Balikpapan (Metrobali.com) –

Bank Indonesia (BI) minta aparat keamanan tidak menyebut nilai nominal uang palsu (upal) yang disita dari tersangka pemalsu maupun pengedar karena pada hakikatnya uang tersebut tidak ada nilainya.

“Hakikatnya uang palsu itu tidak ada nilainya. Uang palsu cukup disebut berapa ‘lembar’,” kata Rahadi Arudjitris dari Tim Penanggulangan Uang Palsu BI di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin.

Permintaan agar tidak menyebutkan jumlah nominal temuan upal juga disampaikan BI kepada media dalam hal pemberitaan mengenai kasus upal.

Rahadi mencontohkan, jika aparat penegak hukum mendapatkan 10 lembar uang kertas palsu pecahan Rp100.000, maka cukup disebutkan 10 lembar uang palsu pecahan Rp100.000. “Penekanannya ada pada kata 10 lembar, akan salah kaprah bila disebut uang palsu senilai total Rp1 juta,” tambah Rahadi.

Ia menegaskan meskipun sangat mirip, uang palsu adalah tetap uang palsu yang tidak memiliki nilai tukar.

Di sisi lain, Rahadi mengakui bahwa para pemalsu uang juga menghasilkan produk yang sudah sangat mirip dengan uang asli. Selintas atau bila tak teliti, apalagi saat di malam hari, misalnya, uang palsu tak terlihat ada bedanya dengan uang asli.

Nomor seri uang yang ditulis dengan ukuran angka yang berbeda-beda ukurannya, misalnya, sudah bisa ditiru oleh para pemalsu. Begitu pula dengan kualitas kertas dari benang pengaman dan cetak timbul (intaglio).

Untuk itu, dalam setiap lembar uang asli terdapat hingga 17 macam tanda yang harus seluruhnya ada untuk memastikan keaslian uang.

Selain benang pengaman, cetak timbul yang terasa kasar seperti tersebut di atas, ada pula gambar yang tidak tampak dengan mata biasa, dan baru terlihat di bawah sinar ultra violet.

Pada bagian depan uang pecahan Rp50.000 misalnya, ada gambar siluet penari, atau gambar Gedung MPR/DPR di pecahan Rp100.000.

Juga ada sejumlah gradasi warna di berbagai tempat di lembaran uang.

“Yang paling gampang dilihat, termasuk oleh masyarakat awam sekalipun, adalah logo BI di sudut kanan bawah muka uang,” kata Rahadi.

Uang bagian muka adalah yang ada gambar pahlawannya, seperti gambar pahlawan Otto Iskandardinata pada pecahan Rp20.000, I Gusti Ngurah Rai di pecahan Rp50.000, Pangeran Antasari di pecahan Rp2.000.

Karena dicetak dengan teknik optically variable ink (OVI) yaitu dicetak dengan tinta bervariasi, logo BI itu berubah-ubah warnanya bila dilihat dari sudut pandang berbeda.

“Karena itulah para profesional seperti kasir atau teller, selalu menyusun uang pada muka yang sama, sehingga gampang mengecek keasliannya dengan cepat meski uang dalam tumpukan sekali pun,” kata Rahadi. (Ant)