MetroBali

Selangkah Lebih Awal

Berbelit-Belit, Bos Hotel Kuta Paradiso Dituntut 3 Tahun

Metrobali.com, Denpasar

Bos Hotel Kuta Paradiso Bali, Harijanto Karjadi yang didakwa melakukan tindak pidana penggelapan dan memberikan keterangan palsu pada akta autentik, Senin (13/1) di PN Denpasar dituntut hukuman 3 tahun penjara oleh tim jaksa penuntut umum yang dikoordinatori Ketut Sujaya.
Jaksa Ketut Sujaya dkk dalam tuntutannya menyatakan terdakwa Harijanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu pada akta otentik sebagaimana dibeberkan dalam dakwaan melanggar pasal 266 ayat (1) jo 55 ayat 1 kesatu KUHP.

“Menuntut terdakwa Harijanto Karjadi dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun dipotong selama terdakwa dalam tahanan,”hatap jaksa dalam tuntutannya pada majelis hakim pimpinan Sobandi.
Adapun pertimbangan jaksa yang memberatkan dalam tuntutan ini adalah, terdakwa berbelit belit selama sidang dan tidak mengakui perbuatannya. Sementara yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum. Akibat perbuatan terdakwa pengusaha Tomy Winata (TW) mengalami kerugian 20 ribu US Dollar lebih atau sekitar 285 miliar rupiah.
Terhadap tuntutan Jaksa, terdakwa yang berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya Petrus Bala Patyona menyatakan akan mengajukan pembelaan pada sidang Kamis (16/1).
kasus yang menjerat bos Paradiso ini terjadi pada 14 November 2011 bertempat di Notaris I Gusti Ayu Nilawati di Jalan Raya Kuta,No.87, Kuta Badung. Berawal dari akta perjanjian pemberian kredit No 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaries Hendra Karyadi yang ditandatangani PT Geria Wijaya Prestige (GWP) diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.

Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000. Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plasa Kuta, Badung. Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.

Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti. Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).

Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar. “Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP,” tegas JPU.

Namun saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya.

“Bahwa terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono bersama-sama terdakwa Harijanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005,” jelas JPU.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa Harijanto Karjadi dan Hartono Karijadi (DPO) mengakibatkan korban Tomy Winata mengalami kerugian USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar.
Disisi lain, suasana sidang tetsp dipadati pengunjung seperti sebelumnya. Kedua belah pihak mengerahkan karyawannya memadati ruang sidang sejak pagi hingga sidang selesai. Pun demikian situasi pengadilan tetap kondusif dibawah penjagaan aparat baju dinas dan preman.  (NT-MB)