Kuta (Metrobali.com)-

President Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN), Akira Homma menyatakan jika PT Bio Farma (Persero), perusahaan vaksin Tanah Air, merupakan produsen terbesar vaksin di dunia. “PT Bio Farma asal Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia. Perusahaan ini memproduksi sebanyak 1,4  juta miliar vaksin,” kata Akira di sela pertemuan ke-13 Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN) di Kartika Plaza Hotel, Kuta, Bali, Selasa 30 Oktober 2012.

Menurut WHO, Akira menyitir, vaksin penting sebagai upaya meningkatkan derajat manusia. Jika bisa, kata dia, WHO berharap agar vaksin bisa seperti air mineral yang dapat diminum setiap saat bagi manusia.

Namun, produksi vaksin lebih dikuasai oleh produsen dari negara-negara maju. Akibatnya, ia bisa didapat dengan harga yang jauh membumbung tinggi. Atas dasar itu maka negara-negara berkembang berkumpul untuk dapat membuat vaksin dengan kualitas tinggi, tetapi dengan harga yang terjangkau.

“Atas keinginan itu maka pada 13 tahun lalu sejumlah negara berkembag berkumpul di Bandung. Tujuannya adalah agar memiliki kemampuan juga untuk memproduksi vaksin dengan kualitas sama tetapi harga terjangkau. Gagasan itu diambil karena penguasaan vaksin di tangan perushaan besar dengan harga tinggi,” kata dia.

Dari pertemuan itu lahirlah DCVMN yang bisa memproduksi vaksin dengan kualitas tinggi dan harga terjangkau. “Kini jumlah terbesar vaksin yang dibeli WHO dari perusahaan negara berkembang. Keunggulannya adalah kualitas tinggi, harga terjangkau. Itu prestasi kami,” terang Akira.

Hal senada diungkapkan Direktur Utama PT Bio Farma, Iskandar. Untuk memproduksi vaksin, imbuh dia, terjadi persaingan hebat antara negara berkembang dan negara maju.
Sementara itu, mengenai peluang Indonesia di kancah global dalam hal produksi vaksin, Iskandar sangat optimistis dapat bersaing. “Peluang Indonesia sangat bagus. Kita negara muslim. Ini yang kita manfaatkan. Kita manfaatkan sebagai jembatan bagi negara-negara Islam. Indonesia bisa menjadi pusatnya (produsen vaksin),” tutur dia.

Malaysia, sambung dia, meski maju dari segi otomotif, tetapi tak punya pabrik vaksin. “Yang punya Iran. Tapi kena embargo.” Ke depan, Indonesia harus bisa berperan melakukan riset dengan potensi pasar yang begitu besar ini. “Ini harus dimanfaatkan. Kalau tidak rugi sendiri. Apalagi kita punya kemampuan itu. Indonesia juga  ikut OKI. Di negara muslim kita nomor satu. Sejak 1997 sudah dapat prakualifikasi dari WHO,” imbuh Iskandar.

Mengenai pertemuan yang digelar hingga 2 November 2012 itu, target Bio Farma menurut Iskandar adalah menjalin kemitraan global. “Kami harus menyiapkan vaksin lain agar berkelanjutan,” jelasnya.

“Kami berharap bisa melakukan penemuan bersama-sama. Tukar menukar informasi vaksin untuk kepentingan bersama di masa mendatang,” tutup Iskandar. BOB-MB