Sanaa, (Metrobali.com) –

Sedikitnya delapan orang tewas Rabu setelah gerilyawan Syiah bentrok dengan militer dan orang suku Sunni sekutunya untuk memperebutkan kendali atas sebuah perbukitan strategis di sebelah utara Sanaa, ibu kota Yaman, kata beberapa pejabat setempat.

Daerah itu dilanda bentrokan-bentrokan sektarian sejak tahun lalu, yang merongrong upaya rekonsiliasi nasional di Yaman.

Bentrokan meletus Selasa ketika orang-orang bersenjata yang setia pada suku Syiah Houthi menyerang pos-pos keamanan dan militer di dekat kota Omran di provinsi Omran, menewaskan enam prajurit dan seorang perwira, kata sumber-sumber militer. Pasukan membalas serangan itu, menewaskan sembilan gerilyawan.

Pertempuran terjadi lagi Rabu, kata beberapa pejabat setempat, setelah upaya penengahan gagal mencapai gencata senjata. Mereka mengatakan, empat prajurit dan empat orang suku sekutunya tewas dalam bentrokan itu.

Tidak ada penjelasan terinci mengenai korban di pihak Syiah Houthi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

(Ant) –