Denpasar (Metrobali.com)-

         Bilamana kawasan Besakih-Gunung Agung tetap tercantum sebagai KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) dalam PP No.50/2011, fasilitas olahraga seperti pembangunan lapangan golf, fasilitas akomodasi seperti hotel, fasilitas rekreasi seperti kafe, klub malam, dan sejenisnya, terbuka untuk dibangun. Sebab, di pasal 25 dan penjelasannya pada PP No.50/2011 hal tu diatur. Sekalipun Besakih bukan kawasan pariwisata dan merupakan kawasan suci dalam Perda No. 16/2009, sepanjang nama Besakih-Gunung Agung dan TNBB masih tercanum di PP 50/2011, peluang itu tetap terbuka. Memang tergantung, apakah pejabatnya memberikan ijin ketika ada permohonan untuk ijin hotel bintang, lapangan golf, klub malam dan sejenisnya. Kalau pejabatnya konsisten merujuk Besakih sebagai kawasan suci seperti diatur Perda No. 16/2009 dan pasti menolak bila ada investor mohon ijin membangun seperti itu.  Tetapi kalau pemohonnya mengiming-iming gratifikasi sangat besar dan pejabatnya tergoda, ijin akan diberikan sesuai PP 50/2011. Nyatanya, pernah ada ijin seluas 100 ha untuk membangun lapangan golf dari Bupati Karangasem, Wayan Geredeg yang didemo masyarakat tahun 2007. Belum lagi korupsi yang merajalela, dimana banyak pejabat melanggar hukum, kendati aturan dan sanksinya sudah sangat jelas.

            Demikian penjelasan Ketua Tim Penegak Bhisama Kesucian Pura, Putu Wirata Dwikora, menanggapi pernyataan dalam jumpa pers yang dihadiri Prof. Dr. Ir. I Gde Pitana, M.Sc, narasumber dalam acara ini adalah Jro Gde Putu Suwena Putus Uphadesa, Ida I Dewa Gde Ngurah Suasta, Karo Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng, SP, M.Si dan Kadiparda Bali Ida Bagus Subhiksu. Putu Wirata tidak meragukan niat baik tokoh  seperti Jero Gede Mangku Suena, bagaimana kawasan suci Pura Besakih agar dipertahankan, seperti diatur dalam Perda No. 16/2009. Namun, karena PP 50/2011 mengatur perihal adanya prasarana umum, fasilitas umum dan fasilitas pariwisata, secara legal formal pembangunan hotel, lapangan golf, klub malam, dan sejenisnya memang dimungkinkan. Soal kemungkinan-kemungkinan itu, ia merujuk sejumlah ijin yang ditengarai melanggar Perda RTRW, seperti sejumlah hotel di beberapa kabupaten di Bali yang jelas melanggar.

            ”Perda RTRW yang ada ini pun banyak pelanggaran, apalagi kalau diberi ruang dengan PP 50/2011 untuk Besakih-Gunung Agung dan TNBB. Ingat, negara kita masih sangat korup, IPK kita menurut survei TII masih dibawah 3,0, 298 kepala daerah di Indonesia bermasalah dan terkait kasus korupsi. Jadi, tidak bisa mengandalkan prasangka baik dan mengira pejabat kita akan baik-baik saja,” jelas Putu Wirata.

            Karena itu, Putu Wirata menambahkan, PP 50/2011 perlu direvisi, tidak hanya mencabut nama Besakih-Gunung Agung, tetapi juga kawasan TNBB yang merupakan hutan lindung. Tidak perlu mencari kambing hitam siapa yang mengusulkan Besakih-Gunung Agung dan TNBB masuk dalam daftar KSPN, tetapi lebih penting untuk bersatu mengusulkan pencabutannya dari PP 50/2011. Pencabutan bisa dilakukan dengan meminta Kementerian yang bersangkutan untuk merevisinya, atau bisa juga melalui permohonan uji materiil ke Mahkamah Agung.

            ”Sebaiknya kita satukan tenaga  untuk memperjuangkan revisi PP 50/2011, setelah perdebatan yang cukup hangat dan kadang memanas. Selanjutnya, mari satukan kekuatan untuk merevisi tersebut,” lanjut Putu Wirata. RED-MB

 

 

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;}