Perangkat Desa memperjuangkan nasibnya, merasa ''dizalimi'' PP 432014
Perangkat Desa memperjuangkan nasibnya, merasa ”dizalimi” PP 43/2014

Karangasem (Metrobali.com)-

                Ketua BCW (Bali Corruption Watch) meminta Panwas di seluruh daerah yang sedang menyelenggarakan Pilkada, bersikap professional dan netral dalam menangani proses demokrasi yang sedang berlangsung. Jangan sampai ada langkah-langkah yang terkesan memihak kandidat tertentu, misalnya sangat ”ketat” dan obyektif pada dugaan pelanggaran pendukung kandidat tertentu, tetapi bersikap lunak terhadap dugaan pelanggaran oleh pendukung kandidat lainnya. Ketua BCW, Putu Wirata Dwikora, menyatakan hal itu, sehubungan berbagai informasi adanya pemanggilan dan pemeriksaan pendukung kandidat tertentu oleh Panwas, diantaranya di wilayah Kabupaten Karangasem, usai menghadiri penyampaian visi-misi dan program oleh kandidat Sudirta-Sumiati didampingi sejumlah Tim Pemenangan.

                ”Masyarakat dan sejumlah tokoh mempertanyakan kepada Panwas Karangasem, apakah ketika ada anak-anak dibawah umur mengibar-ngibarkan bendera pasangan kandidat MasDipa,

dalam Kampanye Bersama dari Yeh Malet Kec. Manggis menuju Kota Karangasem beberapa waktu yang lalu, Panwas melakukan pengusutan ke Tim Kampanye ataupun kandidat? Ketika ada informasi Tim Kampanye kandidat lain mengundang pegawai honorer ke rumahnya, dan diduga diarahkan untuk mendukung kandidat tertentu, ada pengusutan oleh Panwas?

                ”Kalau tidak teliti dan tidak substansial membaca aturannya, begitu ada anak-anak membawa benner kandidat, langsung dianggap pelanggaran. Begitu ada PNS secara pribadi menyampaikan aspirasi, langsung dituduh melanggar. Lalu, perangkat desa yang memperjuangkan aspirasi serta nasibnya dan punya harapan pada kandidat tertentu, langsung dianggap melanggar. Mudah-mudahan Panwas bisa mendalami filosofi dan semangat dari regulasi yang mengatur proses demokrasi dalam Pilkada ini. Kalaupun ada beda-beda tafsir, itu wajar, sepanjang mereka tetap profesional dan bersikap obyektif,” imbuh Putu Wirata.

                Putu juga menilai regulasi tentang kampanye cukup banyak yang diskriminatif terhadap perangkat desa dan pejabat politik yang berasal dari rakyat kecil dan di akar rumput. Sementara perangkat desa dan perbekel dilarang dan terkesan ”disalah-salahkan” ketika mereka memperjuangkan aspirasi dan mungkin saja mempercayakannya pada kandidat tertentu, pejabat-pejabat yang lebih tinggi justru boleh berkampanye sepanjang mendapat cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.

                Karena itu, Panwas harus lebih jeli menilik persoalan dalam proses demokrasi yang sedang tumbuh ini. Kalau peraturannya abu-abu, dan karena abu-abu itu sering lebih menguntungkan pejabat yang lebih tinggi dan orang yang lebih kuat, Panwas mampu menggunakan peraturan agar masyarakat memperoleh keadilan dalam kiprah mereka menyalurkan hak-hak politiknya sebagai warga negara.

                ”Seorang bupati sebagai pribadi, atau mungkin kader partai tertentu, pasti punya aspirasi. Yang tidak dibolehkan adalah, kalau ia menggunakan jabatannya untuk memihak kandidat tertentu, atau ketika kampanye setelah mendapat ijin cuti, menggunakan fasilitas negara untuk berkampanye. Kalau setingkat bupati atau gubernur boleh berkampanye, apa yang salah kalau perangkat desa hanya memperjuangkan aspirasinya,karena itu menyangkut nasib mereka, sepanjang mereka tidak menggunakan fasilitas umum,” kata Putu Wirata. RED-MB