Bupati Tabanan  Ni Putu Eka Wiryastuti saat melakukan Pengobatan Skala lan Niskala antisipasi para Penari Pasca Pementasan Rejang Sandat Ratu Segara, Sabtu (25/8) kemarin.

Tabanan (Metrobali.com)-

Pasca Pementasan Tari Kolosal Rejang Sandat Ratu Segara yang mengikut-sertakan 1800 orang penari yang terdiri dari siswi-siswi SMP, SMA dan SMK di Tabanan tersebut, dikatakan menimbulkan banyak penomena oleh Bupati Tabanan yakni Ni Putu Eka Wiryastuti.

“Tarian itu sangat luar biasa dan mengundang banyak penomena. Bukan saja penomena berupa pujian termasuk penomena trance (kerauhan/kedatangan) yang sekarang ini viral”, jelas orang nomer satu di Tabanan itu saat mengunjungi posko Pengobatan Skala lan Niskala antisipasi para Penari Pasca Pementasan Rejang Sandat Ratu Segara, Sabtu (25/8) kemarin.

Bukan hanya sekedar mengunjungi, ditemani oleh Ratu Nabe Subagia dan para Sisia Perguruan Siwa Murti, Bupati Eka-pun turun tangan mengobati dan membersihkan (ngelukat) dan menyiapkan panyengker karang buat para penari yang mengalami masalah non medis. Karena Beliau sadar, bahwa orang yang mengalami kerauhan tidak bisa didiamkan, harus segera ditangani sesuai dengan prosedur yang ada dan tentunya juga atas kehendak Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Apalagi pasca menarikan Tarian Rejang Sandat Ratu Segara yang merupakan persembahan yang tulus Ikhlas kepada Penguasa Segara (laut) yang bersifat sangat Sakral. Mengingat kesakralan tersebut, Dikatakannya juga sudah tentu persembahan yang tulus dengan tujuan yang baik, tentu akan menimbulkan aura yang positif. Terbukti dengan adanya  Tarian ini, para penari yang terdiri dari Siswi SMP, SMA dan SMK tersebut banyak mengalami kerauhan (kedatangan). Kerauhan tersebut terjadi akibat aura positif yang mengalir ke tubuh para penari yang berisi aura negative sehingga bersinggungan dan terjadilah kerauhan.

Apalagi dari sekian siswi yang diobati beliau, banyk hal-hal aneh yang diderita mereka, diantaranya ada yang dari kelahiran merupakan keturunan Pemangku/pengiring, agar segera dilakukan pewintenan (pembersihan). Beberapa peserta ada juga yang sabda bayu dan idepnya tidak menyatu dengan raganya, sehingga harus dilakukan upacara penebusan di Pura Dalem. Kondisi lain ada yang medis berupa magh dan asam lambung tinggi.

“Sudah jelas persembahan ini merupakan Yadnya yang menimbulkan aura positif, dan Tuhan membersihkan semua yang ikut ngayah. Dengan adanya Tarian ini, yang tidak diketahui memiliki penyakit jadi bisa diketahui penyakitnya. Dan Pemkab berniat membantu sampai tuntas”, jelas Bupati yang akrab disapa Eka itu dihadapan 60 Penari yang berobat, dan seluruh OPD di lingkungan Pemkab Tabanan, para Awak Media (Wartawan) juga orang-tua siswa yang hadir disana saat itu.

Bahkan dari sekian banyak pasien (siswi penari) yang ditangani Bupati Eka, ada 1 (satu) pasien dari luar penari Rejang Ratu Segara, yakni Tim Medis dari Dinas Kesehatan. Beliau menderita bebayinan, saat diobati berteriak histeris. Setelah diobati Bupati Eka serta dilukat, keadaanya kembali pulih.

Seperti yang juga dijelaskan Srikandi asal Tegeh, Angseri tersebut di lapangan bahwa pengobatan ini wajib dilakukan. Beliau sangat prihatin, mengingat siswi-siswi ini adalah penerus bangsa, penerus Tabanan kedepannya. Pemerintah wajib melindungi, mengawasi dan mensuport perkembangan generasi muda menuju arah yang positif. Kedepan Beliau berencana akan turun ke Sekolah-sekolah melakukan kegiatan pengobatan ini, karena pasca pementasan Rejang Sandat Ratu Segara ini banyak sekali siswi yang mempunyai penyakit Desti.

“Dan nanti kita  akan coba turun ke sekolah-sekolah, karena banyak sekali anak-anak kita (Siswi) kena Desti. Doakan program ini agar segera terwujud. Karena apa? Karena ini buat Tabanan. Karena anak-anak ini adalah penerus Tabanan”, pungkas Bupati Perempuan pertama di Bali itu.

“Semoga semua bisa berjalan normal, dan sami rahayu. Serta mari tanamkan pikiran yang positif”, tambah Bupati Eka.

Sementara itu, Ratu Nabe Subagia-pun turut berkomentar mengenai phenomena trance ini. Beliau mengungkapkan bahwa, kerauhan itu bukanlah kesurupan, melainkan kedatangan, yakni kedatangan Ida Batara (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Dikatakannya Kerauhan dan kesurupan itu adalah hala yang sangat berlainan. Kerauhan dijelaskannya adalah kedatangan Ida Sang Hyang Widhi, sedangkan Kesurupan adalah Kerasukan unsur jahat atau roh-roh jahat.

“Sesungguhnya kerauhan nika artinya kedatangan, bukan kesurupan. Welcome to God, artinya Tuhan datang”, jelas mantan Dosen Agama yang menangani bidang Kerauhan di IHDN Denpasar tersebut dihadapan seluruh elemen yang hadir di lokasi acara.

Dirinya juga membenarkan, bahwa kerauhan yang dialami oleh para penari Rejang Sandat Ratu Segara pasca pementasan itu diakibatkan oleh bergesekannya antara aura positif yang ditimbulkan tarian tersebut dengan aura negative yang melekat di dalam tubuh penari. Dan itu dianggapnya merupakan phenomena yang sudah bias terjadi di Bali. Bahkan dirinya mengaku, sedari kecil sudah sering mengalami hal tersebut.

“Ini adalah bagian dari anugrah Ida Batara, jadi kerauhan itu jangan dibesar-besarkan tetapi perlu ditangani secara maksimal”, pungkas Ratu Nabe. @humastabanan/Adv.