“Padma Ngembang Nguncup”

Menghadapi fenomena kekisruhan yang terjadi dalam jajaran elite Majelis umat Hindu.pasca tak diresponnya permasalahan aliran spiritual misi oleh PHDI Pusat, telah memicu berbagai pihak untuk masuk dalam wilayah pro dan kontra. Apalagi setelah dilakukanya Mahasabha Luar Biasa oleh Forum Parisada Provinsi se-Indonesia, seakan semua ingin menunjukkan taring keganasannya untuk menjadi “singa” pembenar dalam permasalahan sederhana yang telah dibiarkan membeku hingga susah dicairkan.

Kami, dari organisasi independen relawan dharma Puskor Hindunesia, tak tinggal diam, karena memahami proses awal seperti apa bibit-bibit konflik ini muncul. Pada berbagai kesempatan sudah sering kami sampaikan akan bahaya gerakan spiritual berkedok Hindu yang melakukan konversi, propaganda dan redoktrinisasi pada umat Hindu yang sudah menjalankan keyakinan mereka sesuai tradisi leluhur mereka.

Karena jalan komunikasi internal sudah susah dan berbagai masukan dan saran konstruktif beserta solusi tak pernah didengar, maka kami hanya bisa berserah diri pada leluhur masing-masing kawitan para pewaris gama Bali di Pura Besakih.

Kami sepakati dengan para relawan dharma lintas soroh yang memiliki pedharnan (linggih kawitan) di lingkungan Pura Agung Besakih untuk MOHON TUNTUNAN DAN JALAN TEEBAIK pada masing-masing pedharman.

Peserta kurang lebih 90 orang dari berbagai soroh, belum termasuk anggota keluarga mereka hadir dengan kesadaran penuh untuk mengembalikan semangat PERSATUAN dan KEKOMPAKAN dalam menghadapi tantangan jaman yang berpotensi memecah belah penganut gama Hindu Bali.

Dengan konsep “Padma Ngembang Nguncup” menandakan eksistensi keberagaman yang dibangun leluhur kita untuk tetap pada tangkai yang sama karena kita ada dari satu kuncup yang sama untuk mekar dan memencar dalam fungsi dan tugas hidup (swadharma) yang berbeda-beda. Tapi tetap dalam padma spritualitas yang sama (satu).

Persembahyangan dilaksanakan hari Minggu, 10 Oktober 2021. Dimulai dengan persembahyangan PADMA NGEMBANG dari pedharman Semeton Pasek, Arya, Dalem, Bujangga dan pedharmaan lainnya sampai di Linggih Danghyang Dwijendra, Pasek Kayu Selem dan Pangeran Bendesa Manik Mas. Baru kemudian dilanjutkan dengan Ratu Subandar dan Bethara Sunaring Jagat dan Bethara Puncak Kiwa Tengen. Pada setiap persembahyangan para pretisentana Bethara Kawitan selalu disertai kehadiran upasaksi dari semua perwakilan yang lain, sehingga rasa saling dukung dan solidaritas terbangun tanpa ada yang merasa sendiri.

Setelah selesai persembahyangan PADMA NGEMBANG, baru terakhir dilaksanakan persembahyangan PADMA NGUNCUP, sebagai simbul persatuan, kebersamaan dan solidaritas di Pura Penataran Agung.

Hanya satu tujuan kami, mohon tuntunan dan jalan terbaik agar gama Hindu Bali dan gama Hindu Nusantara ajeg dipegang oleh pretisentana Ida Betara Sami. Kalau ada yang menyimpang agar DISADARKAN, DIMAAFKAN dan  DIKEMBALIKAN PADA  JALAN KELUHURAN  dan TATANAN yang sudah diwariskan dari generasi ke generasi, sampai saat ini.

Hari itu persembahyangan berjalan lancar, langit cerah. Gunung Agung sebagai stana Ida Bethara Giri Tohlangkir tampak jelas. Sungguh sesuatu yang menyejukkan bathin dan memberikan vibrasi positif ditengah upaya berbagai pihak untuk memecah belah persatuan penganut ajaran gama Hindu Bali.

Terimakasih pada semua keluarga relawan dharma dari berbagai soroh yang selalu menguatkan kebersamaan ini, tanpa mau dipolitisasi atau dimanfaatkan kepentingan kelompok.

“Hindu Bali bersatu untuk Hindu Nusantara Jaya”.

Rahayu.

OM Santih Santih Santih OM

Besakih 10 Oktober 2021

IB Susena Pantra