtera,” tegas Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) Kadin (Kamar Dagang dan Industri( Bali Bidang Lingkungan Hidup ini.

Izin pengelolaan hutan sosial dan hutan adat ini juga diharapkan dapat menekan laju penggundulan hutan atau deforestasi misalnya akibat illegal logging atau pembalakan liar. Apalagi diketahui kondisi hutan kritis di Bali semakin hari semakin memprihatinkan.

Luas lahan kritis (sangat kritis dan kritis) di Provinsi Bali berdasarkan data dari BPDAS Unda Anyar tahun 2013 menunjukkan luas dalam kawasan hutan adalah 16,323,68 hektan, sedangkan di luar kawasan hutan 44.669,78 hektar.
“Kita dukung pemerintah untuk lebih serius dalam mencegah kerusakan hutan alam di Indonesia  khususnya Bali demi menjaga keberlangsungan hajat hidup rakyat dan menyelamatkan peradaban lingkungan Bali,”kata Subudi.

BIPPLH pun mendukung langkah Pemerintah Provinsi Bali yang telah menyusun roadmap penghijauan pada sejumlah kawasan di Pulau Dewata. Harapannya, kawasan hijau di Bali ke depan mampu mencapai target 30 persen dari total luas wilayah.

Untuk diketahui luas wilayah Provinsi Bali 5.636,66 kilometer persegi dengan luas kawasan hutan 130.686,01 hektar. Dari jumlah itu, luas kawasan hutan lindung 95.766,06 hektar, hutan produksi tetap 1.907,10 hektar, hutan produksi terbatas 6.719,26 hektar dan suaka alam 26.293,59 hektar.

Dari angka-angka tersebut, maka luas kawasan hutan di Provinsi Bali saat ini sebesar 23,185 persen dari luas Pulau Bali, dan untuk mencapai 30 persen atau lebih memerlukan upaya yang keras dan sungguh-sungguh.

Subudi menegaskan untuk menghijaukan Bali, mewujudkan kawasan hutan 30 persen butuh komitmen kita bersama. BIPPLH siap berada di garda dan garis terdepan mendukung kebijakan Pemprov Bali dan visi Gubernur Bali Wayan Koster Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

BPPLH pun menyebut diberikannya Izin pengelolaan hutan sosial dan hutan adat ini  hinga langkah Pemerintah Provinsi Bali yang telah menyusun roadmap penghijauan pada sejumlah kawasan di Pulau Dewata sebagai bentuk nyata implmentasi visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

“Satu persatu Nangun Sad Kerthi Loja Bali direalisasikan dengan sebaik-baiknya. Ini implementasi konkrit  dari Tri Hita Karana. Dengan kebijakan ini reboisasi kerusakan lingkungan hidup yang selama ini terjadi akan mudah pengawasannya,” tegas Subudi yang juga penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.

“Ini langkah awal memasuki gerbang peradaban masa depan Bali gemilang hijau lestari dan sehat,” sambung Subudi yang sebelumnya merupakan pengusaha tambang sukses di Kalimantan dan kini mengabdikan diri di tanah kelahirannya di Bali untuk mengawal pelestarian alam lingkungan Pulau Dewata.

BIPPLH Bali mengaku akan  terus mendukung program-program Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang pro lingkungan. Apalagi dengan turunnnya SK pengelolaan hutan dari Presiden yang muaranya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Kalau ada penyimpangan di lapangan yang merusak tentu kami paling terdepan akan menolak bahkan kalau diperlukan akan meneruskannya ke ranah hukum,” tegas Subudi.

Di sisi lain walau sedang pandemi BIPPLH tetap terjadwal rutin melakukan diskusi-diskusi, bertukar informasi dengan stakeholder/NGO dalam jumlah terbatas terkait alih fungsi lahan, kerusakan lingkungan diakibatkan alam, karena galian C, abrasi dan kerusakan ATR lainnya.

“Kami mendukung program-program pemerintah yang pro lingkungan tapi kalau yang merusak tentu kami paling depan akan menolaknya. Bagi kami aktivis, silahkan ambil kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat secara luas tapi alam tidak boleh dirusak dengan alasan apapun. BIPPLH tidak mentolerir kerusakan lingkungan dengan dalih apapun,” tegas Subudi.

Untuk diketahui Visi BIPPLH yakni mengawal pembangunan Bali berdasarkan Tri Hita Karana. Misi BIPPLH turut serta bersama-sama LSM, komponen masyarakat lainnya, Desa Adat, dan seluruh seluruh  masyarakat Bali dalam mengawasi hingga menolak pembangunan yang merusak lingkungan hidup dan adat istiadat Bali baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun kelompok lainnya. (wid)