Foto: Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi (di belakang udeng merah) bersama peserta lainnya dalam Forum Diskusi Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara yang digelar di Gedung Gajah, Jaya Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Rabu (18/11/2020).

Denpasar (Metrobali.com)-

Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali mendukung dan mengawal penuh rencana pembangunan Bandara Bali Utara. Aspek lingkungan, agraria dan tata ruang (ATR) menjadi fokus dan konsern BIPPLH.

Penegasan ini juga disampaikan Ketua Umum BIPPLH Bali Komang Gede Subudi saat diberikan kesempatan menyampaikan pandangannya dalam Forum Diskusi Kelompok (Focus Group Discussion/FGD) Rencana Pembangunan Bandara Bali Utara yang digelar di Gedung Gajah, Jaya Sabha, Rumah Jabatan Gubernur Bali, Rabu (18/11/2020).

“BIPPLH melihat dari sisi lingkungan dan ATR karena kita pengawas pembangunan dan aktivitas lingkungan yang sangat konsern menjaga alam lingkungan Bali,” kata Subudi dalam FGD yang dipimpin dan dihadiri langsung Gubernur Bali Wayan Koster ini.

BIPPL mengaku siap memberikan masukan dan pengawalan dari sisi lingkungan dan ATR terhadap rencana pembangunan Bandara Bali Utara yang direncanakan berlokasi di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.

Dukungan penuh ini diberikan karena BIPPLH melihat pendekatan perencanaan pembangunan yang dilakukan Gubernur Bali sangat komprehensif dan yang terpenting bersifat humanis, memanusiakan masyarakat di rencana lokasi pembangunan Bandara Bali Utara.

Bagi BIPPLH baru kali ini ada Gubernur memanusiakan rakyatnya dalam sebuah rencana pembangunan megaproyek yang dari awal memang muncul pro kontra mengeni lokasinya sebagai sebuah dinamika pembangunan.

“Rakyat tidak mempersulit pemimpin. Dan pemimpin tidak mensengsarakan rakyat. Pendekatan humanis yang dilakukan Gubernur Bali memanusiakan manusia,” kata Subudi.

Dalam prosesnya karena masyarakat merasa dimanusiakan mereka akhirnya setuju dengan rencana pembangunan bandara. Tidak kalah penting Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama selaku representasi rakyat Bali beberapa kali terjun langsung memantau ke lapangan, dan memastikan proses komunikasi dengan masyarakat berjalan baik.

“Kami merasa happy karena baru kali ini ada kesepahaman rakyat dengan pemerintah. Kalau ditarik ke belakang tahun 1990-an warga pernah pernah ditakuti-takuti bedol desa, tahun berikutnya mereka hendak digusur tapi tidak mau bergeser sejengkal pun dari tanah mereka. Tapi kali saya melihat masyarakat happy setelah ada kesepahaman dengan Pemprov dan siap malah menunggu kapan direlokasi ,” papar Subudi.

BIPPL menilai kalau sudah dari awal ada kesepahaman antara masyarakat dan pemerintah maka rencana pembangunan Bandara Bali Utara akan berjalan mulus, begitu pula penataan lingkungan hidup pasti akan lebih baik.

Dalam konteks ini, BIPPLH sudah terlibat sejak awal memastikan rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini tidak mengorbankan dan merusak alam lingkungan Pulau Dewata.

“Kami aktivis lingkungan dari awal lakukan pendampingan dan ikut dalam proses komunikasi, dialog dengan masyarakat. Selanjutnya kami siap terjun ke lapangan kawal agar tidak ada penyelewengan dari kesepakatan dan perencanaan,” ungkap Subudi yang juga Wakil Ketua Umum (Waketum) Kadin Bali Bidang Lingkungan Hidup.

Apa yang disampaikan Subudi merupakan sebuah kenyataan sebab dalam pantauan wartawan Metro Bali yang juga mengikuti proses sosialisasi rencana pembangunan Bandara Bali Utara dan proses dialog dengan masyarakat di lokasi, memang prosesnya tidak mudah menyamakan persepsi dan mencari titik temu antara kepentingan masyarakat dan pemerintah.

Belum lagi ada pihak-pihak yang “merecoki” dan ingin “menggagalkan” rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini karena kepentingan pribadi mereka tidak terakomodir.

Wartawan melihat betul tingkat kesulitan komunikasi Pemprov Bali dengan masyarakat. Hal ini juga karena masyarakat terlanjur curiga dengan siapapun yang datang ke desa mereka akibat trauma yang kejadian di masalah melalui pendekatan yang tidak humanis.

“Tapi sekarang dengan pendekatan humanistik yang dilakukan Gurbernur Bali, semua jadi mudah, dan longgar, semua jadi happy. Ini sesuatu yang membanggakan dan menggembirakan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” tegas Subudi.

BIPPLH pun mengajak semua pihak memberikan masukan, kritik yang objektif dan konstruktif dalam pengawalan rencana pembangunan Bandara Bali Utara ini. Poin pentingnya adalah megaproyek ini harus memberikan kontribusi kesejahteraan sebesar-besarnya kepada masyarakat Bali tapi tidak juga mengorbankan dan merusak lingkungan.

“Harus dicatat tinta hitam besar bahwa peradaban masa depan adalah peradaban lingkungan. Siapa yang mampu menjaga lingkungan lestari maka berperadaban tinggi,” tegas Subudi yang juga penekun penyelamat heritage dan Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati (YBPJ), yayasan yang bergerak pada pelestarian situs ritus Bali.

“Bagi kami aktivis, silahkan ambil kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat secara luas tapi alam tidak boleh dirusak dengan alasan apapun. BIPPLH tidak mentolerir kerusakan lingkungan dengan dalih apapun,” tandas Subudi yang sebelumnya merupakan pengusaha tambang sukses di Kalimantan dan kini mengabdikan diri di tanah kelahirannya di Bali untuk mengawal pelestarian alam lingkungan Pulau Dewata. (wid)